Usai Digulingkan, Omar al-Bashir Dipenjara dan Saudaranya Ditangkapi
A
A
A
KHARTOUM - Nasib tragis dialami presiden terguling Sudan, Omar al-Bashir. Usai digulingkan melalui revolusi rakyat, Bashir yang semula berstatus tahanan rumah kini dijebloskan ke penjara.
Tak hanya itu, penguasa Sudan yang saat ini dikendalikan militer juga menangkap dua saudara Bashir. Penangkapan berlangsung ketika ratusan orang turun ke jalan di Ibu Kota Sudan, Khartoum, menyerukan penyerahan kekuasaan dengan cepat ke kepemimpinan sipil.
Shams Eldin Kabashi, juru bicara dewan militer transisi, mengatakan pada hari Rabu bahwa dua saudara Bashir, Abdullah al-Bashir dan Alabas al-Bashir, ditangkap dan ditahan sebagai bagian dari kampanye penangkapan yang berkelanjutan terhadap simbol dan pemimpin rezim sebelumnya.
Pengumuman itu muncul ketika sumber di Sudan mengatakan Bashir yang bertatus tahanan rumah sudah dipindahkan ke penjara Kobar di Khartoum utara.
Seorang mantan menteri Sudan mengatakan kepada kantor berita Associated Press (AP) bahwa Bashir—yang digulingkan oleh militer setelah berbulan-bulan protes terhadap kekuasaannya yang hampir 30 tahun—dipindahkan ke penjara keamanan maksimum pada Selasa malam.
Seorang penjaga di penjara Kobar mengonfirmasi penahanan presiden terguling tersebut. "Saya melihat Presiden Omar al-Bashir dibawa bersama lusinan perwira tentara," kata penjaga itu kepada Al Jazeera, tanpa disebutkan namanya.
Belum ada pernyataan resmi dari penguasa militer terkait keberadaan Bashir.
Militer menegaskan tidak akan mengekstradisi pemimpin yang digulingkan itu ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk menghadapi tuduhan kejahatan perang dan genosida di wilayah Darfur. Sebaliknya, Bashir akan diadili di pengadilan Sudan.
Sementara itu, ratusan orang bergabung dalam pawai bersama dokter dan petugas kesehatan menuju tempat duduk di luar markas tentara, yang telah menjadi pusat pemberontakan rakyat Sudan. Banyak dari mereka mengenakan mantel putih dan mengibarkan bendera Sudan.
"Kebebasan, perdamaian, keadilan dan revolusi adalah pilihan rakyat," teriak para demonstran. Para wartawan juga mengadakan rapat umum terpisah di Khartoum yang menyerukan kebebasan pers.
Aya Abdel Aziz, seorang mahasiswa kedokteran berusia 22 tahun, mengatakan dia memutuskan untuk bergabung dalam pawai yang dimulai dari Universitas Khartoum untuk mendesak penyerahan kekuasaan kepada rakyat.
"Permintaan kami adalah agar perempuan memiliki perwakilan di dewan transisi sipil," katanya kepada kantor berita AP yang dilansir Kamis (18/4/2019).
Tak hanya itu, penguasa Sudan yang saat ini dikendalikan militer juga menangkap dua saudara Bashir. Penangkapan berlangsung ketika ratusan orang turun ke jalan di Ibu Kota Sudan, Khartoum, menyerukan penyerahan kekuasaan dengan cepat ke kepemimpinan sipil.
Shams Eldin Kabashi, juru bicara dewan militer transisi, mengatakan pada hari Rabu bahwa dua saudara Bashir, Abdullah al-Bashir dan Alabas al-Bashir, ditangkap dan ditahan sebagai bagian dari kampanye penangkapan yang berkelanjutan terhadap simbol dan pemimpin rezim sebelumnya.
Pengumuman itu muncul ketika sumber di Sudan mengatakan Bashir yang bertatus tahanan rumah sudah dipindahkan ke penjara Kobar di Khartoum utara.
Seorang mantan menteri Sudan mengatakan kepada kantor berita Associated Press (AP) bahwa Bashir—yang digulingkan oleh militer setelah berbulan-bulan protes terhadap kekuasaannya yang hampir 30 tahun—dipindahkan ke penjara keamanan maksimum pada Selasa malam.
Seorang penjaga di penjara Kobar mengonfirmasi penahanan presiden terguling tersebut. "Saya melihat Presiden Omar al-Bashir dibawa bersama lusinan perwira tentara," kata penjaga itu kepada Al Jazeera, tanpa disebutkan namanya.
Belum ada pernyataan resmi dari penguasa militer terkait keberadaan Bashir.
Militer menegaskan tidak akan mengekstradisi pemimpin yang digulingkan itu ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk menghadapi tuduhan kejahatan perang dan genosida di wilayah Darfur. Sebaliknya, Bashir akan diadili di pengadilan Sudan.
Sementara itu, ratusan orang bergabung dalam pawai bersama dokter dan petugas kesehatan menuju tempat duduk di luar markas tentara, yang telah menjadi pusat pemberontakan rakyat Sudan. Banyak dari mereka mengenakan mantel putih dan mengibarkan bendera Sudan.
"Kebebasan, perdamaian, keadilan dan revolusi adalah pilihan rakyat," teriak para demonstran. Para wartawan juga mengadakan rapat umum terpisah di Khartoum yang menyerukan kebebasan pers.
Aya Abdel Aziz, seorang mahasiswa kedokteran berusia 22 tahun, mengatakan dia memutuskan untuk bergabung dalam pawai yang dimulai dari Universitas Khartoum untuk mendesak penyerahan kekuasaan kepada rakyat.
"Permintaan kami adalah agar perempuan memiliki perwakilan di dewan transisi sipil," katanya kepada kantor berita AP yang dilansir Kamis (18/4/2019).
(mas)