Demi Sang Pujaan Hati, Putri Ayako Tanggalkan Istana
A
A
A
TOKYO - Cara terbaik menjadi perempuan modern Jepang adalah tidak menjadi putri lagi. Itulah yang dilakukan Putri Ayako yang rela melepas status kebangsawanan demi menikah dengan pujaan hatinya, Kei Moriya, seorang pegawai di perusahaan perkapalan.
Apa yang dilakukan Ayako jelas berbeda dengan di Inggris dan negara Barat lainnya ketika banyak perempuan muda justru ingin menikah dengan anggota keluarga kerajaan. Banyak perempuan menganggap menjadi keluarga kerajaan justru meningkatkan gengsi dan status mereka di masyarakat.
Banyak berkaca dengan Meghan Markle dan Kate Middleton yang menjadi anggota keluarga kerajaan dan namanya terus bersinar. Sejak dini, anak-anak juga disusupi kisah fiksi Disney yang menuntun imajinasi agar berharap menikahi pangeran dan bisa hidup bahagia.
Tapi, pemikiran dan tren itu tidak berlaku dengan Ayako. Dia menanggalkan gelar status kebangsawanan di mana dia bisa hidup enak dan dilayani tanpa perlu memikirkan masa depan, demi “cinta”.
Dia juga akan menjalani kehidupan layaknya sebagian besar warga Jepang lainnya, seperti memasak, bekerja, mengurus rumah, melayani suami, dan bersosialisasi. Tentu kehidupan itu sangat bertolak belakang dengan kehidupannya dulu di istana kekaisaran.
Padahal dengan menjadi putri, dia mendapatkan gaji USD950.000. Dengan melepas status kebangsawanan, dia pun harus memikirkan keuangan sendiri. Bahkan, dia diperkirakan akan bekerja untuk bisa membantu keuangan keluarganya.
Ayako sepertinya sudah siap berkarier layaknya kebanyakan perempuan Jepang lainnya. Dia pernah kuliah di Universitas Internasional Josai dan meraih gelar master di bidang kesejahteraan sosial. Dia juga pernah menjadi peneliti di Fakultas Kajian Pekerjaan Sosial di Universitas Internasional Josai.
Ayako dan suaminya Kei Moriya kemarin menggelar pesta pernikahan di Tokyo. Dalam jamuan makan itu dihadiri Putra Mahkota Naruhito dan Putri Masako. Perdana Menteri (PM) Shizo Abe dan istrinya, Akie, juga ikut menghadiri pesta pernikahan yang digelar di Tokyo. Para tamu memberikan ucapan selamat kepada Ayako dan Moriya sebagai pasangan pengantin yang berbahagia.
Sebelumnya pada Senin (29/10), Ayako menikah dengan Kei Moriya pada sebuah upacara pernikahan tradisional di Kuil Meiji, Tokyo. Sejak itu, dia bukan lagi sebagai keluarga kekaisaran Jepang. Ayako yang berusia 28 tahun merupakan putri ketiga sepupu Kaisar Akihito, Pangeran Takamado.
Saat upacara pernikahan, Ayako mengenakan baju kimono bergaya aristokrasi kekaisaran. Sedangkan pasangan lelaki mengenakan setelan jas hitam. Upacara itu ditujukan untuk arwah cicit mereka, Kaisar Meiji.
“Saya sangat senang bisa menikah. Saya senang banyak orang menghadiri upacara pernikahan di Kuil Meiji dan mengucapkan selamat,” ungkap Ayako setelah upacara pernikahan bergaya agama Shinto dilansir Reuters. “Kita ingin berusaha menjadi pasangan seperti ayah dan ibu,” ujarnya.
Meskipun akan melepas status kebangsawanan, Ayako mengaku sedang mempertimbangkan mendukung pekerjaan keluarga kerajaan. Dia akan mencoba melakukan selama dia bisa mampu. Apalagi Badan Rumah Tangga Kekaisaran menyatakan Ayako tetap menjalankan tugas dengan posisi kehormatan pada dua organisasi setelah menikah.
