Larangan Dicabut, Orang Bebas Berburu Gajah di Botswana

Jum'at, 24 Mei 2019 - 10:56 WIB
Larangan Dicabut, Orang...
Larangan Dicabut, Orang Bebas Berburu Gajah di Botswana
A A A
GABORONE - Pemerintah Botswana telah mengumumkan pencabutan larangan berburu gajah, yang artinya orang-orang dibebaskan memburu satwa tersebut. Keputusan itu dikritik para pakar konservasi karena tak didasarkan pada sains dan akan menimbulkan efek negatif terhadap industri pariwisata.

Pencabutan larangan berburu dikaitkan dengan meningkatnya "konflik manusia-gajah" yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah populasi satwa tersebut.

Botswana adalah rumah bagi populasi gajah terbesar di dunia, dengan sekitar 130.000 ekor satwa tersebut tinggal di sana. Pariwisata menjadi sumber pendatapan asing terbesar di Botswana setelah penambangan berlian.

Pemerintah melarang berburu gajah pada tahun 2014 atas arahan Presiden Ian Khama, seorang konservasionis. Tetapi larangan itu memicu kontroversial di Botswana, di mana para pendukung pencabutan larangan mengatakan bahwa jumlah gajah yang meningkat telah memengaruhi mata pencaharian penduduk setempat.

Ketika Mokgweetsi E.K. Masisi menjadi presiden tahun lalu, ia membentuk komite untuk menilai apakah larangan itu harus dibatalkan. Masisi juga mengakhiri kebijakan anti-perburuan liar di Botswana. Kebijakan itu memungkinkan militer untuk membunuh tersangka pemburu gelap.

Dalam sebuah pernyataan hari Rabu, Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Sumberdaya Alam dan Pariwisata Botswana mengatakan komite menentukan bahwa dengan larangan perburuan konflik manusia-gajah dan dampaknya terhadap mata pencaharian meningkat.

"Konsensus umum komite dari mereka yang dikonsultasikan adalah larangan berburu harus dicabut," kata kementerian itu, seperti dikutip Washington Post, Jumat (24/5/2019).

Pemilihan umum Botswana akan dilakukan pada bulan Oktober, dan larangan berburu telah menjadi topik kampanye, khususnya di daerah pedesaan di mana populasi gajah lebih menonjol.

Tahun lalu, anggota parlemen Konstantinos Markus mengatakan kepada Reuters bahwa konstituen di daerah asalnya telah terkena dampak negatif dari larangan tersebut. Populasi gajah yang terus bertambah membuat satwa-satwa tersebut bersinggungan dengan pertanian, di mana gajah-gajah menginjak-injak tanaman dan mengganggu pendapatan penduduk setempat.

“Kehilangan panen ini membuat masyarakat memiliki lebih sedikit pilihan untuk mengurus rumah tangga mereka, sementara persepsi masyarakat setempat terhadap konservasi satwa liar telah berubah sejak ada larangan berburu," katanya kepada Reuters.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1130 seconds (0.1#10.140)