Penghinaan Nabi Muhammad yang Dinyatakan Bukan Kebebasan Berekspresi

Sabtu, 27 Oktober 2018 - 11:55 WIB
Penghinaan Nabi Muhammad yang Dinyatakan Bukan Kebebasan Berekspresi
Penghinaan Nabi Muhammad yang Dinyatakan Bukan Kebebasan Berekspresi
A A A
STRASBOURG - Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) sudah memutuskan bahwa meremehkan doktrin agama seperti menghina Nabi Muhammad tidak dilindungi oleh dalih kebebasan berekspresi dan dapat dituntut. Putusan ini dibuat terkait penghinaan yang dibuat wanita Austria yang menyebut Nabi sebagai paedofil.

ECHR dalam putusannya yang keluar hari Kamis lalu menjunjung tinggi putusan pengadilan Austria tahun 2011 yang menghukum wanita Austria berinisial "S" untuk membayar denda 480 Euro karena menuduh Nabi sebagai boneka Islam yang memiliki kecenderungan sebagai paedofil.

Penghinaan itu dibuat dalam seminar yang digelar "nyonya S" tahun 2009. Dalam seminar itu, dia menyinggung perkawinan antara Nabi Muhammad dan Aisyah. Dia mengklaim, Aisyah kala itu baru berusia 6 tahun. Seminar tersebut disponsori oleh Partai Kebebasan Rakyat dengan tema "Basic Information About Islam".

Tak terima penghinaannya pada Nabi Muhammad dinyatakan melanggar hukum, "nyonya S" mengajukan banding putusan pengadilan Austria itu ke ECHR yang berbasis di Strasbourg, Prancis.

Alih-alih menang, banding yang diajukan tersebut ditolak ECHR. Pengadilan HAM yang mencakup 47 negara Eropa itu justru menguatkan putusan pengadilan Austria.

Panel hakim ECHR dalam putusannya mengatakan, pengadilan menolak dalih bandingnya. "Pengadilan Austria dengan hati-hati menyeimbangkan haknya atas kebebasan berekspresi dengan hak orang lain untuk memiliki perasaan religiusnya yang dilindungi, dan melayani tujuan sah untuk menjaga perdamaian agama di Austria," bunyi putusan ECHR yang menguatkan putusan pengadilan Austria.

Putusan itu muncul di tengah ketegangan yang meningkat di Eropa atas peran Islam dalam masyarakat Barat. Lonjakan kelompok anti-Islam yang dipicu oleh reaksi anti-imigrasi adalah upending politik di seluruh benua tersebut.Baca Juga: Pengadilan Eropa: Menghina Nabi Muhammad Bukan Kebebasan Berekspresi
ECHR mengutip kalimat "nyonya S" yang membuatnya diadili di pengadilan Austria."Nabi suka melakukannya dengan anak-anak," kata wanita itu dalam seminar yang dikutip pengadilan. "Seorang yang berusia 56 tahun dan enam tahun?...Apa yang kita sebut itu, jika itu bukan paedofilia?," lanjut kalimat wanita tersebut.

Pernyataan seperti itu, menurut putusan ECHR, melampaui batas-batas yang diizinkan dari perdebatan objektif. "Dan dapat merupakan serangan kasar terhadap Nabi Islam, yang dapat menimbulkan prasangka dan mengancam perdamaian agama," imbuh putusan ECHR, yang dikutip Wall Street Journal, Sabtu (27/10/2018).

Panel hakim ECHR yang membuat putusan tersebut terdiri dari tujuh hakim dari Jerman, Prancis, Irlandia, Latvia, Azerbaijan dan Georgia. Putusan dibuat dengan suara bulat tentang kasus wanita tersebut. Para hakim mengatakan, wanita Austria itu divonis gagal memberi tahu pendengarnya tentang latar belakang sejarah.

Masih menurut putusan ECHR, dalam menuduh Nabi Muhammad memiliki kepentingan seksual utama dalam tubuh anak-anak, wanita itu mengabaikan sejarah bahwa sebenarnya Aisyah menikah dengan Nabi setelah usianya 18 tahun, atau ada juga yang menyebutnya 19 tahun. Sejarah itulah yang jadi acuan pengadilan Austria ketika menghukum "nyonya S".
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5748 seconds (0.1#10.140)