USAID Hentikan Bantuan untuk Palestina
A
A
A
YERUSALEM - Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) telah menghentikan semua bantuan kepada warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan Gaza. Penghentian yang diminta oleh Otoritas Palestina itu dipastikan akan membawa kesulitan lebih lanjut kepada orang-orang di wilayah yang sudah dirampas.
Tenggat waktu juga berlaku untuk bantuan AS senilai USD60 juta untuk pasukan keamanan Palestina, yang kerjasamanya dengan pasukan Israel membantu menjaga ketenangan di Tepi Barat.
Keputusan itu terkait dengan batas waktu 31 Januari yang ditetapkan oleh undang-undang AS yang baru di mana penerima bantuan asing akan lebih terekspos pada tuntutan hukum anti-terorisme.
Undang-Undang Anti-Terorisme AS, ATCA, memberi wewenang kepada warga AS untuk menuntut penerima bantuan asing di pengadilan AS atas tuduhan keterlibatan dalam aksi perang.
Otoritas Palestina menolak lebih jauh pendanaan AS atas kekhawatiran tentang kemungkinan eksposur hukumnya, meskipun membantah tuduhan Israel bahwa ia mendorong serangan militan.
"Atas permintaan Otoritas Palestina, kami telah menghentikan beberapa proyek dan program tertentu yang didanai dengan bantuan di bawah otoritas yang ditentukan dalam ATCA di Tepi Barat dan Gaza," ujar seorang pejabat AS.
"Semua bantuan USAID di Tepi Barat dan Gaza telah berhenti," imbuhnya seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (2/2/2019).
Tidak jelas berapa lama penghentian akan berlangsung. Pejabat itu mengatakan saat ini tidak ada langkah yang diambil untuk menutup misi USAID di wilayah Palestina, dan belum ada keputusan tentang penempatan staf di misi USAID di Kedutaan Besar AS di Yerusalem.
USAID adalah badan utama yang mengelola bantuan luar negeri AS di wilayah Palestina. Menurut situs webnya, badan tersebut menghabiskan USD268 juta untuk proyek-proyek publik di Tepi Barat dan Gaza serta pembayaran utang sektor swasta Palestina pada tahun 2017, tetapi ada pemotongan yang signifikan untuk semua pendanaan baru hingga akhir Juni 2018.
Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan: "Penangguhan bantuan kepada orang-orang kami, yang meliputi sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan, akan berdampak negatif pada semua, menciptakan suasana negatif, dan meningkatkan ketidakstabilan."
Otoritas Palestina adalah badan pemerintahan sendiri sementara yang dibentuk setelah perjanjian damai Oslo 1993. Proses perdamaian, yang bertujuan menemukan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, telah terhenti sejak 2014.
Di Gaza, juru bicara Hamas Ismail Rudwan mengutuk pemotongan itu. Ia menyesalkan apa yang disebutnya uang terpolitisasi.
Pengumuman itu muncul setelah para pejabat kemanusiaan di Tepi Barat dan Gaza mengatakan mereka sudah menghadapi pengurangan dari donor di seluruh dunia.
Tahun lalu Washington memotong ratusan juta dolar bantuan kepada Palestina, yang termasuk pendanaan untuk kelompok-kelompok kemanusiaan yang didukung oleh USAID.
Pemotongan dana bantuan AS secara luas dilihat sebagai alat untuk menekan kepemimpinan Palestina untuk melanjutkan pembicaraan damai dengan Israel dan untuk terlibat dengan administrasi Trump menjelang rencana perdamaian Timur Tengah yang telah lama ditunggu-tunggu.
Akibatnya, puluhan karyawan LSM diberhentikan, program ditutup, dan proyek infrastruktur terhenti.
Di Gaza, Mohammad Ashour mengatakan dia pernah mendapat USD600 sebulan menyediakan dukungan psikologis untuk orang-orang dengan penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, diabetes dan kanker.
Proyek ini dijalankan oleh Pusat Palestina untuk Demokrasi dan Resolusi Konflik. Tetapi, kata Ashour, ia kehilangan pekerjaan pada musim panas lalu karena program itu didanai dengan bantuan uang USAID.
"Saya tidak tahu bagaimana saya akan mengejar kehidupan saya," kata Ashour, dari kamp pengungsi Bureij.
“Saya tidak punya pekerjaan dan saya berhutang, mungkin besok polisi akan datang dan membawa saya ke penjara. Seorang pria yang berpendidikan berakhir di penjara, saya hancur,” imbuhnya.
Pada bulan Agustus, Washington mengumumkan penghentian semua pendanaan AS untuk badan PBB yang membantu para pengungsi Palestina. Badan tersebut menerima USD364 juta dari AS pada tahun 2017.
Pada bulan Januari, Program Pangan Dunia memangkas bantuan pangan menjadi sekitar 190.000 warga Palestina karena kekurangan dana.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan para pejabat Palestina, AS dan Israel berusaha mencari cara untuk menjaga agar uang tetap mengalir ke pasukan keamanan Abbas.
“Kami akan menemukan solusi untuk hal-hal ini. Saya tidak akan memerinci," ujar menteri kabinet keamanan Israel Yuval Steinitz kepada Radio Israel pada hari Kamis.
