Presiden Sudan Nyatakan Keadaan Darurat Selama Setahun
A
A
A
KHARTOUM - Presiden Sudan Omar al-Bashir menyatakan keadaan darurat nasional dan membubarkan pemerintah pada Jumat waktu setempat. Ini dilakukan sebagai upaya untuk memadamkan demonstrasi berminggu-minggu yang telah mengguncang pemerintahannya.
Protes maut pecah di seluruh negara Afrika timur itu sejak pemerintah menaikkan harga roti tiga kali lipat pada 19 Desember lalu. Demonstran menuduh pemerintah salah kelola ekonomi negara dan menyerukan pemimpin veteran itu untuk turun.
"Saya mengumumkan memberlakukan keadaan darurat di seluruh negeri selama satu tahun," kata Bashir dalam pidato yang disiarkan televisi dari istana presiden di Khartoum.
"Saya mengumumkan pembubaran pemerintah di tingkat federal dan di tingkat provinsi," tambahnya seperti dilansir dari AFP, Sabtu (23/2/2019).
Namun, para demonstran bersumpah untuk melanjutkan aksi demonstrasi mereka sampai Bashir mundur.
"Kami menyerukan kepada rakyat kami untuk melanjutkan demonstrasi sampai tujuan utama pemberontakan ini, pengunduran diri kepala rezim, tercapai," kata Asosiasi Profesional Sudan yang menjadi ujung tombak aksi demonstrasi, tepat setelah Bashir mengumumkan negara darurat.
Jumat malam, kerumunan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di Omdurman, kota kembar Khartoum, tetapi dengan cepat berhadapan dengan gas air mata oleh polisi anti huru hara, kata saksi mata.
Beberapa jam setelah dia membuat pengumuman, Bashir mengeluarkan dua keputusan presiden yang menunjuk 16 perwira militer dan dua perwira keamanan sebagai gubernur baru untuk 18 provinsi di negara itu.
Ia juga mengumumkan bahwa lima anggota kabinet luar, termasuk menteri untuk urusan luar negeri, pertahanan dan keadilan, akan mempertahankan jabatan menteri mereka.
Pada hari yang sama, Bashir juga telah meminta untuk menunda pertemuan panel parlemen yang dibentul untuk berusaha melakukan amandemen konstitusi guna memungkinkan jabatan presiden ketiga. Namun ia tidak mengurainkan alasannya meminta penundaan.
Bashir sedang mempertimbangkan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga setelah ia terpilih sebagai kandidat presiden oleh Partai Kongres Nasional yang berkuasa untuk pemilihan yang akan jatuh tempo tahun depan.
Kesengsaraan finansial Sudan sudah lama menjadi penyebab frustrasi rakyat sebelum kemarahan tumpah ke jalanan setelah kenaikan harga roti.
Melonjaknya inflasi bersama dengan kekurangan mata uang asing yang akut telah memukul ekonomi, terutama setelah kemerdekaan Sudan Selatan pada 2011 mengambil sebagian besar pendapatan minyak.
"Negara kita menderita dari situasi yang sulit dan rumit, yang paling sulit dalam sejarahnya," kata Bashir, mengenakan sorban dan jubah tradisional Sudan, di depan sekelompok penasihat dan menteri yang akan keluar.
"Masalah ekonomi perlu ditangani oleh orang-orang yang berkualitas dan untuk ini saya akan membentuk pemerintah yang terbuat dari orang-orang berkualitas," katanya.
Bashir tetap menolak seruan pemrotes agar ia mundur setelah tiga dekade berkuasa.
Demonstrasi pertama kali meletus di kota pertanian Atbara. Sejak itu demonstrasi dengan cepat menjamur dan menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Bashir.
Para pejabat mengatakan 31 orang telah tewas dalam kekerasan itu. Data berbeda di tunjukkan Human Rights Watch yang mengatakan setidaknya 51 orang telah tewas termasuk petugas medis dan anak-anak.
Badan Intelijen dan Keamanan Nasional (NISS) yang ditakuti di negara itu telah meluncurkan tindakan keras untuk memadamkan protes, memenjarakan ratusan pemrotes, pemimpin oposisi, aktivis dan jurnalis.
Bashir (75) meraih kekuasaan dalam kudeta yang didukung Islam pada 1989 yang menggulingkan pemerintah terpilih perdana menteri saat itu Sadiq al-Mahdi.
