Berawal Kontroversi, Dipengaruhi Aliran Politik dan Ideologi

Rabu, 13 Februari 2019 - 08:31 WIB
Berawal Kontroversi, Dipengaruhi Aliran Politik dan Ideologi
Berawal Kontroversi, Dipengaruhi Aliran Politik dan Ideologi
A A A
APAKAH Hillary Clinton mendalangi cincin perdagangan anak global dari restoran pizza Washington? Tidak.

Apakah George W Bush mendalangi skenario menghancurkan Twin Towers dan menewaskan ribuan orang pada 2001? Jawabannya tidak.

Kenapa begitu banyak orang percaya dengan teori konspirasi? Apa yang diceritakan teori konspirasi tentang cara kita melihat dunia?

“Teori konspirasi itu jauh dari fenomena baru. Mereka tetap menjadi dengung konstan selama 100 tahun terakhir,” kata Prof Joe Uscinski, penulis American Conspiracy Theories, dilansir BBC. Teori konspirasi juga berkembang dibandingkan apa yang dipikirkan manusia.

Ternyata apakah seseorang percaya teori konspirasi tergantung ideologi apakah berada di kiri atau kanan. Itu akan mempengaruhi orang melihat suatu skenario teori konspirasi. “Kedua belah pihak itu berkaitan dengan pemikiran konspirasi,” kata Uscinski.

Dia mengungkapkan, orang yang percaya bahwa Bush meledakkan Twin Towers adalah pendukung Demokrat. Orang yang berpikir bahwa Obama memalsukan sertifikat kelahirannya adalah orang Partai Republik.

Teori konspirasi lainnya adalah pendaratan astronot Amerika Serikat (AS) di bulan adalah sebuah kebohongan. Klaim kelompok Ilumnitai yang mengendalikan selebritas dan politikus merupakan suatu kebenaran.

Untuk bisa memahami bagaimana teori konspirasi, sebaiknya membutuhkan pemahaman tentang psikologi. “Kita sangat baik dalam mengenali pola dan keteraturan. Tapi, kita kerap memainkannya terlalu berlebihan ketika kita melihat makna dan signifikasinya,” ujar profesor psikologi Chris French dari Universitas London. Dia mengungkapkan, manusia kerap berasumsi bahwa sesuatu terjadi karena ada seseorang yang mewujudkannya dengan suatu alasan.

Sebuah cerita akan menjadi teori konspirasi karena itu mengandung suatu yang menarik dan suatu yang kontroversial. “Jika kamu melihat data demografi, kepercayaan terhadap konspirasi terjadi di lintas kelas sosial, gender, dan lintas usia,” ungkap French.

Teori konspirasi juga bermain pada tataran politik. Seperti diungkapkan Larry Bartels, pakar politik dari Universitas Vanderbilt. “Kita kerap menyalahkan politikus untuk peristiwa buruk, meskipun peristiwa tersebut di luar kendali mereka,” kata Bartels.

Kemudian, peran “kita” atau “mereka” pada teori konsirasi juga ditemukan pada kelompok politik. Itu terlihat dengan referendum Uni Eropa (UE) yang menciptakan kelompok Remainer, pendukung UE dan Leaver, pendukung Brexit (Britain Exit). “Orang akan merasa bergabung dengan kelompok mereka. Mereka akan merasa menjadi antagonis terhadap kelompok lainnya,” kata Sara Hobolt dari London School of Economics. (Andika Hendra).
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5796 seconds (0.1#10.140)