Selandia Baru Bakal Larang Senjata Semi-Otomatis usai Serangan Teroris

Sabtu, 16 Maret 2019 - 08:23 WIB
Selandia Baru Bakal...
Selandia Baru Bakal Larang Senjata Semi-Otomatis usai Serangan Teroris
A A A
WELLINGTON - Pemerintah Selandia Baru akan melarang senjata semi-otomatis setelah serangan teroris di dua masjid di Christchurch yang menewaskan 49 orang. Tersangka, Brenton Harrison Tarrant, 28, warga Australia, telah dibawa ke pengadilan, Sabtu (16/3/2019).

Rencana pelarangan senjata semi-otomatis itu disampaikan Perdana Menteri Jacinda Ardern. Tarrant diduga telah membeli lima senjata secara legal untuk melakukan pembantaian saat salat Jumat kemarin.

"Tersangka utama adalah warga negara Australia yang melakukan perjalanan secara sporadis ke Selandia Baru dan tinggal dalam jumlah waktu yang bervariasi," kata Ardern kepada wartawan. "Saya tidak akan menggambarkannya sebagai penduduk jangka panjang."

PM Ardern sebelumnya menyatakan penembakan di dua masjid tersebut sebagai serangan teroris. Tarrant sendiri tidak masuk daftar pengawasan pemerintah di Selandia Baru atau pun Australia.

"Ada lima senjata yang digunakan oleh tersangka utama," kata Ardern pada konferensi pers di Wellington, dikutip CNN. "Ada dua senjata semi-otomatis dan dua senapan. Pelaku memiliki lisensi senjata. Saya menduga ini diperoleh pada November 2017. Senjata api pengungkit juga ditemukan."

Menurutnya, Tarrant mulai membeli senjata secara legal pada Desember 2017. "Sementara pekerjaan sedang dilakukan untuk rantai peristiwa yang mengarah pada pemegang lisensi senjata ini dan kepemilikan senjata-senjata ini, saya dapat memberitahumu satu hal sekarang. Undang-undang senjata kita akan berubah," papar PM Ardern, mengacu pada rencana larangan senjata semi-otomatis.

Menurut Ardern Tarrant mendapat lisensi senjata api "kategori A" pada tahun 2017, dan mulai menimbun senjata secara legal pada saat itu.

Tarrant berasal dari kota Grafton, timur laut New South Wales. Namun, dia telah tinggal di Dunedin, Selandia Baru, untuk beberapa waktu. Ketika berada di Australia, ia bekerja sebagai pelatih pribadi di pusat kebugaran lokal di Grafton dari 2009 hingga 2011.

Dia telah menulis manifesto setebal 74 halaman, berjudul "The Great Replacement: Towards A New Society". Manifesto anti-imigran itu berisi penjelasan tentang siapa dirinya dan alasan mengapa dia melakukan serangan.

Dalam manifesto itu, Tarrant menulis bahwa sumpah "balas dendam" terhadap "penyerbu" Muslim di "negara-negara orang kulit putih". Menurut laporan media lokal, manifestonya ditulis dua minggu sebelum serangan. Tarrant juga menyiarkan langsung serangannya itu di Facebook. Video ketika dia menembaki para jamaah telah dihapus pihak Facebook dan YouTube atas permintaan polisi.

Manifesto itu menunjukkan Tarrant memiliki kepercayaan neo-fasis dan gambar yang terinspirasi dari penembak terkenal dan penakluk masa lalu. Senjatanya terdapat tulisan dan slogan neo-Nazi, nama-nama ekstremis, serta tokoh-tokoh bersejarah yang berperang melawan Muslim.

Akibat penembakan brutal Tarrant, sebanyak 49 orang tewas di masjid Al Noor dan masjid Linwood dan lebih dari 40 orang terluka. Dari puluhan korban luka, beberapa di antaranya kritis.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2735 seconds (0.1#10.140)