Geser Singapura, Swiss Kota Terbaik untuk Ekspatriat

Jum'at, 05 Juli 2019 - 07:03 WIB
Geser Singapura, Swiss Kota Terbaik untuk Ekspatriat
Geser Singapura, Swiss Kota Terbaik untuk Ekspatriat
A A A
LONDON - Swiss menggeser Singapura sebagai tempat hidup dan kerja terbaik untuk ekspatriat pada 2019 versi perusahaan perbankan Inggris, HSBC. Swiss disebut sebagai surga bagi para ekspatriat karena memberikan kualitas kehidupan yang lebih baik, gaji yang sangat tinggi, dan prospek karier yang cerah.

Singapura turun ke posisi kedua setelah Swiss merangkak naik sebanyak tujuh peringkat dibanding tahun lalu. Kesejahteraan ekspatriat di Swiss tidak perlu diragukan lagi. Mereka rata-rata memperoleh gaji sebesar USD111,587 (Rp1,6 miliar) per tahun atau di atas rata-rata gaji global sebesar USD75,966 (Rp1,1 miliar).

Sebanyak 71% ekspatriat di Swiss mengatakan, mereka memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibanding di negara asalnya. Faktor lain yang membantu menaikkan reputasi Swiss ialah rendahnya tingkat polusi udara, rendahnya angka kejahatan, fasilitas yang memadai, dan kondisi politik-ekonomi stabil.

“Swiss merupakan tempat favorit para ekspatriat sejak lama,” ungkap HSBC di situs www.expatexplorer. hsbc.com. “Swiss telah masuk jajaran 10 besar sejak 2011. Sebanyak 82% ekspatriat di Swiss mengaku mengalami peningkatan kesejahteraan dibanding di negara asal dan menyukai pemandangan alam di Swiss,” ungkap laporan tersebut.

Sebanyak 70% ekspatriat di Swiss juga menilai kualitas udaranya jauh lebih bersih dan nyaman dibanding di negara asal. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding pengakuan rata-rata ekspatriat global yang hanya mencapai 40%. Hampir 2/3 atau 67% ekspatriat juga merasa aman ketika berada di tepi jalan atau area umum.

Sebanyak 86% ekspatriat juga mengaku tidak pernah cemas dengan kondisi politik dan ekonomi di Swiss. Hanya sekitar 20% ekspatriat yang mengaku cemas dengan hal itu. Dalam dua tahun terakhir, sekitar 49% ekspatriat global mengaku prihatin dengan situasi ekonomi di negara asal mereka, termasuk kondisi politik.

Meski jatuh ke posisi kedua, HSCB mengatakan Singapura tetap menjadi destinasi terbaik bagi ekspatriat yang memiliki anak. Sekitar 62% ekspatriat mengatakan sistem pendidikan di Singapura juga lebih baik dibanding di negara asal. Di posisi ketiga, Kanada disebut sebagai negara dengan biaya hidup lebih murah.

“Sebanyak 40% ekspatriat mengaku mengalami penurunan pengeluaran,” ungkap HSBC. “Kualitas hidup yang bagus bagi ekspatriat juga ditawarkan Spanyol yang naik 10 peringkat ke posisi keempat. Mayoritas ekspatriat di Spanyol (58%) mengaku mengalami perbaikan mental, bandingkan dengan angka global (35%),” kata laporan tersebut.

Daftar kali ini mengalami perubahan signifikan. Selandia Baru yang sebelumnya di posisi kedua turun ke posisi lima. Adapun Jerman jatuh ke posisi delapan dari posisi tiga pada tahun lalu. Semantara Indonesia jatuh empat peringkat ke posisi 31. Sebaliknya, Turki naik ke posisi 7 dari posisi 22 dan Vietnam ke posisi 10 dari posisi 18.

Kota Termahal

Sebelumnya, Mercer menyebutkan Hong Kong sebagai kota termahal bagi ekspatriat pada 2019. Kota Asia lainnya juga tidak berada jauh. Bahkan, delapan dari 10 kota termahal bagi ekspatriat terletak di Asia, mulai dari Tokyo, Singapura, Seoul, Shanghai, Beijing, Shenzhen, hingga Ashgabat. Sisanya New York.

Tunis dinobatkan sebagai kota termurah bagi ekspatriat. Disusul Tashkent, Karachi, Bishkek, Windhoek, Banjul, Islamabad, Tbilisi, Skopje, dan Managua. Mercer menyatakan biaya hidup ekspatriat ditentukan berbagai faktor, tak terkecuali fluktuasi nilai mata uang, biaya inflasi barang dan jasa, dan biaya akomodasi.

Menurut Mercer, Asia mendominasi posisi 10 besar akibat harga tanah yang mahal. Dengan pasokan yang sedikit dan penawaran yang banyak, harga properti di Hong Kong meledak hingga tidak terjangkau. Pemerintah Hong Kong berencana membangun pulau buatan senilai USD80 miliar untuk mengatasi krisis tersebut.

Mercer menganalisis beragam data, mulai dari harga pakaian, makanan, sewa rumah, hingga hiburan. Menu Bic Mac dari McDonald paling mahal ada di Zurich, yakni senilai USD15. Hong Kong menjadi tempat termahal untuk bahan bakar minyak (BBM) dan secangkir kopi, sedangkan London untuk harga bioskop.

“Biaya hidup telah mengalami perubahan di berbagai kawasan,” ungkap Mercer. Pernyataan Mercer bukan tanpa alasan. Delapan dari 17 kota China yang disurvei Mercer mengalami kenaikkan harga untuk barang-barang tertentu dalam lima tahun terakhir. Hal ini berkaitan dengan adanya pertumbuhan ekonomi.

Biaya nongkrong di China, yakni dua tiket bioskop, dua steak, dan dua kopi, naik dari USD136 menjadi USD163 dalam 10 tahun terakhir. Sementara itu, biaya nongkrong di Meksiko City naik 40% pada periode yang sama. Begitu juga di Warsaw dan Johannesburg, masing-masing naik dari USD95-USD98 dan USD49-USD71.

Kepala Praktik Mobilitas Asia Timur Tengah dan Afrika Mercer Mario Ferraro mengatakan, tenaga asing juga banyak yang berkeinginan bekerja di Singapura menyusul tingginya investasi langsung dari luar Singapura dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, meskipun biaya hidupnya tinggi. Pasalnya, upahnya juga tinggi.

Mercer juga menyatakan perusahaan multinasional raksasa mengirimkan karyawannya ke luar negeri. Sekitar 65% perusahaan di seluruh industri dan negara menyatakan menggunakan program mobilitas untuk meningkatkan strategi ketenagakerjaan. Apalagi, saat ini, batas antar negara di dunia sudah mulai “kabur”.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6802 seconds (0.1#10.140)