AS Jatuhkan Sanksi kepada 4 Pejabat Militer Myanmar
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa mereka memberlakukan sanksi perjalanan pada empat pejabat militer Myanmar. AS menilai keempat pejabat itu berperan dalam pembersihan etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.
Keempat pejabat tersebut diketahui adalah Panglima Min Aung Hlaing, Wakil Panglima Tertinggi Soe Win, Brigadir Jenderal Than Oo dan Brigadir Jenderal Aung Aung. Keluarga dan kerabat keempat pejabat itu juga terkena sanksi tersebut.
"Para pejabat militer melakukan pelanggaran berat terhadap manusia, termasuk dalam pembunuhan di luar hukum di negara bagian Rakhine, selama pembersihan etnis Rohingya," kata Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo.
"Kami tetap khawatir bahwa pemerintah Myanmar tidak mengambil tindakan untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia," sambungnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (17/7).
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan operasi pembersihan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Keempat pejabat tersebut diketahui adalah Panglima Min Aung Hlaing, Wakil Panglima Tertinggi Soe Win, Brigadir Jenderal Than Oo dan Brigadir Jenderal Aung Aung. Keluarga dan kerabat keempat pejabat itu juga terkena sanksi tersebut.
"Para pejabat militer melakukan pelanggaran berat terhadap manusia, termasuk dalam pembunuhan di luar hukum di negara bagian Rakhine, selama pembersihan etnis Rohingya," kata Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo.
"Kami tetap khawatir bahwa pemerintah Myanmar tidak mengambil tindakan untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia," sambungnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (17/7).
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan operasi pembersihan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
(esn)