Seorang kawan Ayako, Hanako Takeda, 27, mengaku Ayako sangat senang bisa menikah. “Saya ingin dia bisa membangun keluarga bahagia yang bisa membuat semua orang tersenyum,” ucapnya dilansir Japan Times.
Hal sama juga diungkapkan Yasuyuki Goto, 33, kawan Moriya, yang berdoa akan pasangan itu bisa bahagia. “Moriya terlihat keren seperti biasanya. Saya berharap mereka akan menjadi pasangan menakjubkan,” tuturnya.
Ayako dan Moriya berkenalan pada Desember tahun lalu. Mereka dikenalkan satu sama lain oleh ibunda Ayako, Putri Hisako yang telah lama mengenal keluarga Moriya. Mereka bertemu pada pameran foto untuk organisasi nirlaba yang mendukung anak-anak di negara berkembang.
Putri Hisako, istri mendiang Pangeran Takamodo yang meninggal pada 2002, mengaku membesarkan putrinya agar bisa siap mandiri. “Saya berharap keduanya bisa membangun keluarga yang dipenuhi kebahagiaan dan kesenangan,” ujarnya.
UU Keluarga Kaisar Harus Direvisi
Dengan hengkangnya Ayako, anggota keluarga Kerajaan Jepang tinggal 18 orang. Berdasarkan undang-undang keluarga kekaisaran Jepang, anggota keluarga kekaisaran Jepang boleh menikah dengan siapa saja asalkan tiga generasi. Kaisar Akihito merupakan putra mahkota pertama yang menikah dengan Michiko Shoda yang kini menjadi Putri Michiko setelah bertemu di lapangan tenis.
Keputusan banyak putri di keluarga kekaisaran Jepang melepaskan gelas status itu diperkirakan bakal memicu perdebatan mengenai keluarga kerajaan. Amendemen UU 1947 diperlukan karena keluarga kaisar kekurangan keturunan lelaki, hanya empat orang lelaki yang bisa mewarisi takhta.
Putra Mahkota Naruhoto akan menggantikan ayahnya Akihito, 85, yang akan mengundurkan diri tahun depan. Garis pewaris takhta berikutnya adalah saudara Naruhito, Fumihito, serta keponakannya Hisahito dan Masahito. UU Rumah Tangga Kekaisaran Jepang yang dibuat pada masa AS menduduki Jepang bertujuan mengurangi ukuran dan pengeluaran keluarga kekaisaran Jepang.
Selain itu, Putra Mahkota Naruhito, 58, juga menikahi orang biasa. Jika mereka memiliki anak lelaki, dia akan menjadi pewaris takhta utama, tapi dia hanya memiliki anak perempuan. Hukum Jepang melarang perempuan menjadi kaisar dan pewaris takhta.
Publik menyarankan agar Kaisar Jepang diharapkan bisa diisi oleh perempuan sehingga perlu merevisi UU. Mereka berkaca pada kerajaan Inggris. Perempuan dan lelaki bisa mewarisi takhta kerajaan Inggris, tapi kubu konservatif di parlemen menolak. Mereka beranggapan aturan kaisar harus lelaki telah menjadi hukum yang tetap dan tidak bisa diamendemen.
Apalagi Kaisar Akihito mengisyaratkan bakal lengser karena faktor kesehatan. Saat itu, dia mengatakan usianya menghalangi untuk menunaikan tugas-tugas. Berdasarkan konstitusi Jepang, seorang kaisar tidak diperbolehkan memiliki kewenangan politik.
Di negara lain seperti Inggris, hukum di sana memang lebih memfavoritkan anak lelaki untuk menjadi raja. Tapi, ketika tidak ada anak lelaki, maka perempuan pun diperbolehkan. Misalnya, Ratu Elizabeth II, Ratu Elizabeth I, dan Ratu Victoria yang merupakan ratu yang berkuasa cukup lama.
