Muslimah Anggota DPR AS Tertawa Israel Disebut Negara Demokrasi
A
A
A
WASHINGTON - Ilhan Omar, seorang muslimah yang jadi anggota Kongres Amerika Serikat (AS) mengatakan Washington harus menghukum Israel seperti yang dilakukan terhadap Iran. Dia mengaku tertawa ketika Israel disebut sebagai negara demokrasi.
Omar, seorang pengungsi kelahiran Somalia dari Ethiopia, adalah bagian dari gelombang baru Demokrat, yang naik melenggang ke Kongres AS setelah pemilihan umum (pemilu) sela 2018 di mana Demokrat memperoleh 40 kursi di Kongres atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Muslimah lain yang jadi anggota DPR AS adalah Rashida Tlaib, politisi Demokrat asal Michigan. Dua muslimah pertama yang melenggang di Kongres AS itu mendukung kampanye Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) melawan Israel.
Omar, politisi Demokrat asal Minnesota, sudah dikenal sebagai salah satu kritikus paling kuat terhadap Israel di Capitol Hill. Kritik kerasnya terakhirnya muncul dua minggu setelah Ketua DPR Nancy Pelosi menunjuknya sebagai anggota Komite Luar Negeri DPR, komite yang mengawasi kebijakan luar negeri AS dan bantuan asing.
Selama wawancara dengan Zainab Salbi di "Through Her Eyes" Yahoo News, Omar ditanya tentang pandangannya soal Israel. Di luar dukungannya untuk gerakan BDS, ia pernah men-tweet soal perang Israel-Hamas 2014 dengan menyebut Israel telah "menghipnotis dunia". Namun, ia baru-baru ini meminta maaf.
"Saya ingin berbicara tentang Israel karena telah menjadi titik perselisihan," kata Salbi membuka wawancara. "Bagaimana Amerika bisa bekerja secara produktif menuju perdamaian yang adil dan abadi antara Israel dan Palestina, menurut Anda?"
Omar menanggapi dengan mengatakan Amerika Serikat secara historis lebih menyukai Israel dalam konflik.
"Dengan memiliki pendekatan yang sama untuk menangani keduanya," katanya. "Sebagian besar hal yang memberatkan saya adalah bahwa kami memiliki kebijakan yang membuat satu lebih unggul dari yang lain. Dan kami menutupinya dengan percakapan tentang keadilan dan solusi dua negara. Ketika Anda memiliki kebijakan yang jelas memprioritaskan satu di atas yang lain."
Ketika Salbi memintanya untuk mengklarifikasi komentarnya, Omar kemudian mengkritik nation-state law Israel (hukum negara-bangsa Israel) yang kontroversial, yang disahkan tahun lalu. Menurutnya, Washington tidak boleh menjadi pendukung tegas suatu negara yang menerapkan hukum yang secara efektif mendiskriminasi agama non-Yahudi, agama minoritas di Israel.
"Maksud saya hanya hubungan kita dengan pemerintah Israel dan negara Israel," kata Omar. “Jadi ketika saya melihat Israel melembagakan hukum yang mengenalinya sebagai negara Yahudi dan tidak mengakui agama-agama lain yang hidup di dalamnya dan kami masih menjunjungnya sebagai demokrasi di Timur Tengah, saya hampir terkekeh karena saya tahu jika...kami melihat bahwa di masyarakat lain, kami akan mengkritiknya," papar Omar.
"Kami akan menyebutnya," lanjutnya. "Kami melakukan itu pada Iran, pada tempat lain yang menjunjung tinggi agamanya. Dan saya melihat bahwa sekarang di Arab Saudi dan saya benar-benar diperburuk dalam kontradiksi-kontradiksi itu," imbuh dia.
Israel mengesahkan hukum atau undang-undang tersebut, yang disponsori oleh partai Likud pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, pada bulan Juli. Hukum itu menarik kritik keras dari orang-orang Yahudi di Israel dan luar negeri karena menurunkan status bahasa Arab ke bahasa non-resmi, mempromosikan status agama Yahudi dalam masalah hukum, dan tidak menentukan hak yang sama untuk semua warga negara Israel.
Sementara itu, Kelompok pro-Israel baru untuk Demokrat yang didirikan minggu ini oleh Mark Mellman, mengkritik Omar yang menyamakan Israel dengan Iran. Menurut kelompok tersebut, penyamaan oleh Omar itu tidak masuk akal.
"Israel adalah negara demokrasi di mana hak-hak minoritas dilindungi. Di Israel wewenang berada di tangan parlemen, di mana Joint List (partai yang didominasi orang Arab) adalah partai terbesar ketiga, dan dengan pengadilan, yang dipimpin oleh hakim yang sama-sama Arab dan Yahudi," kata Mellman, CEO dari Democratic Majority for Israel, kata dalam sebuah pernyataan.
