Presiden Duterte: Saya Bukan Katolik, Saya Islam
A
A
A
MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengaku sebagai pemeluk Islam saat pidato untuk pengesahan Undang-Undang Organik Bangsamoro (BOL). Dalam pidatonya, dia kembali menyerang anggota klerus Katolik.
Berbicara di depan banyak orang yang didominasi Muslim dalam pertemuan perdamaian untuk ratifikasi BOL di Kota Cotabato pada 18 Januari 2019, Duterte menegaskan kembali bahwa dia bukan Katolik.
"Ada bagian dari diri saya yang sebenarnya adalah Islam. Itu sebabnya jika saya dan para pendeta gila itu bertengkar, saya bukan Katolik. Saya Islam. Itu benar," kata Duterte dalam pidatonya, yang dikutip dari Manila Times, Kamis (24/1/2019).
"Tuhan pasti baik pada kita. Fakta bahwa kita telah mencapai titik ini setelah bertahun-tahun negosiasi dan interupsi. Kita di sini Insya Allah. Tuhan itu agung. Allahu Akbar," ujar Duterte.
Pernyataan Duterte ini muncul setelah Malacanang atau Istana Kepresidenan Filipina mengatakan kepada para pemimpin Gereja Katolik untuk tidak ikut campur tentang bagaimana Presiden menjalankan pemerintahan.
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, mengatakan omelan presiden terhadap para klerus dan ajaran Katolik tidak perlu mengkhawatirkan para uskup mengingat keberadaan gereja yang sudah lama.
"Karena itu tidak perlu bagi beberapa pemimpin untuk bertindak tertekan dan memanifestasikan komentar tidak menyenangkan mereka terhadap presiden, terutama sehubungan dengan bagaimana presiden menjalankan pemerintahan," kata Panelo.
Malacanang membuat pernyataan setelah Uskup Agung Lingayen-Dagupan Socrates Villegas menyatakan keprihatinan atas kesehatan Duterte.
"Uskup Agung Lingayen-Dagupan Socrates Villegas telah menyatakan keprihatinannya tentang Presiden dan mengatakan bahwa pernyataan yang terakhir tentang Gereja mungkin tidak baik untuk kesehatan dan statusnya sebagai pemimpin negara," kata Panelo.
"Kekhawatiran Uskup Agung Villegas, pada kenyataannya, dibagikan oleh mayoritas orang Filipina yang memahami bahwa keberhasilan presiden ini sama dengan keberhasilan bangsa," ujar Panelo.
Media lokal melaporkan Duterte lahir dan dibesarkan sebagai penganut Katolik. Namun, dia secara rutin menyerang Gereja dan ajarannya.
Tahun lalu, pemimpin Filipina itu menuai kritik keras setelah menyebut Tuhan "bodoh". Dia juga terlibat perang kata-kata dengan para pemimpin Gereja yang diwarnai umpatan kasar.
Malacanang telah berulang kali membela retorika Duterte terhadap anggota Gereja. Pihak istana tersebut mencatat bahwa Duterte hanya membela diri dengan melawan uskup dan imam yang menggunakan mimbar untuk menentang pemerintahannya.
Berbicara di depan banyak orang yang didominasi Muslim dalam pertemuan perdamaian untuk ratifikasi BOL di Kota Cotabato pada 18 Januari 2019, Duterte menegaskan kembali bahwa dia bukan Katolik.
"Ada bagian dari diri saya yang sebenarnya adalah Islam. Itu sebabnya jika saya dan para pendeta gila itu bertengkar, saya bukan Katolik. Saya Islam. Itu benar," kata Duterte dalam pidatonya, yang dikutip dari Manila Times, Kamis (24/1/2019).
"Tuhan pasti baik pada kita. Fakta bahwa kita telah mencapai titik ini setelah bertahun-tahun negosiasi dan interupsi. Kita di sini Insya Allah. Tuhan itu agung. Allahu Akbar," ujar Duterte.
Pernyataan Duterte ini muncul setelah Malacanang atau Istana Kepresidenan Filipina mengatakan kepada para pemimpin Gereja Katolik untuk tidak ikut campur tentang bagaimana Presiden menjalankan pemerintahan.
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, mengatakan omelan presiden terhadap para klerus dan ajaran Katolik tidak perlu mengkhawatirkan para uskup mengingat keberadaan gereja yang sudah lama.
"Karena itu tidak perlu bagi beberapa pemimpin untuk bertindak tertekan dan memanifestasikan komentar tidak menyenangkan mereka terhadap presiden, terutama sehubungan dengan bagaimana presiden menjalankan pemerintahan," kata Panelo.
Malacanang membuat pernyataan setelah Uskup Agung Lingayen-Dagupan Socrates Villegas menyatakan keprihatinan atas kesehatan Duterte.
"Uskup Agung Lingayen-Dagupan Socrates Villegas telah menyatakan keprihatinannya tentang Presiden dan mengatakan bahwa pernyataan yang terakhir tentang Gereja mungkin tidak baik untuk kesehatan dan statusnya sebagai pemimpin negara," kata Panelo.
"Kekhawatiran Uskup Agung Villegas, pada kenyataannya, dibagikan oleh mayoritas orang Filipina yang memahami bahwa keberhasilan presiden ini sama dengan keberhasilan bangsa," ujar Panelo.
Media lokal melaporkan Duterte lahir dan dibesarkan sebagai penganut Katolik. Namun, dia secara rutin menyerang Gereja dan ajarannya.
Tahun lalu, pemimpin Filipina itu menuai kritik keras setelah menyebut Tuhan "bodoh". Dia juga terlibat perang kata-kata dengan para pemimpin Gereja yang diwarnai umpatan kasar.
Malacanang telah berulang kali membela retorika Duterte terhadap anggota Gereja. Pihak istana tersebut mencatat bahwa Duterte hanya membela diri dengan melawan uskup dan imam yang menggunakan mimbar untuk menentang pemerintahannya.
(mas)