Ahli: Keluar dari Perjanjian Senjata Nuklir, AS Targetkan China
A
A
A
BEIJING - Para ahli berpendapat China menjadi target potensial Amerika Serikat (AS) untuk pertempuran strategis setelah Washington keluar dari perjanjian senjata nuklir dengan Rusia.
Keinginan Washington hengkang dari perjanjian untuk mencegah perang nuklir AS dan Rusia itu telah dikonfirmasi Presiden Donald Trump. Namun, kapan Washington resmi meninggalkan perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) itu belum diumumkan.
Fu Mengzi, Wakil Direktur China Institute of Contemporary International Relations di Beijing, mengatakan bahwa rencana Trump untuk merobek traktat INF adalah tanda bahwa Washington sedang bersiap-siap untuk pertempuran strategis jangka panjang dengan Beijing. .
"Setelah meninggalkan INF, AS diperkirakan akan terus maju dengan putaran baru pengembangan militer dan penyebaran," katanya, yang dilansir South China Morning Post, Minggu (21/10/2018).
Selain ketidakpastian yang disebabkan oleh perang dagang yang sengit, ketegangan militer antara China dan AS terus tumbuh, terutama di Laut China Selatan. Beijing mengklaim hampir semua perairan yang disengketakan tersebut dan telah mengubah beberapa karang dan beberapa pulau alami dan buatan menjadi basis-basis militer.
Sedangkan AS semakin menegaskan haknya untuk melakukan kebebasan operasi navigasi di kawasan laut tersebut.
Trump pada hari Sabtu mengatakan bahwa AS berniat meninggalkan INF karena Rusia tidak menghormati perjanjian tersebut. Perjanjian INF ditandatangani pada 1986 oleh Presiden AS saat itu Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev.
Perjanjian itu mengeliminasi semua rudal nuklir dan konvensional berbasis darat, dan peluncurnya. Rudal berhulu ledak nuklir yang wajib dihancurkan dalam perjanjian itu adalah rudal jarak pendek (500-1.000 km) dan rudal jarak menengah (1.000-5.500 km).
Cina bukan penandatangan INF, namun telah mampu mengembangkan rudal balistik tanpa pembatasan. Rudal seri DF dan HN-nya memiliki jangkauan hingga 15.000 km, yang menempatkan seluruh wilayah Amerika Serikat dalam jangkauannya.
Collin Koh, seorang peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang, Singapura, mengatakan keputusan Trump tersebut akan berfungsi sebagai katalis bagi Rusia dan China untuk mempercepat program pengembangan senjata mereka.
"China kemungkinan akan menanggapi penarikan diri AS dengan menggunakannya sebagai alasan pembenaran untuk membangun militernya sendiri," katanya.
Pada tahun 2008, para pejabat AS mengklaim Rusia telah memulai kembali uji coba rudal jelajah dan pada tahun 2014 Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam laporan tahunannya bahwa Moskow telah melanggar perjanjian INF dengan memproduksi atau menguji terbang rudal jelajah yang diluncurkan di darat dengan kemampuan jangkauan 500 km hingga 5.500 km.
Rusia membantah telah melanggar ketentuan perjanjian INF.
"China mengembangkan roket elektromagnetik dengan jangkauan tembak yang lebih besar," kata Liu Weidong, seorang pakar urusan AS dari Chinese Academy of Social Sciences. Menurutnya, langkah Trump akan memberikan kebebasan lebih kepada militer AS dalam hal pengembangan dan penyebaran senjata konvensional dan nuklir.
"Dalam arti yang lebih luas, itu membahayakan tidak hanya keamanan Rusia atau China, tetapi seluruh dunia," katanya.
Keinginan Washington hengkang dari perjanjian untuk mencegah perang nuklir AS dan Rusia itu telah dikonfirmasi Presiden Donald Trump. Namun, kapan Washington resmi meninggalkan perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) itu belum diumumkan.
Fu Mengzi, Wakil Direktur China Institute of Contemporary International Relations di Beijing, mengatakan bahwa rencana Trump untuk merobek traktat INF adalah tanda bahwa Washington sedang bersiap-siap untuk pertempuran strategis jangka panjang dengan Beijing. .
"Setelah meninggalkan INF, AS diperkirakan akan terus maju dengan putaran baru pengembangan militer dan penyebaran," katanya, yang dilansir South China Morning Post, Minggu (21/10/2018).
Selain ketidakpastian yang disebabkan oleh perang dagang yang sengit, ketegangan militer antara China dan AS terus tumbuh, terutama di Laut China Selatan. Beijing mengklaim hampir semua perairan yang disengketakan tersebut dan telah mengubah beberapa karang dan beberapa pulau alami dan buatan menjadi basis-basis militer.
Sedangkan AS semakin menegaskan haknya untuk melakukan kebebasan operasi navigasi di kawasan laut tersebut.
Trump pada hari Sabtu mengatakan bahwa AS berniat meninggalkan INF karena Rusia tidak menghormati perjanjian tersebut. Perjanjian INF ditandatangani pada 1986 oleh Presiden AS saat itu Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev.
Perjanjian itu mengeliminasi semua rudal nuklir dan konvensional berbasis darat, dan peluncurnya. Rudal berhulu ledak nuklir yang wajib dihancurkan dalam perjanjian itu adalah rudal jarak pendek (500-1.000 km) dan rudal jarak menengah (1.000-5.500 km).
Cina bukan penandatangan INF, namun telah mampu mengembangkan rudal balistik tanpa pembatasan. Rudal seri DF dan HN-nya memiliki jangkauan hingga 15.000 km, yang menempatkan seluruh wilayah Amerika Serikat dalam jangkauannya.
Collin Koh, seorang peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang, Singapura, mengatakan keputusan Trump tersebut akan berfungsi sebagai katalis bagi Rusia dan China untuk mempercepat program pengembangan senjata mereka.
"China kemungkinan akan menanggapi penarikan diri AS dengan menggunakannya sebagai alasan pembenaran untuk membangun militernya sendiri," katanya.
Pada tahun 2008, para pejabat AS mengklaim Rusia telah memulai kembali uji coba rudal jelajah dan pada tahun 2014 Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam laporan tahunannya bahwa Moskow telah melanggar perjanjian INF dengan memproduksi atau menguji terbang rudal jelajah yang diluncurkan di darat dengan kemampuan jangkauan 500 km hingga 5.500 km.
Rusia membantah telah melanggar ketentuan perjanjian INF.
"China mengembangkan roket elektromagnetik dengan jangkauan tembak yang lebih besar," kata Liu Weidong, seorang pakar urusan AS dari Chinese Academy of Social Sciences. Menurutnya, langkah Trump akan memberikan kebebasan lebih kepada militer AS dalam hal pengembangan dan penyebaran senjata konvensional dan nuklir.
"Dalam arti yang lebih luas, itu membahayakan tidak hanya keamanan Rusia atau China, tetapi seluruh dunia," katanya.
(mas)