USAID akan terus menerapkan manajemen konflik dan hibah mitigasi di Israel, dengan peserta Yahudi dan Arab, kata pejabat itu.
Tenggat waktu juga berlaku untuk bantuan AS senilai USD60 juta untuk pasukan keamanan Palestina, yang kerjasamanya dengan pasukan Israel membantu menjaga ketenangan di Tepi Barat.
Keputusan itu terkait dengan batas waktu 31 Januari yang ditetapkan oleh undang-undang AS yang baru di mana penerima bantuan asing akan lebih terekspos pada tuntutan hukum anti-terorisme.
Undang-Undang Anti-Terorisme AS, ATCA, memberi wewenang kepada warga AS untuk menuntut penerima bantuan asing di pengadilan AS atas tuduhan keterlibatan dalam aksi perang.
Otoritas Palestina menolak lebih jauh pendanaan AS atas kekhawatiran tentang kemungkinan eksposur hukumnya, meskipun membantah tuduhan Israel bahwa ia mendorong serangan militan.
"Atas permintaan Otoritas Palestina, kami telah menghentikan beberapa proyek dan program tertentu yang didanai dengan bantuan di bawah otoritas yang ditentukan dalam ATCA di Tepi Barat dan Gaza," ujar seorang pejabat AS.
"Semua bantuan USAID di Tepi Barat dan Gaza telah berhenti," imbuhnya seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (2/2/2019).
Tidak jelas berapa lama penghentian akan berlangsung. Pejabat itu mengatakan saat ini tidak ada langkah yang diambil untuk menutup misi USAID di wilayah Palestina, dan belum ada keputusan tentang penempatan staf di misi USAID di Kedutaan Besar AS di Yerusalem.
USAID adalah badan utama yang mengelola bantuan luar negeri AS di wilayah Palestina. Menurut situs webnya, badan tersebut menghabiskan USD268 juta untuk proyek-proyek publik di Tepi Barat dan Gaza serta pembayaran utang sektor swasta Palestina pada tahun 2017, tetapi ada pemotongan yang signifikan untuk semua pendanaan baru hingga akhir Juni 2018.
Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan: "Penangguhan bantuan kepada orang-orang kami, yang meliputi sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan, akan berdampak negatif pada semua, menciptakan suasana negatif, dan meningkatkan ketidakstabilan."
Otoritas Palestina adalah badan pemerintahan sendiri sementara yang dibentuk setelah perjanjian damai Oslo 1993. Proses perdamaian, yang bertujuan menemukan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, telah terhenti sejak 2014.
Di Gaza, juru bicara Hamas Ismail Rudwan mengutuk pemotongan itu. Ia menyesalkan apa yang disebutnya uang terpolitisasi.
Pengumuman itu muncul setelah para pejabat kemanusiaan di Tepi Barat dan Gaza mengatakan mereka sudah menghadapi pengurangan dari donor di seluruh dunia.
Tahun lalu Washington memotong ratusan juta dolar bantuan kepada Palestina, yang termasuk pendanaan untuk kelompok-kelompok kemanusiaan yang didukung oleh USAID.
Pemotongan dana bantuan AS secara luas dilihat sebagai alat untuk menekan kepemimpinan Palestina untuk melanjutkan pembicaraan damai dengan Israel dan untuk terlibat dengan administrasi Trump menjelang rencana perdamaian Timur Tengah yang telah lama ditunggu-tunggu.
Akibatnya, puluhan karyawan LSM diberhentikan, program ditutup, dan proyek infrastruktur terhenti.
Di Gaza, Mohammad Ashour mengatakan dia pernah mendapat USD600 sebulan menyediakan dukungan psikologis untuk orang-orang dengan penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, diabetes dan kanker.
Proyek ini dijalankan oleh Pusat Palestina untuk Demokrasi dan Resolusi Konflik. Tetapi, kata Ashour, ia kehilangan pekerjaan pada musim panas lalu karena program itu didanai dengan bantuan uang USAID.
"Saya tidak tahu bagaimana saya akan mengejar kehidupan saya," kata Ashour, dari kamp pengungsi Bureij.
“Saya tidak punya pekerjaan dan saya berhutang, mungkin besok polisi akan datang dan membawa saya ke penjara. Seorang pria yang berpendidikan berakhir di penjara, saya hancur,” imbuhnya.
Pada bulan Agustus, Washington mengumumkan penghentian semua pendanaan AS untuk badan PBB yang membantu para pengungsi Palestina. Badan tersebut menerima USD364 juta dari AS pada tahun 2017.
Pada bulan Januari, Program Pangan Dunia memangkas bantuan pangan menjadi sekitar 190.000 warga Palestina karena kekurangan dana.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan para pejabat Palestina, AS dan Israel berusaha mencari cara untuk menjaga agar uang tetap mengalir ke pasukan keamanan Abbas.
“Kami akan menemukan solusi untuk hal-hal ini. Saya tidak akan memerinci," ujar menteri kabinet keamanan Israel Yuval Steinitz kepada Radio Israel pada hari Kamis.
USAID akan terus menerapkan manajemen konflik dan hibah mitigasi di Israel, dengan peserta Yahudi dan Arab, kata pejabat itu.
(ian)