Klaim Kerasukan Setan, Kepala Madrasah Bangladesh Memerkosa 12 Anak
A
A
A
DHAKA - Polisi Bangladesh menangkap seorang kepala madrasah atas tuduhan memerkosa 12 anak yang berada di bawah asuhannya. Tersangka mengaku tidak bersalah dan mengklaim insiden itu terjadi ketika dia sedang "kerasukan setan".
Ulah tersangka telah memicu demonstrasi ratusan orang. Tersangka bernama Al Amin, kepala dan pendiri Madrasah Kadet Baitul Huda di Fatulla di luar Dhaka.
Polisi elite dari Batalion Aksi Cepat (RAB) menangkap kepala guru itu pada hari Kamis setelah ibu dari seorang korban yang berusia 10 tahun mengajukan laporan.
Kepala RAB setempat, Letnan Kolonel Kazi Samser Uddin, mengatakan korban menonton laporan berita televisi tentang kekerasan seksual serius dan mengatakan kepada ibunya bahwa kepala madrasah tempatnya belajar juga melakukan hal yang sama terhadapnya.
"Sang ibu segera bergegas menemui kami dengan keluhan. Lalu kami menangkap kepala madrasah," kata Uddin kepada AFP yang dilansir Sabtu (6/7/2019). Kepala guru itu kemudian mengakui bahwa dia melakukan hubungan seksual secara paksa dengan beberapa murid kecilnya.
"Kami mendapati dia memerkosa dan melakukan pelecehan seksual terhadap setidaknya 12 anak perempuan di madrasah," kata Uddin.
Ratusan warga setempat berdemo di kota itu untuk menuntut keadilan dan hukuman terhadap kepala madrasah yang juga seorang imam masjid setempat.
Polisi pada pekan lalu menangkap dua guru sekolah menengah di kota terdekat karena diduga memerkosa 20 siswa.
Uddin mengatakan para guru itu telah memeras dan memerkosa para korban dan beberapa ibu mereka selama empat tahun terakhir.
Kelompok-kelompok HAM menyuarakan keprihatinan tentang lonjakan jumlah kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual di negara mayoritas Muslim di Asia Selatan itu.
Manusher Jonno Foundation, sebuah kelompok hak asasi setempat, menerbitkan sebuah laporan awal tahun ini yang menyatakan 433 anak diperkosa pada tahun 2018. Sebagian besar korban berusia antara tujuh hingga 12 tahun.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyalahkan "budaya impunitas" atas meningkatnya kekerasan seksual di negara tersebut.
Menurut Bangladesh Mahila Parishad, sebuah kelompok hak-hak perempuan, hanya tiga persen dari kasus pemerkosaan berakhir dengan penjatuhan hukuman.
Penangkapan terbaru itu terjadi beberapa bulan setelah seorang kepala madrasah lainnya ditangkap atas pembunuhan Nusrat Jahan Rafi, 19, gadis yang dibakar hingga meninggal oleh para penyerang di atap kampusnya.
Pembunuhan itu mengguncang negara berpenduduk 165 juta orang setelah penyelidikan polisi menemukan bahwa Rafi dibunuh atas perintah kepala madrasah setelah korban menolak untuk menarik laporan polisi soal serangan seksual oleh kepala madrasah tersebut.
Kematian Rafi mendapat perhatian luas dari media, di mana 16 pria ditangkap dan diadili karena pembunuhan tersebut. Mereka menghadapi hukuman mati.
Ulah tersangka telah memicu demonstrasi ratusan orang. Tersangka bernama Al Amin, kepala dan pendiri Madrasah Kadet Baitul Huda di Fatulla di luar Dhaka.
Polisi elite dari Batalion Aksi Cepat (RAB) menangkap kepala guru itu pada hari Kamis setelah ibu dari seorang korban yang berusia 10 tahun mengajukan laporan.
Kepala RAB setempat, Letnan Kolonel Kazi Samser Uddin, mengatakan korban menonton laporan berita televisi tentang kekerasan seksual serius dan mengatakan kepada ibunya bahwa kepala madrasah tempatnya belajar juga melakukan hal yang sama terhadapnya.
"Sang ibu segera bergegas menemui kami dengan keluhan. Lalu kami menangkap kepala madrasah," kata Uddin kepada AFP yang dilansir Sabtu (6/7/2019). Kepala guru itu kemudian mengakui bahwa dia melakukan hubungan seksual secara paksa dengan beberapa murid kecilnya.
"Kami mendapati dia memerkosa dan melakukan pelecehan seksual terhadap setidaknya 12 anak perempuan di madrasah," kata Uddin.
Ratusan warga setempat berdemo di kota itu untuk menuntut keadilan dan hukuman terhadap kepala madrasah yang juga seorang imam masjid setempat.
Polisi pada pekan lalu menangkap dua guru sekolah menengah di kota terdekat karena diduga memerkosa 20 siswa.
Uddin mengatakan para guru itu telah memeras dan memerkosa para korban dan beberapa ibu mereka selama empat tahun terakhir.
Kelompok-kelompok HAM menyuarakan keprihatinan tentang lonjakan jumlah kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual di negara mayoritas Muslim di Asia Selatan itu.
Manusher Jonno Foundation, sebuah kelompok hak asasi setempat, menerbitkan sebuah laporan awal tahun ini yang menyatakan 433 anak diperkosa pada tahun 2018. Sebagian besar korban berusia antara tujuh hingga 12 tahun.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyalahkan "budaya impunitas" atas meningkatnya kekerasan seksual di negara tersebut.
Menurut Bangladesh Mahila Parishad, sebuah kelompok hak-hak perempuan, hanya tiga persen dari kasus pemerkosaan berakhir dengan penjatuhan hukuman.
Penangkapan terbaru itu terjadi beberapa bulan setelah seorang kepala madrasah lainnya ditangkap atas pembunuhan Nusrat Jahan Rafi, 19, gadis yang dibakar hingga meninggal oleh para penyerang di atap kampusnya.
Pembunuhan itu mengguncang negara berpenduduk 165 juta orang setelah penyelidikan polisi menemukan bahwa Rafi dibunuh atas perintah kepala madrasah setelah korban menolak untuk menarik laporan polisi soal serangan seksual oleh kepala madrasah tersebut.
Kematian Rafi mendapat perhatian luas dari media, di mana 16 pria ditangkap dan diadili karena pembunuhan tersebut. Mereka menghadapi hukuman mati.
(mas)