“Iran adalah negara teokrasi di mana kekuasaan penuh dan final ada di tangan seorang tokoh agama, Pemimpin Tertinggi. Iran juga telah diidentifikasi oleh pemerintahan Demokrat dan Republik sebagai sponsor terorisme negara terkemuka di dunia," imbuh Mellman, dikutip Times of Israel, Sabtu (2/2/2019).
Omar, seorang pengungsi kelahiran Somalia dari Ethiopia, adalah bagian dari gelombang baru Demokrat, yang naik melenggang ke Kongres AS setelah pemilihan umum (pemilu) sela 2018 di mana Demokrat memperoleh 40 kursi di Kongres atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Muslimah lain yang jadi anggota DPR AS adalah Rashida Tlaib, politisi Demokrat asal Michigan. Dua muslimah pertama yang melenggang di Kongres AS itu mendukung kampanye Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) melawan Israel.
Omar, politisi Demokrat asal Minnesota, sudah dikenal sebagai salah satu kritikus paling kuat terhadap Israel di Capitol Hill. Kritik kerasnya terakhirnya muncul dua minggu setelah Ketua DPR Nancy Pelosi menunjuknya sebagai anggota Komite Luar Negeri DPR, komite yang mengawasi kebijakan luar negeri AS dan bantuan asing.
Selama wawancara dengan Zainab Salbi di "Through Her Eyes" Yahoo News, Omar ditanya tentang pandangannya soal Israel. Di luar dukungannya untuk gerakan BDS, ia pernah men-tweet soal perang Israel-Hamas 2014 dengan menyebut Israel telah "menghipnotis dunia". Namun, ia baru-baru ini meminta maaf.
"Saya ingin berbicara tentang Israel karena telah menjadi titik perselisihan," kata Salbi membuka wawancara. "Bagaimana Amerika bisa bekerja secara produktif menuju perdamaian yang adil dan abadi antara Israel dan Palestina, menurut Anda?"
Omar menanggapi dengan mengatakan Amerika Serikat secara historis lebih menyukai Israel dalam konflik.
"Dengan memiliki pendekatan yang sama untuk menangani keduanya," katanya. "Sebagian besar hal yang memberatkan saya adalah bahwa kami memiliki kebijakan yang membuat satu lebih unggul dari yang lain. Dan kami menutupinya dengan percakapan tentang keadilan dan solusi dua negara. Ketika Anda memiliki kebijakan yang jelas memprioritaskan satu di atas yang lain."
Ketika Salbi memintanya untuk mengklarifikasi komentarnya, Omar kemudian mengkritik nation-state law Israel (hukum negara-bangsa Israel) yang kontroversial, yang disahkan tahun lalu. Menurutnya, Washington tidak boleh menjadi pendukung tegas suatu negara yang menerapkan hukum yang secara efektif mendiskriminasi agama non-Yahudi, agama minoritas di Israel.
"Maksud saya hanya hubungan kita dengan pemerintah Israel dan negara Israel," kata Omar. “Jadi ketika saya melihat Israel melembagakan hukum yang mengenalinya sebagai negara Yahudi dan tidak mengakui agama-agama lain yang hidup di dalamnya dan kami masih menjunjungnya sebagai demokrasi di Timur Tengah, saya hampir terkekeh karena saya tahu jika...kami melihat bahwa di masyarakat lain, kami akan mengkritiknya," papar Omar.
"Kami akan menyebutnya," lanjutnya. "Kami melakukan itu pada Iran, pada tempat lain yang menjunjung tinggi agamanya. Dan saya melihat bahwa sekarang di Arab Saudi dan saya benar-benar diperburuk dalam kontradiksi-kontradiksi itu," imbuh dia.
Israel mengesahkan hukum atau undang-undang tersebut, yang disponsori oleh partai Likud pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, pada bulan Juli. Hukum itu menarik kritik keras dari orang-orang Yahudi di Israel dan luar negeri karena menurunkan status bahasa Arab ke bahasa non-resmi, mempromosikan status agama Yahudi dalam masalah hukum, dan tidak menentukan hak yang sama untuk semua warga negara Israel.
Sementara itu, Kelompok pro-Israel baru untuk Demokrat yang didirikan minggu ini oleh Mark Mellman, mengkritik Omar yang menyamakan Israel dengan Iran. Menurut kelompok tersebut, penyamaan oleh Omar itu tidak masuk akal.
"Israel adalah negara demokrasi di mana hak-hak minoritas dilindungi. Di Israel wewenang berada di tangan parlemen, di mana Joint List (partai yang didominasi orang Arab) adalah partai terbesar ketiga, dan dengan pengadilan, yang dipimpin oleh hakim yang sama-sama Arab dan Yahudi," kata Mellman, CEO dari Democratic Majority for Israel, kata dalam sebuah pernyataan.
“Iran adalah negara teokrasi di mana kekuasaan penuh dan final ada di tangan seorang tokoh agama, Pemimpin Tertinggi. Iran juga telah diidentifikasi oleh pemerintahan Demokrat dan Republik sebagai sponsor terorisme negara terkemuka di dunia," imbuh Mellman, dikutip Times of Israel, Sabtu (2/2/2019).
(mas)