Swedia, Negara Terbaik dalam Hal Kesetaraan Gender

Senin, 26 Agustus 2019 - 07:10 WIB
Swedia, Negara Terbaik dalam Hal Kesetaraan Gender
Swedia, Negara Terbaik dalam Hal Kesetaraan Gender
A A A
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) kerap dianggap sebagai kiblat perjuangan hak-hak perempuan dan menjadi negara sukses yang memperjuangkan hak kaum Hawa. Ternyata anggapan tersebut salah. AS sangat kalah jauh dibandingkan dengan Swedia.

Di AS, hanya 106 perempuan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat dan 25 wanita di Senat atau totalnya hanya 24,5% dari total anggota parlemen terpilih. Namun di Swedia, perempuan yang sudah memiliki hak memilih sejak 1919 ternyata memiliki keterwakilan sebesar 46% di parlemen dan 50% di kabinet pemerintahan.

Perempuan memang memiliki hak besar dan luas untuk menduduki di kursi pemerintahan dan parlemen di negara-negara Skandinavia. Pada dekade lalu, kuota perempuan untuk parlemen dan partai politik di sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika juga mulai diberlakukan. Rwanda merupakan negara dengan keterwakilan perempuan di parlemen mencapai 61%.

Namun demikian, keterwakilan perempuan itu memang seharusnya memberikan kesempatan bagi perempuan untuk memberikan suara lebih luas dan besar. Dalam beberapa kasus, keterwakilan itu hanya ditarik dari “elite yang tidak layak mewakili” rakyatnya dan mereka yang tidak memiliki kualifikasi bagus.

Namun di negara-negara Skandinavia, perempuan memang semakin hadir dalam politik dan pemerintah sehingga itu memiliki dampak nyata bagi kehidupan perempuan dan masyarakat umum secara luas. Swedia dan Denmark menjadi negara pertama dan kedua yang terbaik bagi perempuan dalam survei World Economic Forum.

“Saya bangga dengan hal itu,” kata Menteri Kesetaraan Gender Swedia Asa Lindhagen dilansir New York Times. Itu merupakan bentuk kepuasan yang dialami kebanyakan perempuan Swedia. Lindhagen yang sebelumnya sebagai merupakan insinyur teknik sipil mengungkapkan, anggota parlemen perempuan mampu mewujudkan inisiatif bagi perawatan kesehatan, perlindungan bagi perempuan hamil, kesempatan ibu bekerja, dan pajak yang adil bagi istri.

Politikus perempuan mampu mewujudkan cuti hamil yang panjang bagi ibu yang hendak melahirkan, perawatan anak-anak gratis, perawatan dan sekolah gratis serta berkualitas. Kalau di banyak negara, misalnya AS, hal itu masih diperdebatkan. Keseteraan gender bukan hanya menghasilkan keuntungan sosial. Hal itu juga mengenai kesempatan mendapatkan pekerjaan bagi perempuan dan pertumbuhan ekonomi.

Data laporan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan 2018 menunjukkan 75% perempuan di Skandinavia dibayar saat bekerja. Kalau di AS, hanya 57% perempuan yang dibayar karena bekerja. Birgitta Dahl, 81, seorang mantan ketua parlemen Swedia, ingat bahwa perjuangan keseteraan hak bukan hal mudah didapatkan perempuan di Swedia.

Dia mengungkapkan perjuangan emansipasi perempuan di Swedia dimulai saat dia masih anak-anak. “Banyak hal yang menarik saya, di mana saya ingin melakukannya, dan saya tidak melakukannya,” ujarnya. Saat usia 13 tahun, Dahl bersikeras bahwa bertemu dengan kepala sekolah untuk mendiskusikan seksualitas di mana dia merasa hal itu diabadikan. “Dia (kepala sekolah) mendengarkan saya dan menerima nasihat saya,” katanya.

Dhal terpilih sebagai anggota parlemen pada 1968. Saat itu hanya 12% dari kursi parlemen dikuasai perempuan. Dia mengungkapkan hadirnya banyak perempuan di parlemen merupakan tantangan keseimbangan gender. “Keseteraan gender memiliki dampak bahwa kini kita memiliki kompetensi dalam mengambil keputusan di pemerintahan yang sebelumnya tidak diperoleh, ketika parlemen didominasi pria tua yang tidak mengetahui realitas sosial,” ujarnya.

Prioritas utamanya ketika menjadi anggota parlemen adalah dia meningkatkan pelayanan perawatan kesehatan bagi anak-anak serta cuti melahirkan dan hamil. “Ide dasarnya adalah pria dan wanita seharusnya memiliki hak dan tugas sama. Idenya adalah pria juga seharusnya orang tua yang nyata,” tutur Dahl.

Meskipun prospek bagi kaum Hawa menunjukkan peningkatan, masih banyak perempuan Swedia yang bekerja dan mengurus rumah juga mengalami banyak halangan. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa pihak menganggap reputasi Swedia sebagai negara yang memperhatikan keseteraan gender telah ditinggal. Tahun 2007, Swedia menduduki peringkat satu pada Laporan Kesenjangan Gender Global Forum Ekonomi Dunia, kini pada posisi ketiga.