Ini bukan pertama kalinya Bashir memberlakukan keadaan darurat nasional. Dia pernah melakukannya pada Desember 1999 ketika sebuah krisis politik meletus setelah dia memutuskan hubungan dengan mentor lslamis Hassan al-Turabi.
Protes maut pecah di seluruh negara Afrika timur itu sejak pemerintah menaikkan harga roti tiga kali lipat pada 19 Desember lalu. Demonstran menuduh pemerintah salah kelola ekonomi negara dan menyerukan pemimpin veteran itu untuk turun.
"Saya mengumumkan memberlakukan keadaan darurat di seluruh negeri selama satu tahun," kata Bashir dalam pidato yang disiarkan televisi dari istana presiden di Khartoum.
"Saya mengumumkan pembubaran pemerintah di tingkat federal dan di tingkat provinsi," tambahnya seperti dilansir dari AFP, Sabtu (23/2/2019).
Namun, para demonstran bersumpah untuk melanjutkan aksi demonstrasi mereka sampai Bashir mundur.
"Kami menyerukan kepada rakyat kami untuk melanjutkan demonstrasi sampai tujuan utama pemberontakan ini, pengunduran diri kepala rezim, tercapai," kata Asosiasi Profesional Sudan yang menjadi ujung tombak aksi demonstrasi, tepat setelah Bashir mengumumkan negara darurat.
Jumat malam, kerumunan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di Omdurman, kota kembar Khartoum, tetapi dengan cepat berhadapan dengan gas air mata oleh polisi anti huru hara, kata saksi mata.
Beberapa jam setelah dia membuat pengumuman, Bashir mengeluarkan dua keputusan presiden yang menunjuk 16 perwira militer dan dua perwira keamanan sebagai gubernur baru untuk 18 provinsi di negara itu.
Ia juga mengumumkan bahwa lima anggota kabinet luar, termasuk menteri untuk urusan luar negeri, pertahanan dan keadilan, akan mempertahankan jabatan menteri mereka.
Pada hari yang sama, Bashir juga telah meminta untuk menunda pertemuan panel parlemen yang dibentul untuk berusaha melakukan amandemen konstitusi guna memungkinkan jabatan presiden ketiga. Namun ia tidak mengurainkan alasannya meminta penundaan.
Bashir sedang mempertimbangkan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga setelah ia terpilih sebagai kandidat presiden oleh Partai Kongres Nasional yang berkuasa untuk pemilihan yang akan jatuh tempo tahun depan.
Kesengsaraan finansial Sudan sudah lama menjadi penyebab frustrasi rakyat sebelum kemarahan tumpah ke jalanan setelah kenaikan harga roti.
Melonjaknya inflasi bersama dengan kekurangan mata uang asing yang akut telah memukul ekonomi, terutama setelah kemerdekaan Sudan Selatan pada 2011 mengambil sebagian besar pendapatan minyak.
"Negara kita menderita dari situasi yang sulit dan rumit, yang paling sulit dalam sejarahnya," kata Bashir, mengenakan sorban dan jubah tradisional Sudan, di depan sekelompok penasihat dan menteri yang akan keluar.
"Masalah ekonomi perlu ditangani oleh orang-orang yang berkualitas dan untuk ini saya akan membentuk pemerintah yang terbuat dari orang-orang berkualitas," katanya.
Bashir tetap menolak seruan pemrotes agar ia mundur setelah tiga dekade berkuasa.
Demonstrasi pertama kali meletus di kota pertanian Atbara. Sejak itu demonstrasi dengan cepat menjamur dan menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Bashir.
Para pejabat mengatakan 31 orang telah tewas dalam kekerasan itu. Data berbeda di tunjukkan Human Rights Watch yang mengatakan setidaknya 51 orang telah tewas termasuk petugas medis dan anak-anak.
Badan Intelijen dan Keamanan Nasional (NISS) yang ditakuti di negara itu telah meluncurkan tindakan keras untuk memadamkan protes, memenjarakan ratusan pemrotes, pemimpin oposisi, aktivis dan jurnalis.
Bashir (75) meraih kekuasaan dalam kudeta yang didukung Islam pada 1989 yang menggulingkan pemerintah terpilih perdana menteri saat itu Sadiq al-Mahdi.
Ini bukan pertama kalinya Bashir memberlakukan keadaan darurat nasional. Dia pernah melakukannya pada Desember 1999 ketika sebuah krisis politik meletus setelah dia memutuskan hubungan dengan mentor lslamis Hassan al-Turabi.
(ian)