Perempuan Pertama Pimpin Komando Militer Terbesar AS
A
A
A
FORT BRAGG - Laura J Richardson mencatatkan tinta emas dalam sejarah militer Amerika Serikat (AS) setelah diangkat menjadi pimpinan Komando Angkatan Bersenjata AS (FORSCOM).
Laura J Richardson bukan nama asing dalam urusan mencetak sejarah kemiliteran. Sebelum meng gantikan Jenderal Robert B Abrams sebagai ko mandan jenderal FORSCOM, dia terpilih sebagai wakil komandan perem puan pertama FORSCOM di Fort Bragg, North Carolina.
FORSCOM (US Army Forces Command) didirikan untuk melatih tentara dan mempersiapkan seluruh kebutuhan logistik selama perang, baik nasional ataupun di luar negeri. Laura akan menaungi sedikitnya 776.000 personel tentara dan 96.000 pegawai sipil di pusat komando terbesar di AS itu. Perempuan yang berasal dari Colorado tersebut memiliki pengalaman mumpuni di bidang militer.
Dia bergabung dengan tentara AS pada 1986. Hanya berselang 26 tahun, peraih penghargaan empat medali Legion of Merit itu menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai wakil komandan jenderal Divisi Kavaleri Pertama atau biasa dikenal dengan America First Team.
Pada 2017, Laura menjadi tangan kanan Abrams saat menjadi perempuan pertama yang menjadi wakil komandan jenderal FORSCOM yang bermarkas di Fort Bragg, North Carolina. Selasa (16/10) waktu setempat. Abrams mengumumkan meninggalkan jabatannya dan naik menjadi komandan Pasukan Bersenjata AS-Korea Selatan.
“Saya sangat terhormat dapat mengabdikan diri selama tiga tahun sebagai komandan jenderal di sini (FORSCOM),” ujar Abrams di Twitter.
Dia juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh tentara FORSCOM yang sudah meningkatkan kesiapan tentara AS di tiga komponen, mulai dari rentara reguler hingga cadangan. Laura juga berpengalaman menerbangkan helikopter Sikorsky UH-60 Black Hawk.
Dia sangat mencintai dunia penerbangan dan mendapatkan surat izin menerbangkan alat transportasi udara sejak berusia 16 tahun. Dia mengenyam ilmu psikologi di Metropolitan State College di Denver, Colorado. Dia masuk Tentara Angkatan Udara (AU) AS dengan jabatan letnan dua.
Pada 1988, dia naik pangkat menjadi letnan satu dengan berbagai tugas, mulai dari administratif hingga memimpin batalion satu resimen penerbangan ke-501. Setahun kemudian, dia dimutasi ke brigade penerbangan ke-17 sebagai asisten logistik.
“Saya meninggalkan jabatan ini kepada orang yang tepat dan hebat. Laura dan tim FORS-COM akan terus melakukan yang terbaik,” kata Abrams. Chief of Staff Tentara AS, Jenderal Mark A. Milley, juga memercayakan amanah ini kepada Laura.
Dia mengaku pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan yang amat matang. Perempuan diberi tempat yang cukup luas di industri militer AS. Beberapa waktu lalu, Kementerian Pertahanan AS membuka lebih dari 14.000 posisi baru khusus untuk perempuan.
Meski demikian, lebih dari 200.000 posisi masih didominasi laki-laki. Perempuan juga sangat jarang memegang jabatan militer yang amat tinggi.
“Kami masih memerlukan waktu untuk memastikan kesiapan dan layanan keamanan dan keselamatan terlaksana secara maksimal,” ungkap Kementerian Pertahanan AS seperti dilansir themuse.com.
Para kritikus menilai banyak orang yang tidak kuasa melihat perempuan bertarung di garis depan dan pulang di dalam body bag. Peran perempuan di dunia militer masih terbatas, tapi penting.
Selama perang di Afghanistan, pasukan koalisi yang tidak dapat menggalang informasi dari wanita lokal juga mengirimkan tentara perempuan ke wilayah tersebut.
Selama Perang Dunia II, kaum Hawa juga berperan sebagai tenaga medis, koki, dan insinyur senjata. Tentara AU Kerajaan Inggris (RAF) pernah membuka semua posisi untuk kaum hawa, termasuk posisi yang membutuhkan kekuatan fisik.
Namun hal itu kurang direspons positif. Kolonel Richard Kemp menilai perempuan rata-rata lebih lemah dari laki-laki dan hanya sedikit yang tertarik bergabung de ngan divisi infanteri. Jumlah tentara perempuan di Inggris hanya sekitar 10%, begitu pun dengan di negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) lainnya.
