Duterte pada China: Apa Benar Suatu Negara Klaim Seluruh Lautan?
A
A
A
TOKYO - Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyuarakan rasa frustrasinya pada China terkait sengketa kawasan Laut China Selatan. Dia menyindir perilaku Beijing yang mengklaim hampir seluruh kawasan laut tersebut.
Pemimpin Filipina itu mendesak progress dari kode perilaku untuk Laut China Selatan yang diperebutkan. Dia memperingatkan kawasan sengketa itu yang telah berubah mejadi "titik nyala" atau area konflik.
Sikap Duterte disampaikan dalam pidatonya di sebuah forum ekonomi di Tokyo. Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan, Vietnam, dan China saling berebut klaim perairan strategis tersebut.
"Saya suka China ... tetapi kita perlu bertanya, 'apakah benar suatu negara mengklaim seluruh lautan?', kata Duterte.
Beijing dan 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah bertahun-tahun mencoba menuntaskan kode etik untuk mengatur perairan yang disengketakan, tetapi prosesnya lambat.
"Saya sedih dan bingung, bukan marah, karena saya tidak bisa melakukan apa-apa," kata Duterte. "Saya hanya berharap China akan segera bertindak dengan '(kode) perilaku' ini," ujarnya, seperti dikutip AFP, Sabtu (1/6/2019).
"Semakin lama, semakin besar kemungkinan laut akan menjadi 'titik nyala dari masalah'," imbuh Duterte yang menambahkan bahwa Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat sudah melakukan "testing the waters" di kawasan sengketa itu.
Pada bulan April lalu, Duterte memperingatkan Beijing untuk mundur dari pulau sengketa di Laut China Selatan. Dia menyarankan tindakan militer jika China menyentuhnya.
Manila telah memenangkan klaim sengketa wilayah di Laut China Selatan di pengadilan maritim internasional. Namun, Beijing menolak putusan pengadilan internasional tersebut.
Sikap Duterte yang cenderung melunak terhadap China telah memicu kritik di negara sendiri.
"China mengatakan, 'ini tanah kami, ini laut kami. Siapa pun yang masuk ke sana harus bersaing dengan kami. Mungkin dengan senjata'," kata Duterte kepada forum Future of Asia.
"Negeri saya sangat kecil. Saya tidak sanggup berperang dengan siapa pun, tidak hanya dengan China."
Duterte juga menyuarakan kekhawatiran tentang meningkatnya perang dagang antara Beijing dan Washington, dengan mengatakan itu hanya bisa membahayakan ekonomi dunia. "Itu menciptakan ketidakpastian dan ketegangan," katanya.
Pemimpin Filipina itu mendesak progress dari kode perilaku untuk Laut China Selatan yang diperebutkan. Dia memperingatkan kawasan sengketa itu yang telah berubah mejadi "titik nyala" atau area konflik.
Sikap Duterte disampaikan dalam pidatonya di sebuah forum ekonomi di Tokyo. Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan, Vietnam, dan China saling berebut klaim perairan strategis tersebut.
"Saya suka China ... tetapi kita perlu bertanya, 'apakah benar suatu negara mengklaim seluruh lautan?', kata Duterte.
Beijing dan 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah bertahun-tahun mencoba menuntaskan kode etik untuk mengatur perairan yang disengketakan, tetapi prosesnya lambat.
"Saya sedih dan bingung, bukan marah, karena saya tidak bisa melakukan apa-apa," kata Duterte. "Saya hanya berharap China akan segera bertindak dengan '(kode) perilaku' ini," ujarnya, seperti dikutip AFP, Sabtu (1/6/2019).
"Semakin lama, semakin besar kemungkinan laut akan menjadi 'titik nyala dari masalah'," imbuh Duterte yang menambahkan bahwa Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat sudah melakukan "testing the waters" di kawasan sengketa itu.
Pada bulan April lalu, Duterte memperingatkan Beijing untuk mundur dari pulau sengketa di Laut China Selatan. Dia menyarankan tindakan militer jika China menyentuhnya.
Manila telah memenangkan klaim sengketa wilayah di Laut China Selatan di pengadilan maritim internasional. Namun, Beijing menolak putusan pengadilan internasional tersebut.
Sikap Duterte yang cenderung melunak terhadap China telah memicu kritik di negara sendiri.
"China mengatakan, 'ini tanah kami, ini laut kami. Siapa pun yang masuk ke sana harus bersaing dengan kami. Mungkin dengan senjata'," kata Duterte kepada forum Future of Asia.
"Negeri saya sangat kecil. Saya tidak sanggup berperang dengan siapa pun, tidak hanya dengan China."
Duterte juga menyuarakan kekhawatiran tentang meningkatnya perang dagang antara Beijing dan Washington, dengan mengatakan itu hanya bisa membahayakan ekonomi dunia. "Itu menciptakan ketidakpastian dan ketegangan," katanya.
(mas)