Meraih Untung Paling Besar, Saudi Aramco Geser Apple

Kamis, 04 April 2019 - 06:41 WIB
Meraih Untung Paling...
Meraih Untung Paling Besar, Saudi Aramco Geser Apple
A A A
RIYADH - Titel sebagai perusahaan dengan keuntungan terbesar di dunia tak lagi milik Apple. Saudi Aramco diketahui merupakan perusahaan paling menguntungkan secara global pada 2018 setelah BUMN Arab Saudi tersebut mengumumkan laporan keuangan resminya untuk pertama kali. Pengumuman ini terkait dengan rencana aksi korporasi Saudi Aramco yang akan dilakukan pada 2019 dan tahun-tahun mendatang.

Saudi Aramco membukukan keuntungan USD111 miliar tahun lalu, menurut catatan lembaga pemeringkat Moody's. Data tersebut berdasarkan prospektus untuk penawaran obligasi Aramco yang diperkirakan digunakan untuk mendanai pembelian 70% saham Saudi Basic Industries Corporation (Sabic). Aramco berharap membeli saham perusahaan petrokimia milik negara itu senilai USD69,1 miliar.

Kesepakatan itu akan membutuhkan waktu enam sampai 12 bulan hingga selesai. Sebagai perbandingan, Apple yang disebut sebagai perusahaan publik paling menguntungkan di dunia membukukan keuntungan USD59,4 miliar pada 2018, sekitar setengah lebih dari laba Aramco. Sementara ExxonMobil yang merupakan perusahaan minyak terbesar Amerika Serikat (AS) membukukan keuntungan USD20,8 miliar.

Royal Dutch Shell yang merupakan perusahaan perdagangan minyak publik terbesar di dunia hanya mencetak keuntungan USD23,4 miliar. “Aramco memiliki pendapatan USD355,9 miliar dan memiliki dana tunai USD48,8 miliar yang dibukukan pada akhir tahun lalu,” ungkap catatan Moody's. Menurut Moody's, jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan utangnya sebesar USD27 miliar. Laba ini didorong oleh kenaikan harga minyak dunia rata-rata 31% pada 2018 dibandingkan dengan 2017.

Besarnya laba dan pendapatan Aramco mengalahkan semua perusahaan lain di dunia. Aramco saat ini merupakan pemasok minyak terbesar di dunia dan memiliki akses eksklusif pada hampir semua cadangan hidrokarbon Saudi yang melimpah dan salah satu yang terbesar di dunia. Aramco berencana meluncurkan saham perdana (IPO) tahun lalu. Langkah IPO itu akan menawarkan 5% saham perusahaan yang mungkin menjadi IPO terbesar di dunia.

Saudi saat ini berupaya mengumpulkan dana USD100 miliar dalam IPO tersebut sehingga nilai perusahaan mencapai USD2 triliun atau dua kali dari Microsoft yang saat ini merupakan perusahaan publik paling bernilai di dunia dengan nilai pasar USD904,8 miliar. Awal tahun ini Saudi membuka cadangan energinya bagi para auditor independen untuk pertama kali.

Langkah ini diharapkan dapat membantu rencana penjualan saham Aramco. Pemerintah Saudi menjelaskan bahwa lembaga konsultan energi AS, DeGolyer & MacNaughton, telah menyimpulkan bahwa cadangan minyak Saudi mencapai total 268,5 miliar barel. Perkiraan itu lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya oleh Pemerintah Saudi sebesar 266,3 miliar barel.

Mengizinkan perusahaan independen untuk menilai cadangan minyaknya merupakan perubahan besar bagi Pemerintah Saudi yang selama puluhan tahun menutupi data tentang industri gas dan minyaknya. Saat ini Saudi melakukan reformasi untuk mendiversifikasi ekonomi agar tidak bergantung pada minyak. Saudi awalnya berencana meluncurkan IPO untuk Aramco pada 2018, tapi rencana itu tertunda.

Transparansi tentang besarnya cadangan energi Saudi sempat memicu pertanyaan para investor mengenai potensi penjualan dan nilai Aramco. Menteri Energi Saudi Khalid Al Falih menjelaskan pada Reuters bahwa negara itu berencana meluncurkan IPO Aramco pada 2021. Para pejabat Saudi sebelumnya mengungkapkan penjualan 5% saham Aramco dapat mengumpulkan dana USD100 miliar yang dapat digunakan untuk membiayai Visi 2030, cetak biru untuk bentuk ekonomi Saudi pada dekade mendatang.