Meski berbagai pendekatan sudah dilakukan, profesi tentara kurang diminati perempuan. RAF menyatakan hanya sekitar 4.000 perempuan yang tertarik melamar menjadi tentara.
Laura J Richardson bukan nama asing dalam urusan mencetak sejarah kemiliteran. Sebelum meng gantikan Jenderal Robert B Abrams sebagai ko mandan jenderal FORSCOM, dia terpilih sebagai wakil komandan perem puan pertama FORSCOM di Fort Bragg, North Carolina.
FORSCOM (US Army Forces Command) didirikan untuk melatih tentara dan mempersiapkan seluruh kebutuhan logistik selama perang, baik nasional ataupun di luar negeri. Laura akan menaungi sedikitnya 776.000 personel tentara dan 96.000 pegawai sipil di pusat komando terbesar di AS itu. Perempuan yang berasal dari Colorado tersebut memiliki pengalaman mumpuni di bidang militer.
Dia bergabung dengan tentara AS pada 1986. Hanya berselang 26 tahun, peraih penghargaan empat medali Legion of Merit itu menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai wakil komandan jenderal Divisi Kavaleri Pertama atau biasa dikenal dengan America First Team.
Pada 2017, Laura menjadi tangan kanan Abrams saat menjadi perempuan pertama yang menjadi wakil komandan jenderal FORSCOM yang bermarkas di Fort Bragg, North Carolina. Selasa (16/10) waktu setempat. Abrams mengumumkan meninggalkan jabatannya dan naik menjadi komandan Pasukan Bersenjata AS-Korea Selatan.
“Saya sangat terhormat dapat mengabdikan diri selama tiga tahun sebagai komandan jenderal di sini (FORSCOM),” ujar Abrams di Twitter.
Dia juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh tentara FORSCOM yang sudah meningkatkan kesiapan tentara AS di tiga komponen, mulai dari rentara reguler hingga cadangan. Laura juga berpengalaman menerbangkan helikopter Sikorsky UH-60 Black Hawk.
Dia sangat mencintai dunia penerbangan dan mendapatkan surat izin menerbangkan alat transportasi udara sejak berusia 16 tahun. Dia mengenyam ilmu psikologi di Metropolitan State College di Denver, Colorado. Dia masuk Tentara Angkatan Udara (AU) AS dengan jabatan letnan dua.
Pada 1988, dia naik pangkat menjadi letnan satu dengan berbagai tugas, mulai dari administratif hingga memimpin batalion satu resimen penerbangan ke-501. Setahun kemudian, dia dimutasi ke brigade penerbangan ke-17 sebagai asisten logistik.
“Saya meninggalkan jabatan ini kepada orang yang tepat dan hebat. Laura dan tim FORS-COM akan terus melakukan yang terbaik,” kata Abrams. Chief of Staff Tentara AS, Jenderal Mark A. Milley, juga memercayakan amanah ini kepada Laura.
Dia mengaku pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan yang amat matang. Perempuan diberi tempat yang cukup luas di industri militer AS. Beberapa waktu lalu, Kementerian Pertahanan AS membuka lebih dari 14.000 posisi baru khusus untuk perempuan.
Meski demikian, lebih dari 200.000 posisi masih didominasi laki-laki. Perempuan juga sangat jarang memegang jabatan militer yang amat tinggi.
“Kami masih memerlukan waktu untuk memastikan kesiapan dan layanan keamanan dan keselamatan terlaksana secara maksimal,” ungkap Kementerian Pertahanan AS seperti dilansir themuse.com.
Para kritikus menilai banyak orang yang tidak kuasa melihat perempuan bertarung di garis depan dan pulang di dalam body bag. Peran perempuan di dunia militer masih terbatas, tapi penting.
Selama perang di Afghanistan, pasukan koalisi yang tidak dapat menggalang informasi dari wanita lokal juga mengirimkan tentara perempuan ke wilayah tersebut.
Selama Perang Dunia II, kaum Hawa juga berperan sebagai tenaga medis, koki, dan insinyur senjata. Tentara AU Kerajaan Inggris (RAF) pernah membuka semua posisi untuk kaum hawa, termasuk posisi yang membutuhkan kekuatan fisik.
Namun hal itu kurang direspons positif. Kolonel Richard Kemp menilai perempuan rata-rata lebih lemah dari laki-laki dan hanya sedikit yang tertarik bergabung de ngan divisi infanteri. Jumlah tentara perempuan di Inggris hanya sekitar 10%, begitu pun dengan di negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) lainnya.
Meski berbagai pendekatan sudah dilakukan, profesi tentara kurang diminati perempuan. RAF menyatakan hanya sekitar 4.000 perempuan yang tertarik melamar menjadi tentara.
(don)