Pada 2015, Inggris menghabis kewajiban yang memprioritaskan lelaki sebagai raja sebelum kelahiran cicit Ratu Elizabeth Pangeran George. Tanpa perubahan itu, George akan menjadi pewaris takhta setelah kakeknya, Pangeran Charles, Pangeran William.
Sebelumnya pada tahun lalu, Putri Mako, cucu tertua Kaisar Jepang Akihito, akan menyerah segala status kekaisaran demi cinta. Putri Mako bertunangan dengan Kei Komuro, 25, seorang pekerja firma hukum yang pernah disebut sebagai “Pangeran Laut” karena aktif dalam mempromosikan pariwisata Jepang.
Putri Mako bertemu dengan Kei sejak lima tahun lalu saat mereka masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Kristen Internasional di Tokyo, Jepang. Sementara proses pertunangan belum diresmikan hingga adanya pertukaran hadiah antara keluarga kedua pasangan. Mereka berencana akan melangsungkan pernikahan pada 2020.
Putri Mako bukan keluarga kekaisaran yang pertama kali menikah dengan orang biasa. Putri Sayako, bibi Putri Mako dan putri satu-satunya Kaisar Akihito, menikah dengan orang biasa, yakni Yoshiki Kuroda pada 2005. Dia menjadi orang pertama dari keluarga kekaisaran Jepang yang menjadi orang biasa.
Bagaimana reaksi masyarakat Jepang? Mereka pada umumnya memandang positif rencana Putri Mako menikah dengan Kei. Namun, banyak warga merasa heran kenapa Putri Mako harus meninggalkan keluarga kekaisaran karena menikah dengan orang biasa.
“Saya pribadi, saya pikir kaisar perempuan seharusnya diizinkan,” kata Meiko Hirayama, pekerja di firma akuntansi.
Pandangan berbeda diungkapkan Katsuiji Tsunoda, 71. Dia bersikeras kalau takhta Kekaisaran Jepang harus dipegang seorang lelaki. “Itu menjadi tradisi yang telah berlangsung ribuan tahun. Kita harus menghargai tradisi,” katanya.
Apa yang dilakukan Ayako jelas berbeda dengan di Inggris dan negara Barat lainnya ketika banyak perempuan muda justru ingin menikah dengan anggota keluarga kerajaan. Banyak perempuan menganggap menjadi keluarga kerajaan justru meningkatkan gengsi dan status mereka di masyarakat.
Banyak berkaca dengan Meghan Markle dan Kate Middleton yang menjadi anggota keluarga kerajaan dan namanya terus bersinar. Sejak dini, anak-anak juga disusupi kisah fiksi Disney yang menuntun imajinasi agar berharap menikahi pangeran dan bisa hidup bahagia.
Tapi, pemikiran dan tren itu tidak berlaku dengan Ayako. Dia menanggalkan gelar status kebangsawanan di mana dia bisa hidup enak dan dilayani tanpa perlu memikirkan masa depan, demi “cinta”.
Dia juga akan menjalani kehidupan layaknya sebagian besar warga Jepang lainnya, seperti memasak, bekerja, mengurus rumah, melayani suami, dan bersosialisasi. Tentu kehidupan itu sangat bertolak belakang dengan kehidupannya dulu di istana kekaisaran.
Padahal dengan menjadi putri, dia mendapatkan gaji USD950.000. Dengan melepas status kebangsawanan, dia pun harus memikirkan keuangan sendiri. Bahkan, dia diperkirakan akan bekerja untuk bisa membantu keuangan keluarganya.
Ayako sepertinya sudah siap berkarier layaknya kebanyakan perempuan Jepang lainnya. Dia pernah kuliah di Universitas Internasional Josai dan meraih gelar master di bidang kesejahteraan sosial. Dia juga pernah menjadi peneliti di Fakultas Kajian Pekerjaan Sosial di Universitas Internasional Josai.