Audit independen ini pun menegaskan nilai dan kekuatan Aramco sebagai perusahaan minyak terbesar di dunia. “Sertifikasi ini menegaskan mengapa kami yakin Saudi Aramco sebagai perusahaan paling bernilai di dunia dan benar-benar sebagai yang paling penting di dunia,” tutur Menteri Energi Al Falih, dilansir CNN. Saudi memompa minyak di level rekor pada 2018, termasuk output 11 juta barel per hari pada November.

“Itu menjadikan kapasitas cadangan sangat rendah, lebih rendah dibandingkan 1,5 hingga 2 juta barel per hari yang mereka biasa targetkan,” kata Spencer Welch, direktur eksekutif pasar minyak di IHS Markit. “Pengumuman audit ini berarti Saudi telah melakukan lebih banyak pengeboran dan telah menemukan lebih banyak minyak. Pengeboran tambahan itu tampaknya sebagai upaya memperoleh lagi beberapa kapasitas produksi yang hilang,” tutur Welch.

Pada Desember 2018, Saudi sepakat dengan negara-negara anggota OPEC dan produsen minyak lainnya, termasuk Rusia untuk memangkas produksi lebih lanjut demi mendorong harga minyak. Aramco juga meningkatkan investasi dalam pengilangan dan petrokimia demi mengamankan pasar baru untuk minyak mentahnya.

Chief Executive Officer (CEO) Sabic Yousef al-Benyan menjelaskan, Aramco akan mengandalkan Sabic untuk menjadi sayap petrokimia. Aramco akan mendorong pertumbuhan dan membantu perkembangan Sabic dari posisi sekarang sebagai perusahaan petrokimia terbesar ketiga di dunia.

Benyan menyatakan, masih terlalu dini untuk menyatakan aset dan pasar yang akan diintegrasikan antara Aramco dan Sabic. “Sejak Aramco aktif dalam industri kimia, orang mengatakan mengapa membuat Aramco dan Sabic bersaing dalam ruang yang sama dan saya pikir kami memiliki peluang untuk menambah nilai bagi pemegang saham kedua perusahaan,” ungkapnya.

Awal tahun ini perusahaan teknologi Apple Inc mengambil langkah tidak biasa dengan memangkas perkiraan penjualan pada kuartal pertama 2019. Ini merupakan imbas dari tergerusnya nilai pasar Apple dalam tiga bulan terakhir. Pada kurun Oktober-Desember 2018 nilai pasar Apple anjlok 38% atau USD445,25 miliar (Rp6.456 triliun).

Sebelumnya pada awal Oktober lalu nilai pasar perusahaan yang didirikan Steve Jobs itu mencapai rekor tertinggi, yakni USD1.120 miliar (Rp16.240 triliun). Namun, pada 4 Januari nilai pasar Apple turun menjadi USD674,75 miliar. Revisi perkiraan laba Apple diakui oleh Chief Executive Apple Tim Cook sebagai akibat dari melambatnya penjualan iPhone di China yang perekonomiannya terdampak perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).

Pernyataan Cook itu menyebabkan saham Apple jatuh hanya dalam hitungan jam. Para pemasok dilanda kecemasan karena menganggap produsen iPhone itu sedang dilanda masalah serius di pasar global. Pendapatan Apple juga jatuh pada kuartal keempat 2018. Hal itu menunjukkan ekonomi China memberikan dampak yang sangat tajam dan besar terhadap perusahaan AS.

Di sisi lain, peringkat Apple Inc sebagai perusahaan paling inovatif di dunia menurun drastis. Perusahaan raksasa teknologi raksasa itu jatuh 16 posisi dari posisi pertama tahun lalu ke posisi ke-17 tahun ini dalam daftar perusahaan paling inovatif di dunia versi majalah Fast Company.

“Apple tidak mampu menciptakan inovasi baru yang berdampak luas setahun terakhir. Di sisi lain, penjualan perangkat keras sedang melesu,” ujar redaktur senior Fast Company Amy Farley, dikutip cnbc.com. “Tapi, Apple unggul dalam pengembangan dan pembuatan prosesor,” tambahnya.

Menurut Farley, Apple berhasil menciptakan prosesor yang mampu beroperasi dalam aktivitas data yang sangat intensif seperti kecerdasan buatan (AI), augmented reality (AR), dan fotografi tingkat tinggi. Inovasi tersebut menjadi salah satu aset Apple yang sangat berharga di pasar elektronik.

Pada tahun ini Apple tersingkir oleh perusahaan China, Meituan Dianping, yang menduduki posisi puncak untuk pertama kali di Fast Company. Meituan Dianping merupakan perusahaan pembuat aplikasi mobile untuk layanan pemesanan kamar hotel, tiket bioskop, hingga pengantaran makanan.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8628 seconds (0.1#10.140)