Penyelundupan Narkoba ke Singapura Makin Meningkat
A
A
A
SINGAPURA - Penyelundupan narkoba ke Singapura meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Menteri Hukum Singapura K Shanmugam menegaskan kembali dukungannya pada hukuman mati untuk kejahatan narkoba serius. Singapura merupakan salah satu negara dengan hukuman paling keras di dunia untuk pelaku kejahatan narkoba.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) Lawyers for Liberty memperingatkan “pesta eksekusi” setelah sejumlah narapidana hukuman mati di Singapura di tolak permohonan grasinya oleh presiden bulan ini.
“Kita telah melihat peningkatan jumlah orang yang datang dari negara-negara mencoba memperdagangkan (narkoba),” papar Menteri Hukum K Shanmugam kepada Reuters. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang jenis narkoba ilegal yang diselundupkan ke Singapura.
Negara itu memiliki kebijakan nol toleransi kepada pelaku perdagangan narkoba ilegal dan menerapkan hukuman penjara yang lama untuk para pengguna. Singapura telah melaksanakan hukuman gantung pada ratusan orang, termasuk puluhan warga asing, terkait kasus narkotika selama beberapa dekade terakhir.
Kelompok Lawyers for Liberty menyatakan, bulan ini sebanyak 10 narapidana di Singapura telah ditolak permohonan grasinya. “Ini menunjukkan Singapura siap untuk pesta eksekusi, bentuk tidak meng hormati norma hukum internasional, dan opini dunia terbaru,” papar pernyataan kelompok HAM itu.
Singapura juga tidak mengumumkan kepada publik tentang permohonan grasi dan keputusan terkait grasi. Singapura melaporkan 13 eksekusi pada 2018, 11 orang untuk kasus narkoba. Amnesty International menyatakan, ini tahun pertama sejak 2003 bahwa jumlah narapidana yang digantung mencapai dua digit.
Secara global, Amnesty mencatat jumlah eksekusi terendah dalam dekade terakhir pada 2018. Shanmugam menjelaskan, tingginya jumlah eksekusi tahun lalu juga karena kekosongan eksekusi selama beberapa tahun karena pemerintah meninjau ulang hukuman mati.
Dia menjelaskan, masih ada du ku ngan sangat kuat pada sikap pemerintah sekarang terkait narkoba, meski beberapa negara melonggarkan sikapnya. Di Malaysia, parlemen menggelar voting tahun lalu untuk mencabut hukuman mati sebagai hukuman wajib untuk perdagangan narkoba.
Di Thailand, ada perdebatan tentang liberalisasi hukum terkait ganja setelah ganja dilegalkan untuk penggunaan medis dan riset pada 2018. Meski demikian, Shanmugam menyatakan Singapura mengambil sikap berbeda.
“Di tempat di mana mereka melegalkan ganja, kejahatan meningkat, biaya medis dan biaya rumah sakit meningkat pesat, lebih banyak dibandingkan dolar pajak yang negara harapkan dapat diterima,” ujar dia. “Selain biaya ekonomi, biaya sosial dalam hal kehidupan dan trauma serta keluarga sangat penting,” tutur dia. (Syarifudin)
Menteri Hukum Singapura K Shanmugam menegaskan kembali dukungannya pada hukuman mati untuk kejahatan narkoba serius. Singapura merupakan salah satu negara dengan hukuman paling keras di dunia untuk pelaku kejahatan narkoba.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) Lawyers for Liberty memperingatkan “pesta eksekusi” setelah sejumlah narapidana hukuman mati di Singapura di tolak permohonan grasinya oleh presiden bulan ini.
“Kita telah melihat peningkatan jumlah orang yang datang dari negara-negara mencoba memperdagangkan (narkoba),” papar Menteri Hukum K Shanmugam kepada Reuters. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang jenis narkoba ilegal yang diselundupkan ke Singapura.
Negara itu memiliki kebijakan nol toleransi kepada pelaku perdagangan narkoba ilegal dan menerapkan hukuman penjara yang lama untuk para pengguna. Singapura telah melaksanakan hukuman gantung pada ratusan orang, termasuk puluhan warga asing, terkait kasus narkotika selama beberapa dekade terakhir.
Kelompok Lawyers for Liberty menyatakan, bulan ini sebanyak 10 narapidana di Singapura telah ditolak permohonan grasinya. “Ini menunjukkan Singapura siap untuk pesta eksekusi, bentuk tidak meng hormati norma hukum internasional, dan opini dunia terbaru,” papar pernyataan kelompok HAM itu.
Singapura juga tidak mengumumkan kepada publik tentang permohonan grasi dan keputusan terkait grasi. Singapura melaporkan 13 eksekusi pada 2018, 11 orang untuk kasus narkoba. Amnesty International menyatakan, ini tahun pertama sejak 2003 bahwa jumlah narapidana yang digantung mencapai dua digit.
Secara global, Amnesty mencatat jumlah eksekusi terendah dalam dekade terakhir pada 2018. Shanmugam menjelaskan, tingginya jumlah eksekusi tahun lalu juga karena kekosongan eksekusi selama beberapa tahun karena pemerintah meninjau ulang hukuman mati.
Dia menjelaskan, masih ada du ku ngan sangat kuat pada sikap pemerintah sekarang terkait narkoba, meski beberapa negara melonggarkan sikapnya. Di Malaysia, parlemen menggelar voting tahun lalu untuk mencabut hukuman mati sebagai hukuman wajib untuk perdagangan narkoba.
Di Thailand, ada perdebatan tentang liberalisasi hukum terkait ganja setelah ganja dilegalkan untuk penggunaan medis dan riset pada 2018. Meski demikian, Shanmugam menyatakan Singapura mengambil sikap berbeda.
“Di tempat di mana mereka melegalkan ganja, kejahatan meningkat, biaya medis dan biaya rumah sakit meningkat pesat, lebih banyak dibandingkan dolar pajak yang negara harapkan dapat diterima,” ujar dia. “Selain biaya ekonomi, biaya sosial dalam hal kehidupan dan trauma serta keluarga sangat penting,” tutur dia. (Syarifudin)
(nfl)