Banyak ayah masih bersikeras mengambil jatah cuti untuk mengasuh anak selama 480 hari seperti yang didapatkan perempuan. Kesenjangan gaji antara lelaki dan perempuan juga masih terjadi. Apalagi hanya enam persen CEO yang memimpin perusahaan terdaftar dan 5% menduduki posisi komisaris. “Kita masih memiliki banyak hal yang dilakukan,” kata Lindhagen.

Dia menjelaskan upaya untuk memerangi kekerasan domestik dan meningkatkan kekuatan ekonomi perempuan sebagai prioritasnya. Swedia bersikeras kalau gerakan untuk membuat aturan untuk kuota bagi perempuan untuk memimpin posisi di korporasi seperti yang diterapkan di Norwegia pada 2003, disusul Prancis, Belanda, dan Spanyol.

Lindhagen mengungkapkan, penekanan seharusnya meningkatkan kondisi kerja bagi perempuan yang harus ditingkatkan. “Jika itu tidak berhasil, itu memerlukan kerja yang panjang. Saya kemudian mengatakan seharusnya kita memiliki kuota tersebut,” ujarnya. Kuota bagi kandidat perempuan telah diterapkan di partai politik di Swedia, hal itu cukup bekerja untuk memfasilitas perempuan masuk ke politik.

“Pertama, kita meletakkan dasar untuk memfasilitasi perempuan masuk ke politik,” katanya. Dia menjamin, perempuan yang terjun ke politik adalah mereka berkompeten dan mengetahui sistem. “Mereka tidak memalukan jika harus bersanding dengan politikus laki-laki,” ujarnya. Dalam pandangan Cecilia Schelin Seidegard, peneliti kesenjangan perempuan di Swedia mengatakan, kesenjangan gender masih terjadi di Swedia.

“Banyak posisi tersembunyi di politik dan bisnis yang menunjukkan kesenjangan yang lebar,” katanya. Setelah kemenangan Partai Demokrat di Swedia, partai nasionalis populis pada pemilu 2014 lalu, ada kesempatan memperkuat prestasi tentang kesenjangan gender. Lindhagen mengungkapkan pasangan menikah diperbolehkan mengajukan pajak yang terpisah. Mereka juga lebih terbuka bagi imigran dan kaum feminis.

Posisi kedua setelah Swedia adalah Denmark. Meskipun turun ke posisi dua tahun ini, Denmark masih memiliki nilai tinggi untuk kesetaraan gender (9,1) dan HAM (9,4). Denmark menjadi negara di Skandinavia yang paling progresif karena menerapkan sistem kesetaraan di tempat kerja dan paling fleksibel dalam urusan cuti hamil serta melahirkan.

Posisi ketiga, yakni Kanada yang menjadi juara untuk perlindungan terhadap perempuan di Amerika Utara. Kanada mampu mengalahkan Amerika Serikat. Nilai HAM (9,8) dan kesetaraan gender (9,1) untuk Kanada. Direbut kembali negara Skandinavia, Norwegia menjadi negara paling mendukung kebijakan kesetaraan gender pada posisi keempat.

Bagi perempuan yang mengambil cuti hamil dan melahirkan sangat toleran di Norwegia menjadi alasan negara tersebut paling dihormati dalam urusan perlindungan bagi perempuan. Norwegia mendapatkan nilai HAM (9,9) dan kesetaraan gender (9,1). Belanda menjadi negara sukses dalam mempersempit kesenjangan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan politik.

Negara itu menduduki posisi kelima. Belanda juga memberikan pelatihan parenting bagi ibu muda. Belanda mendapatkan nilai 10 baik untuk HAM dan kesetaraan gender. Finlandia menjadi negara yang menawarkan hal tanpa batas bagi perempuan untuk dipilih dan memilih di parlemen. Finlandia juga menjadi salah satu negara yang memiliki lingkungan paling ramah bagi perempuan. Finlandia memiliki nilai 8,9 untuk keseteraan gender dan 9 untuk HAM.

Swiss merupakan negara netral dan paling damai. Negara itu memiliki nilai 8,6 untuk kesetaraan gender dan HAM senilai 9,2. Selanjutnya dengan tingkat ekspektasi kehidupan yang tinggi bagi lelaki dan perempuan, Australia selalu menjadi negara yang menarik perhatian. Australia mendapatkan nilai 8,7 untuk HAM dan 8,3 untuk keseteraan gender.

Negara tetangga Australia, yakni Selandia Baru menduduki posisi kesembilan. Pada 2017, Perdana Menteri (PM) Jacinda Ardern memimpin Partai Buruh dan menjadi pemimpin perempuan termuda di dunia. Negara itu mendapatkan nilai 7,3 untuk kesetaraan gender. Posisi ke-10 adalah Jerman. Negara ini mendapatkan nilai 9,8 untuk kemajuan, 7,0 untuk kesetaraan gender dan 7,5 untuk HAM. Negara ini juga membuka diri untuk para pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3170 seconds (0.1#10.140)