Iran Ingin Berteman Baik dengan Rival Beratnya, Arab Saudi
A
A
A
DOHA - Iran ingin berteman baik dengan rival beratnya, Arab Saudi. Teheran juga menyerukan Riyadh beserta sektunya untuk mengakhiri perseteruan pahit dengan Qatar.
Riyadh memutuskan hubungan dengan Teheran pada 2016 setelah para demonstran Iran membakar kantor diplomatik Saudi di negara para Mullah tersebut. Amuk massa itu terjadi setelah otoritas Saudi mengeksekusi ulama Syiah setempat, Nimr al-Nimr yang dituduh terlibat terorisme.
Pada tahun berikutnya Kerajaan Saudi dan sekutunya; Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) memberlakukan boikot perdagangan dan perjalanan di Qatar karena kebijakan Doha dianggap pro-Iran dan Ikhwanul Muslimin.
"Kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan Qatar, Kuwait, Oman," kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, merujuk pada dua negara Teluk Arab yang tetap netral dalam perselisihan tersebut.
"Kami berharap memiliki jenis hubungan yang sama dengan Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab," lanjut Zarif kepada wartawan di sela-sela Dialog Kerja Sama Asia di Doha, seperti dikutip AFP, Kamis (2/5/2019).
"Kami juga berharap bahwa negara-negara dalam GCC (Dewan Kerja Sama Teluk) dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai," imbuh Zarif.
"Kami menentang tekanan terhadap Qatar, kami masih percaya bahwa tekanan terhadap Qatar bertentangan dengan hukum internasional."
Arab Saudi, UEA dan Bahrain telah berulang kali menuduh Qatar menjadi ancaman bagi keamanan Teluk melalui dukungannya bagi "ekstremisme".
Doha secara konsisten membantah tuduhan itu menuduh bekas sekutunya mencari dalih untuk perubahan rezim di Doha.
Pada bulan April, Qatar mengatakan mereka mengajukan tiga tuntutan hukum di London dan New York terhadap bank-bank Saudi dan UEA karena dituduh merencanakan tindakan untuk merusak mata uang dan obligasi.
Qatar telah mengambil tindakan hukum terhadap Arab Saudi dan sekutunya di hadapan Mahkamah Internasional, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional dan Organisasi Perdagangan Dunia.
Riyadh memutuskan hubungan dengan Teheran pada 2016 setelah para demonstran Iran membakar kantor diplomatik Saudi di negara para Mullah tersebut. Amuk massa itu terjadi setelah otoritas Saudi mengeksekusi ulama Syiah setempat, Nimr al-Nimr yang dituduh terlibat terorisme.
Pada tahun berikutnya Kerajaan Saudi dan sekutunya; Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) memberlakukan boikot perdagangan dan perjalanan di Qatar karena kebijakan Doha dianggap pro-Iran dan Ikhwanul Muslimin.
"Kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan Qatar, Kuwait, Oman," kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, merujuk pada dua negara Teluk Arab yang tetap netral dalam perselisihan tersebut.
"Kami berharap memiliki jenis hubungan yang sama dengan Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab," lanjut Zarif kepada wartawan di sela-sela Dialog Kerja Sama Asia di Doha, seperti dikutip AFP, Kamis (2/5/2019).
"Kami juga berharap bahwa negara-negara dalam GCC (Dewan Kerja Sama Teluk) dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai," imbuh Zarif.
"Kami menentang tekanan terhadap Qatar, kami masih percaya bahwa tekanan terhadap Qatar bertentangan dengan hukum internasional."
Arab Saudi, UEA dan Bahrain telah berulang kali menuduh Qatar menjadi ancaman bagi keamanan Teluk melalui dukungannya bagi "ekstremisme".
Doha secara konsisten membantah tuduhan itu menuduh bekas sekutunya mencari dalih untuk perubahan rezim di Doha.
Pada bulan April, Qatar mengatakan mereka mengajukan tiga tuntutan hukum di London dan New York terhadap bank-bank Saudi dan UEA karena dituduh merencanakan tindakan untuk merusak mata uang dan obligasi.
Qatar telah mengambil tindakan hukum terhadap Arab Saudi dan sekutunya di hadapan Mahkamah Internasional, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional dan Organisasi Perdagangan Dunia.
(mas)