Kelompok Bersenjata Bunuh 4 Relawan Penjaga Sekolah di Thailand
A
A
A
HAT YAI - Sejumlah pria bersenjata menyamar sebagai petugas keamanan negara dan menembak mati empat relawan paramiliter yang menjaga sebuah sekolah di Thailand selatan yang dilanda pemberontakan.
"Para pelaku mendekati relawan pertahanan teritorial bersenjata di sebuah sekolah di provinsi Pattani dan tidak lama menembak mati mereka," kata petugas polisi setempat, Letkol Polisi Wicha Nupannoi, seperti dikutip dari The Washington Post, Jumat (11/1/2019).
Para pelaku kemudian merampas empat senapan serbu HK33 dari korban mereka sebelum melarikan diri, menyebarkan paku dan bahan lainnya di jalan untuk memperlambat pengejaran.
Tiga provinsi yang paling dominan beragama Buddha di Thailand selatan, Pattani, Yala dan Narathiwat telah diganggu oleh pemberontakan separatis Muslim yang telah merenggut nyawa sekitar 7.000 orang sejak 2004, menurut kelompok riset Deep South Watch, yang memantau wilayah tersebut.
Pada hari Selasa, sebuah bom di luar sebuah sekolah dan sebuah bom mobil di tempat lain meledak di provinsi Songkhla di dekatnya, melukai seorang siswa berusia 12 tahun, seorang penjaga keamanan untuk para guru dan seorang petugas medis kepolisian. Berbagai serangan serupa terjadi pada minggu terakhir bulan Desember. Beberapa lokasi di Songkhla menjadi target, yang sebelumnya sebagian besar telah terhindar dari kekerasan.
"Para pemberontak menganggap pejabat sekolah sebagai simbol dari pendudukan negara Buddha Thailand di wilayah Muslim Melayu," kata Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan.
“Mereka sering menargetkan personel keamanan yang ditugaskan untuk memberikan jalan masuk yang aman bagi siswa dan guru ke dan dari sekolah, atau melindungi lahan sekolah,” sambungnya.
Serangan itu terjadi selama upaya untuk merevitalisasi pembicaraan damai antara pemerintah Thailand dan beberapa kelompok pemberontak. Para pengamat mengatakan kelompok yang paling militan, Barisan Revolusi Nasional (BRN), tidak ambil bagian dalam pembicaraan itu.
Menteri Pertahanan Thailand Prawit Wongsuwan menyalahkan BRN atas pemboman hari Selasa. Dia mengatakan pihak berwenang harus meningkatkan upaya untuk mencegah serangan.
Human Rights Watch juga menyalahkan kekerasan yang berkelanjutan di kawasan itu pada BRN.
"Gerilyawan menyerang sekolah dan klinik medis untuk melukai dan menakuti warga sipil Budha, mengendalikan populasi Muslim, dan mendiskreditkan otoritas Thailand," kata Brad Adams, direktur Asia Human Rights Watch, dalam pernyataan itu.
"Apa pun alasannya, menargetkan warga sipil secara moral tidak dapat dipertahankan dan kejahatan perang," tegasnya.
"Para pelaku mendekati relawan pertahanan teritorial bersenjata di sebuah sekolah di provinsi Pattani dan tidak lama menembak mati mereka," kata petugas polisi setempat, Letkol Polisi Wicha Nupannoi, seperti dikutip dari The Washington Post, Jumat (11/1/2019).
Para pelaku kemudian merampas empat senapan serbu HK33 dari korban mereka sebelum melarikan diri, menyebarkan paku dan bahan lainnya di jalan untuk memperlambat pengejaran.
Tiga provinsi yang paling dominan beragama Buddha di Thailand selatan, Pattani, Yala dan Narathiwat telah diganggu oleh pemberontakan separatis Muslim yang telah merenggut nyawa sekitar 7.000 orang sejak 2004, menurut kelompok riset Deep South Watch, yang memantau wilayah tersebut.
Pada hari Selasa, sebuah bom di luar sebuah sekolah dan sebuah bom mobil di tempat lain meledak di provinsi Songkhla di dekatnya, melukai seorang siswa berusia 12 tahun, seorang penjaga keamanan untuk para guru dan seorang petugas medis kepolisian. Berbagai serangan serupa terjadi pada minggu terakhir bulan Desember. Beberapa lokasi di Songkhla menjadi target, yang sebelumnya sebagian besar telah terhindar dari kekerasan.
"Para pemberontak menganggap pejabat sekolah sebagai simbol dari pendudukan negara Buddha Thailand di wilayah Muslim Melayu," kata Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan.
“Mereka sering menargetkan personel keamanan yang ditugaskan untuk memberikan jalan masuk yang aman bagi siswa dan guru ke dan dari sekolah, atau melindungi lahan sekolah,” sambungnya.
Serangan itu terjadi selama upaya untuk merevitalisasi pembicaraan damai antara pemerintah Thailand dan beberapa kelompok pemberontak. Para pengamat mengatakan kelompok yang paling militan, Barisan Revolusi Nasional (BRN), tidak ambil bagian dalam pembicaraan itu.
Menteri Pertahanan Thailand Prawit Wongsuwan menyalahkan BRN atas pemboman hari Selasa. Dia mengatakan pihak berwenang harus meningkatkan upaya untuk mencegah serangan.
Human Rights Watch juga menyalahkan kekerasan yang berkelanjutan di kawasan itu pada BRN.
"Gerilyawan menyerang sekolah dan klinik medis untuk melukai dan menakuti warga sipil Budha, mengendalikan populasi Muslim, dan mendiskreditkan otoritas Thailand," kata Brad Adams, direktur Asia Human Rights Watch, dalam pernyataan itu.
"Apa pun alasannya, menargetkan warga sipil secara moral tidak dapat dipertahankan dan kejahatan perang," tegasnya.
(ian)