Lima Tahun Tragedi MH370, Keluarga Penumpang Saling Menguatkan
A
A
A
KUALA LUMPUR - Tanggal 8 Maret 2019 nanti akan menjadi momen lima tahun tragedi hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370. Banyak keluarga penumpang mengenang orang-orang yang mereka cintai naik pesawat itu dan belum ditemukan hingga kini.
Kelompok keluarga penumpang di Malaysia bertemu sekitar sebulan sekali—biasanya di kedai kopi atau rumah di Kuala Lumpur—untuk saling menguatkan dan berusaha untuk tetap membuat momen hilangnya penerbangan Malaysia Airlines MH370 diingat terus oleh publik.
Kerabat mereka termasuk di antara 239 penumpang yang berada di Boeing 777 ketika pesawat itu menghilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing pada 8 Maret 2014. Kejadian itu menjadi misteri penerbangan terbesar di dunia.
Potongan puing-puing pesawat telah "menguap" di garis pantai Afrika timur, tetapi dua pencarian bawah laut di Samudra Hindia selatan terbukti tidak membuahkan hasil dan meninggalkan sedikit petunjuk tentang apa yang terjadi pada penerbangan itu.
"Ini melampaui kelompok yang menunggu jawaban," kata Gonzales, seorang guru TK berusia 57 tahun yang sering menjadi tuan rumah kelompok itu di rumahnya di pinggiran Kuala Lumpur.
"(Mereka) itu telah menjadi keluarga juga, keluarga besar," katanya kepada Reuters, Sabtu (2/3/2019).
Selama lima tahun kelompok ini berkampanye untuk menjaga perhatian publik pada MH370 dan saling membantu mengatasi kesedihan mereka serta mencoba menjalani kehidupan normal dengan kembali bekerja, membesarkan anak-anak dan, dalam kasus Gonzales adalah memerangi penyakit.
Dia didiagnosis menderita kanker payudara pada tahun 2016 untuk kedua kalinya dalam hidupnya. "Ketika saya pertama kali menderita kanker, saya meminta dukungan suami saya," katanya.
"Ini kedua kalinya, tidak (menyerah). Tapi saya punya banyak anggota keluarga, teman-teman saya, anak-anak saya, dan sekarang keluarga MH370 saya...jadi itu membuat kami terus maju," ujarnya.
Di ruang tamunya tergantung lukisan bidang biru dan kuning—hadiah dari Calvin Shim, kerabat kru MH370. Lukisan itu untuk membantunya tetap tenang saat pulih dari operasi.
Shim, ayah dua anak, mengatakan kelompok keluarga penumpang MH370 membantunya menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang tua tunggal. Istrinya, Christine Tan, adalah anggota kru MH370.
"Keluarga-keluarga lain tahu persis bagaimana perasaan kita masing-masing," katanya dalam sebuah pertemuan di rumah Gonzales.
"Secara emosional, itu merupakan dukungan dan bantuan yang baik bagi kami, terutama karena pesawat belum ditemukan," imbuh dia.
Pada awal 2017, Malaysia, China dan Australia membatalkan pencarian yang sudah berlangsung dua tahun. Pencarian yang menghabiskan USD144 juta di Samudra Hindia selatan itu tidak menemukan jejak pesawat.
Pencarian tiga bulan selanjutnya di utara area target aslinya, yang dipimpin oleh perusahaan eksplorasi Amerika Serikat, Infinity Ocean, berakhir sama pada Mei 2018.
Sebuah laporan setebal 495 halaman yang diterbitkan pemerintah Malaysia pada bulan Juli tahun lalu mengatakan Boeing 777 kemungkinan sengaja diambil keluar jalur, tetapi para penyelidik tidak dapat menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Pemerintah Malaysia mengatakan akan mempertimbangkan untuk melanjutkan pencarian jika ada bukti baru.
Menurut Gonzales, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di saat-saat terakhir pesawat hilang. "Ketika teman-teman memberi tahu saya bahwa pasangan mereka telah meninggal, saya menjadi sangat cemburu karena mereka memiliki akhir," katanya.
