Legislator AS Tolak Aksi Militer di Venezuela

Kamis, 14 Februari 2019 - 10:23 WIB
Legislator AS Tolak...
Legislator AS Tolak Aksi Militer di Venezuela
A A A
WASHINGTON - Kongres Amerika Serikat (AS) akan menentang intervensi militer di Venezuela . Kongres juga menentang kredibilitas utusan khusus Presiden Donald Trump, Elliott Abrams, atas masa lalunya dalam operasi rahasia AS.

Ketua Partai Demokrat dari Komite Urusan Luar Negeri DPR AS, Eliot Engel, menyatakan keprihatinannya tentang isyarat Trump bahwa tindakan militer adalah sebuah pilihan di Venezuela.

"Saya khawatir dengan ancaman kekuatan militer presiden, isyaratnya bahwa intervensi militer AS tetap menjadi pilihan. Saya ingin menjelaskan kepada mereka yang menyaksikan dan kepada siapa pun yang menonton: Intervensi militer AS bukan pilihan," kata Engel dalam rapat dengar pendapat terkait Venezuela seperti dilansir dari Reuters, Kamis (14/2/2019).

Di bawah hukum AS, Kongres harus menyetujui tindakan militer terhadap negara asing dan bukan presiden.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menegaskan, penggunaan kekuatan militer AS di Venezuela menjadi salah satu opsi yang ada. Pengerahan pasukan AS ini seiring dengan terus berlangsungnya krisis politik di Venezuela yang kian meruncing.

Pernyataan soal opsi pengerahan militer ke Venezuela dilontarkan Trump dalam sebuah wawancara dengan CBS, Jumat (1/2) malam. Ketika ditanya apa yang akan membuatnya menggunakan kekuatan militer di Venezuela dan apa kepentingan keamanan nasional untuk tindakan seperti itu, Trump berkata, "Yah, saya tidak ingin mengatakan itu, tapi tentu saja itu sesuatu yang ada di - itu pilihan."

Baca Juga: Trump Pertimbangkan Opsi Intervensi Militer di Venezuela

Krisis politik di Venezuela memburuk setelah Ketua Majelis Nasional atau Parlemen yang dikendalikan oposisi, Juan Guaido, mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara sampai pemilu terbaru digelar. AS dan sekutu-sekutunya ikut mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venzuela dan tidak mengakui Maduro sebagai pemimpin yang sah.

Negara yang pernah dipimpin Hugo Chavez itu sebenarnya sudah menggelar pemilu 2018 lalu. Pemenangnya adalah Maduro dari United Socialist Party of Venezuela (PSUV). Namun, pemimpin oposisi dari Partai Popular Will (PV), Juan Guaido, tak mengakui kemenangan itu dengan alasan pemilu dicurangi. Sebaliknya, Guaido menyerukan demo besar-besaran untuk melengserkan Maduro.

Rusia, China, Meksiko, Turki dan beberapa negara lain berdiri di belakang Maduro dan mendesak dialog damai untuk menyelesaikan krisis.

Sedangkan Prancis, Jerman dan Spanyol dari blok Uni Eropa sejak sepekan lalu telah mengancam akan mengikuti langkah AS untuk mengakui Guaido sebagai presiden sementara jika rezim Maduro tak menggelar pemilu terbaru dalam waktu delapan hari. Ultimatum itu berakhir pada hari Senin (4/2/2019).

Pemerintah Caracas menuduh Washington ikut campur urusan dalam negerinya dengan harapan mendapat untung dari cadangan minyaknya yang tercatat terbesar di dunia.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1181 seconds (0.1#10.140)