Palang Pracharat, Partai Berkuasa Thailand Cari Mitra Koalisi

Jum'at, 10 Mei 2019 - 08:53 WIB
Palang Pracharat, Partai...
Palang Pracharat, Partai Berkuasa Thailand Cari Mitra Koalisi
A A A
BANGKOK - Partai promiliter Thailand, Palang Pracharat, mencari mitra koalisi untuk mempertahankan pemimpin junta Prayuth Chanocha sebagai perdana menteri (PM). Partai itu diperkirakan dapat dengan mudah membentuk pemerintahan baru karena hanya membutuhkan beberapa suara lagi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memilih PM dengan aturan pemilu baru yang disusun junta militer.

“Palang Pracharat diperkirakan berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Bhumjaithai serta 11 partai kecil lainnya yang tak terkait kubu militer atau Front Demokratik yang menentang militer,” papar pengamat politik dari Sukhothai Thammathirat Open University, dilansir Reuters.

Dia menambahkan, “Prayuth tentu akan menjadi PM dengan skenario ini, namun pemerintahan tidak akan stabil karena hanya mayoritas kecil di DPR.” Para pemimpin Front Demokratik mengancam mengambil langkah hukum karena sistem pemilu dan Komisi Pemilu cenderung mendukung rezim militer. Para pejabat pemilu dan Palang Pracharat menyangkal tuduhan itu.

Front Demokratik yang terdiri atas tujuh partai itu dipimpin Partai Phue Thai untuk mengucilkan mantan PM Thaksin Shinawatra yang dikudeta pada 2006. Partai-partai pro-Thaksin selalu menang dalam setiap pemilu, tapi kemudian pemerintahannya digulingkan oleh ketetapan hukum dan kudeta. Dalam intervensi terbaru, militer pada 2014 menggulingkan pemerintahan yang dipimpin adik Thaksin.

Membutuhkan waktu beberapa pekan sebelum pemerintahan terbentuk, meski partai pro-junta dalam posisi yang diuntungkan. Sebagian besar potensi aliansi Palang Pracharat adalah pro-kemapanan Partai Demokrat dan Partai Bhumjaithai yang berkampanye mendukung legalisasi ganja.

Demokrat yang meraih 52 kursi dan Bhumjaithai 51 kursi serta Palang Pracharat yang meraih 115 kursi, harus membentuk koalisi untuk memperoleh 126 suara yang diperlukan untuk menyetujui PM sesuai sistem baru. Juru bicara Partai Demokrat Thana Chiravinij menjelaskan, pihaknya menggelar rapat untuk menentukan apakah akan bergabung Palang Pracharat dalam pemerintahan atau membentuk oposisi independen.

Meski demikian, Demokrat menyatakan tak akan pernah bergabung Front Demokratik karena dipimpin Pheu Thai yang pro-Thaksin. Anggota-anggota Partai Demokrat pada 2014 menggelar unjuk rasa menentang pemerintahan sipil yang dipimpin adik Thaksin. Beberapa orang dari Demokrat saat itu menyerukan intervensi militer.

Pemimpin Bhumjaithai, Anutin Charnvirakul belum memberi komentar tapi melalui Facebook, partainya menyatakan masih mendengarkan rakyat. Konstitusi baru pasca-kudeta menyatakan 250 kursi Senat ditunjuk seluruhnya oleh junta. Senat akan mengikuti voting bersama 500 anggota DPR yang dipilih lewat pemilu untuk menentukan PM baru.

Melibatkan Senat akan secara efektif membuat partai-partai promiliter memperoleh suara awal sebanyak 250 sehingga memenuhi batas minimal suara mayoritas 376 suara gabungan DPR dan Senat. Sebaliknya, Front Demokratik tidak memiliki peluang membentuk pemerintahan karena tak mendapat dukungan Senat. “Thailand tidak kembali ke demokrasi,” tutur Titipol Phakdeewanich, dekan Fakultas Ilmu Politik di Universitas Ubon Ratchathani.

“Pemilu merupakan upaya militer tetap berkuasa sehingga mereka dapat mengatakan kepada komunitas internasional bahwa mereka pemerintahan terpilih,” ungkap Titipol. Front Demokratik juga mengeluhkan langkah Komisi Pemilu menggunakan formula baru dalam alokasi kursi sehingga kubu pro-Thaksin tak memperoleh mayoritas 255 kursi di DPR.

Formula baru itu memberi masing-masing 11 partai kecil dengan satu kursi, yang sebagian besar diambil dari Partai Masa Depan Maju yang antimiliter dan bagian dari aliansi oposisi. Dengan formula baru, Front Demokratik meraih 245 kursi di DPR, beberapa kursi di bawah mayoritas.

Padahal mereka berharap dapat menguasai DPR untuk memiliki kekuatan menghalangi legislasi jika Prayuth tetap menjadi PM. Pheu Thai menegaskan siap menggunakan semua langkah hukum untuk melawan formula baru yang ditetapkan Komisi Pemilu tersebut.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0987 seconds (0.1#10.140)