"Mereka mengucapkan selamat tinggal. Tetapi bagi kita, kita belum mengucapkan selamat tinggal sama sekali," ujarnya.
Kelompok keluarga penumpang di Malaysia bertemu sekitar sebulan sekali—biasanya di kedai kopi atau rumah di Kuala Lumpur—untuk saling menguatkan dan berusaha untuk tetap membuat momen hilangnya penerbangan Malaysia Airlines MH370 diingat terus oleh publik.
Kerabat mereka termasuk di antara 239 penumpang yang berada di Boeing 777 ketika pesawat itu menghilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing pada 8 Maret 2014. Kejadian itu menjadi misteri penerbangan terbesar di dunia.
Potongan puing-puing pesawat telah "menguap" di garis pantai Afrika timur, tetapi dua pencarian bawah laut di Samudra Hindia selatan terbukti tidak membuahkan hasil dan meninggalkan sedikit petunjuk tentang apa yang terjadi pada penerbangan itu.
"Ini melampaui kelompok yang menunggu jawaban," kata Gonzales, seorang guru TK berusia 57 tahun yang sering menjadi tuan rumah kelompok itu di rumahnya di pinggiran Kuala Lumpur.
"(Mereka) itu telah menjadi keluarga juga, keluarga besar," katanya kepada Reuters, Sabtu (2/3/2019).
Selama lima tahun kelompok ini berkampanye untuk menjaga perhatian publik pada MH370 dan saling membantu mengatasi kesedihan mereka serta mencoba menjalani kehidupan normal dengan kembali bekerja, membesarkan anak-anak dan, dalam kasus Gonzales adalah memerangi penyakit.
Dia didiagnosis menderita kanker payudara pada tahun 2016 untuk kedua kalinya dalam hidupnya. "Ketika saya pertama kali menderita kanker, saya meminta dukungan suami saya," katanya.
"Ini kedua kalinya, tidak (menyerah). Tapi saya punya banyak anggota keluarga, teman-teman saya, anak-anak saya, dan sekarang keluarga MH370 saya...jadi itu membuat kami terus maju," ujarnya.
Di ruang tamunya tergantung lukisan bidang biru dan kuning—hadiah dari Calvin Shim, kerabat kru MH370. Lukisan itu untuk membantunya tetap tenang saat pulih dari operasi.
Shim, ayah dua anak, mengatakan kelompok keluarga penumpang MH370 membantunya menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang tua tunggal. Istrinya, Christine Tan, adalah anggota kru MH370.
"Keluarga-keluarga lain tahu persis bagaimana perasaan kita masing-masing," katanya dalam sebuah pertemuan di rumah Gonzales.
"Secara emosional, itu merupakan dukungan dan bantuan yang baik bagi kami, terutama karena pesawat belum ditemukan," imbuh dia.
Pada awal 2017, Malaysia, China dan Australia membatalkan pencarian yang sudah berlangsung dua tahun. Pencarian yang menghabiskan USD144 juta di Samudra Hindia selatan itu tidak menemukan jejak pesawat.
Pencarian tiga bulan selanjutnya di utara area target aslinya, yang dipimpin oleh perusahaan eksplorasi Amerika Serikat, Infinity Ocean, berakhir sama pada Mei 2018.
Sebuah laporan setebal 495 halaman yang diterbitkan pemerintah Malaysia pada bulan Juli tahun lalu mengatakan Boeing 777 kemungkinan sengaja diambil keluar jalur, tetapi para penyelidik tidak dapat menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Pemerintah Malaysia mengatakan akan mempertimbangkan untuk melanjutkan pencarian jika ada bukti baru.
Menurut Gonzales, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di saat-saat terakhir pesawat hilang. "Ketika teman-teman memberi tahu saya bahwa pasangan mereka telah meninggal, saya menjadi sangat cemburu karena mereka memiliki akhir," katanya.
"Mereka mengucapkan selamat tinggal. Tetapi bagi kita, kita belum mengucapkan selamat tinggal sama sekali," ujarnya.
(mas)