Pria AS Tewas usai Kerja Paksa di Korut, Orang Tua Gugat Rp15 Triliun
A
A
A
WASHINGTON - Otto Warmbier, 22, pria Amerika Serikat (AS), telah tewas setelah dibebaskan dari kerja paksa di Korea Utara (Korut). Kini, orangtuanya menggugat pemerintah yang dipimpin Kim Jong-un itu dengan gugatan materi USD1,05 miliar atau lebih dari Rp15 triliun.
Warmbier, mahasiswa asal Ohio, awalnya melakukan tur di negara komunis pada 2016. Dia ditangkap di sebuah hotel pada Januari 2016 dituduh mencuri materi propaganda dari pemerintah Korea Utara di hotel tersebut.
Dia dihukum oleh pengadilan di Korea Utara dengan hukuman 15 tahun kerja paksa. Mahasiwa itu telah menjalani kerja paksa lebih dari 17 bulan.
Warmbier lantas jatuh sakit dan koma. Atas diplomasi pemerintah AS, mahasiswa itu dipulangkan dan dirawat di sebuah rumah sakit di AS pada Juni 2017. Dia akhirnya meninggal dalam perawatan tersebut.
Orang tua Warmbier menuduh aparat rezim Korea Utara meninggal karena sebelumnya mengalami penyiksaan saat berada dalam penahanan.
Gugatan awalnya diajukan orang tua Warmbier pada bulan April. Namun, ditunda hingga Oktober 2018.
"Korea Utara menyiksanya (Warmbier), membuatnya ditahan selama satu setengah tahun tanpa mengizinkannya untuk berkomunikasi dengan keluarganya, dan memulangkannya dengan tidak responsif dan otaknya mati," bunyi dokumen gugatan yang diajukan orang tua Warmbier, seperti dikutip Fox News, Sabtu (22/12/2018).
Dokumen gugatan mengungkapkan bahwa orang tua Warmbier mencari ganti rugi USD1,05 miliar untuk kematian Warmbier dan sekitar USD46 juta untuk penderitaan keluarga.
Pemerintah Korea Utara telah berulang kali membantah tuduhan bahwa aparatnya menyiksa Warmbier selama menjalani hukuman.
Warmbier, mahasiswa asal Ohio, awalnya melakukan tur di negara komunis pada 2016. Dia ditangkap di sebuah hotel pada Januari 2016 dituduh mencuri materi propaganda dari pemerintah Korea Utara di hotel tersebut.
Dia dihukum oleh pengadilan di Korea Utara dengan hukuman 15 tahun kerja paksa. Mahasiwa itu telah menjalani kerja paksa lebih dari 17 bulan.
Warmbier lantas jatuh sakit dan koma. Atas diplomasi pemerintah AS, mahasiswa itu dipulangkan dan dirawat di sebuah rumah sakit di AS pada Juni 2017. Dia akhirnya meninggal dalam perawatan tersebut.
Orang tua Warmbier menuduh aparat rezim Korea Utara meninggal karena sebelumnya mengalami penyiksaan saat berada dalam penahanan.
Gugatan awalnya diajukan orang tua Warmbier pada bulan April. Namun, ditunda hingga Oktober 2018.
"Korea Utara menyiksanya (Warmbier), membuatnya ditahan selama satu setengah tahun tanpa mengizinkannya untuk berkomunikasi dengan keluarganya, dan memulangkannya dengan tidak responsif dan otaknya mati," bunyi dokumen gugatan yang diajukan orang tua Warmbier, seperti dikutip Fox News, Sabtu (22/12/2018).
Dokumen gugatan mengungkapkan bahwa orang tua Warmbier mencari ganti rugi USD1,05 miliar untuk kematian Warmbier dan sekitar USD46 juta untuk penderitaan keluarga.
Pemerintah Korea Utara telah berulang kali membantah tuduhan bahwa aparatnya menyiksa Warmbier selama menjalani hukuman.
(mas)