Ayako dan suaminya Kei Moriya kemarin menggelar pesta pernikahan di Tokyo. Dalam jamuan makan itu dihadiri Putra Mahkota Naruhito dan Putri Masako. Perdana Menteri (PM) Shizo Abe dan istrinya, Akie, juga ikut menghadiri pesta pernikahan yang digelar di Tokyo. Para tamu memberikan ucapan selamat kepada Ayako dan Moriya sebagai pasangan pengantin yang berbahagia.
Sebelumnya pada Senin (29/10), Ayako menikah dengan Kei Moriya pada sebuah upacara pernikahan tradisional di Kuil Meiji, Tokyo. Sejak itu, dia bukan lagi sebagai keluarga kekaisaran Jepang. Ayako yang berusia 28 tahun merupakan putri ketiga sepupu Kaisar Akihito, Pangeran Takamado.
Saat upacara pernikahan, Ayako mengenakan baju kimono bergaya aristokrasi kekaisaran. Sedangkan pasangan lelaki mengenakan setelan jas hitam. Upacara itu ditujukan untuk arwah cicit mereka, Kaisar Meiji.
“Saya sangat senang bisa menikah. Saya senang banyak orang menghadiri upacara pernikahan di Kuil Meiji dan mengucapkan selamat,” ungkap Ayako setelah upacara pernikahan bergaya agama Shinto dilansir Reuters. “Kita ingin berusaha menjadi pasangan seperti ayah dan ibu,” ujarnya.
Meskipun akan melepas status kebangsawanan, Ayako mengaku sedang mempertimbangkan mendukung pekerjaan keluarga kerajaan. Dia akan mencoba melakukan selama dia bisa mampu. Apalagi Badan Rumah Tangga Kekaisaran menyatakan Ayako tetap menjalankan tugas dengan posisi kehormatan pada dua organisasi setelah menikah.
Seorang kawan Ayako, Hanako Takeda, 27, mengaku Ayako sangat senang bisa menikah. “Saya ingin dia bisa membangun keluarga bahagia yang bisa membuat semua orang tersenyum,” ucapnya dilansir Japan Times.
Hal sama juga diungkapkan Yasuyuki Goto, 33, kawan Moriya, yang berdoa akan pasangan itu bisa bahagia. “Moriya terlihat keren seperti biasanya. Saya berharap mereka akan menjadi pasangan menakjubkan,” tuturnya.
Ayako dan Moriya berkenalan pada Desember tahun lalu. Mereka dikenalkan satu sama lain oleh ibunda Ayako, Putri Hisako yang telah lama mengenal keluarga Moriya. Mereka bertemu pada pameran foto untuk organisasi nirlaba yang mendukung anak-anak di negara berkembang.
Putri Hisako, istri mendiang Pangeran Takamodo yang meninggal pada 2002, mengaku membesarkan putrinya agar bisa siap mandiri. “Saya berharap keduanya bisa membangun keluarga yang dipenuhi kebahagiaan dan kesenangan,” ujarnya.
UU Keluarga Kaisar Harus Direvisi
Dengan hengkangnya Ayako, anggota keluarga Kerajaan Jepang tinggal 18 orang. Berdasarkan undang-undang keluarga kekaisaran Jepang, anggota keluarga kekaisaran Jepang boleh menikah dengan siapa saja asalkan tiga generasi. Kaisar Akihito merupakan putra mahkota pertama yang menikah dengan Michiko Shoda yang kini menjadi Putri Michiko setelah bertemu di lapangan tenis.
Keputusan banyak putri di keluarga kekaisaran Jepang melepaskan gelas status itu diperkirakan bakal memicu perdebatan mengenai keluarga kerajaan. Amendemen UU 1947 diperlukan karena keluarga kaisar kekurangan keturunan lelaki, hanya empat orang lelaki yang bisa mewarisi takhta.
Putra Mahkota Naruhoto akan menggantikan ayahnya Akihito, 85, yang akan mengundurkan diri tahun depan. Garis pewaris takhta berikutnya adalah saudara Naruhito, Fumihito, serta keponakannya Hisahito dan Masahito. UU Rumah Tangga Kekaisaran Jepang yang dibuat pada masa AS menduduki Jepang bertujuan mengurangi ukuran dan pengeluaran keluarga kekaisaran Jepang.
Selain itu, Putra Mahkota Naruhito, 58, juga menikahi orang biasa. Jika mereka memiliki anak lelaki, dia akan menjadi pewaris takhta utama, tapi dia hanya memiliki anak perempuan. Hukum Jepang melarang perempuan menjadi kaisar dan pewaris takhta.
Publik menyarankan agar Kaisar Jepang diharapkan bisa diisi oleh perempuan sehingga perlu merevisi UU. Mereka berkaca pada kerajaan Inggris. Perempuan dan lelaki bisa mewarisi takhta kerajaan Inggris, tapi kubu konservatif di parlemen menolak. Mereka beranggapan aturan kaisar harus lelaki telah menjadi hukum yang tetap dan tidak bisa diamendemen.
Apalagi Kaisar Akihito mengisyaratkan bakal lengser karena faktor kesehatan. Saat itu, dia mengatakan usianya menghalangi untuk menunaikan tugas-tugas. Berdasarkan konstitusi Jepang, seorang kaisar tidak diperbolehkan memiliki kewenangan politik.
Di negara lain seperti Inggris, hukum di sana memang lebih memfavoritkan anak lelaki untuk menjadi raja. Tapi, ketika tidak ada anak lelaki, maka perempuan pun diperbolehkan. Misalnya, Ratu Elizabeth II, Ratu Elizabeth I, dan Ratu Victoria yang merupakan ratu yang berkuasa cukup lama.
Pada 2015, Inggris menghabis kewajiban yang memprioritaskan lelaki sebagai raja sebelum kelahiran cicit Ratu Elizabeth Pangeran George. Tanpa perubahan itu, George akan menjadi pewaris takhta setelah kakeknya, Pangeran Charles, Pangeran William.
Sebelumnya pada tahun lalu, Putri Mako, cucu tertua Kaisar Jepang Akihito, akan menyerah segala status kekaisaran demi cinta. Putri Mako bertunangan dengan Kei Komuro, 25, seorang pekerja firma hukum yang pernah disebut sebagai “Pangeran Laut” karena aktif dalam mempromosikan pariwisata Jepang.
Putri Mako bertemu dengan Kei sejak lima tahun lalu saat mereka masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Kristen Internasional di Tokyo, Jepang. Sementara proses pertunangan belum diresmikan hingga adanya pertukaran hadiah antara keluarga kedua pasangan. Mereka berencana akan melangsungkan pernikahan pada 2020.
Putri Mako bukan keluarga kekaisaran yang pertama kali menikah dengan orang biasa. Putri Sayako, bibi Putri Mako dan putri satu-satunya Kaisar Akihito, menikah dengan orang biasa, yakni Yoshiki Kuroda pada 2005. Dia menjadi orang pertama dari keluarga kekaisaran Jepang yang menjadi orang biasa.
Bagaimana reaksi masyarakat Jepang? Mereka pada umumnya memandang positif rencana Putri Mako menikah dengan Kei. Namun, banyak warga merasa heran kenapa Putri Mako harus meninggalkan keluarga kekaisaran karena menikah dengan orang biasa.
“Saya pribadi, saya pikir kaisar perempuan seharusnya diizinkan,” kata Meiko Hirayama, pekerja di firma akuntansi.
Pandangan berbeda diungkapkan Katsuiji Tsunoda, 71. Dia bersikeras kalau takhta Kekaisaran Jepang harus dipegang seorang lelaki. “Itu menjadi tradisi yang telah berlangsung ribuan tahun. Kita harus menghargai tradisi,” katanya.
(don)