Klaim Pembantaian Parade Militer Iran, ISIS Rilis Bukti Video
A
A
A
TEHERAN - Kelompok ISIS mengklaim sebagai pihak di balik serangan mengerikan dalam parade militer Iran di Ahvaz yang menewaskan 25 orang, termasuk 12 anggota Garda Revolusi. Mereka merilis video sebagai bukti atas klaim pembantaian tersebut.
Video yang di-posting online oleh media propaganda ISIS, Amaq, menunjukkan tiga pria berada di sebuah kendaraan yang diklaim sedang dalam perjalanan untuk melakukan serangan terhadap parade militer di Ahvaz.
Serangan pada hari Sabtu pekan lalu dilakukan empat pria bersenjata yang mengenakan seragam militer palsu. Keempat pelaku mengumbar tembakan secara acak. Keempat pelaku tewas dalam serangan itu.Awalnya, media-media Timur Tengah menyatakan korban tewas mencapai 29 orang, termasuk anak-anak dan wanita. Namun, otoritas Iran menyatakan korban tewas 25 orang.
Dalam video yang dirilis media ISIS terlihat dua pria berbicara dalam bahasa Arab tentang jihad. Sedangkan pria ketiga berbicara dalam bahasa Farsi (Persia) yang menyatakan bahwa mereka menargetkan Garda Revolusi Iran.
"Kami Muslim, mereka kafir," kata pria dalam video itu, seperti dikutip Reuters, Senin (24/9/2018). "Kami akan menghancurkan mereka dengan serangan gaya gerilya yang kuat, insya Allah," lanjut pria tersebut. Ahvaz National Resistance, sebuah gerakan oposisi etnis Arab-Iran yang mencari sebuah negara secara terpisah di Provinsi Khuzestan yang kaya minyak, juga mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Namun, klaim dari gerakan ini tak disertai bukti.
Sebelumnya, Garda Revolusi Iran bersumpah untuk balas dendam atas serangan terhadap parade militer di Ahvaz. Mereka tak terima 12 anggotanya dibantai oleh empat pria bersenjata.
Pemerintah Iran menuduh negara-negara Arab Teluk mendukung orang-orang bersenjata tersebut.
"Mempertimbangkan bahwa (Garda Revolusi) memiliki pengetahuan penuh tentang pusat penyebaran para pemimpin teroris kriminal..., mereka akan menghadapi pembalasan mematikan dan tak terlupakan dalam waktu dekat," kata Garda Revolusi dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah.
Parade militer di Ahvaz merupakan pawai untuk memperingati Perang Iran-Irak tahun 1980-1988 yang saat itu Baghdad dipimpin Saddam Hussein. Ketika parade berlangsung, empat penyerang merangsek masuk dan mengumbar tembakan secara acak. Banyak korban, termasuk belasan anggota Garda Revolusi tergeletak di jalan dan beberapa pengunjung parade berhamburan menyelamatkan diri.
Presiden Hassan Rouhani menyalahkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu Teluk-nya yang dia sebut telah memprovokasi pertumpahan darah. Dia bersumpah akan memberikan respons yang keras.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menolak tuduhan Rouhani. "Dia memiliki rakyat Iran yang memprotes setiap uang yang masuk ke Iran, masuk ke militernya. Dia telah menindas rakyatnya untuk waktu yang lama dan dia perlu melihat markasnya sendiri untuk mencari tahu dari mana asalnya," katanya kepada CNN.
Seorang pejabat senior Uni Emirat Arab (UEA) juga membantah tuduhan Iran bahwa UEA melatih orang-orang bersenjata yang mengklaim serangan itu.
"Hasutan formal terhadap UEA dari dalam Iran sangat disayangkan, dan telah meningkat setelah serangan Ahvaz," kata Menteri Luar Negeri Anwar Gargash di Twitter.
Video yang di-posting online oleh media propaganda ISIS, Amaq, menunjukkan tiga pria berada di sebuah kendaraan yang diklaim sedang dalam perjalanan untuk melakukan serangan terhadap parade militer di Ahvaz.
Serangan pada hari Sabtu pekan lalu dilakukan empat pria bersenjata yang mengenakan seragam militer palsu. Keempat pelaku mengumbar tembakan secara acak. Keempat pelaku tewas dalam serangan itu.Awalnya, media-media Timur Tengah menyatakan korban tewas mencapai 29 orang, termasuk anak-anak dan wanita. Namun, otoritas Iran menyatakan korban tewas 25 orang.
Dalam video yang dirilis media ISIS terlihat dua pria berbicara dalam bahasa Arab tentang jihad. Sedangkan pria ketiga berbicara dalam bahasa Farsi (Persia) yang menyatakan bahwa mereka menargetkan Garda Revolusi Iran.
"Kami Muslim, mereka kafir," kata pria dalam video itu, seperti dikutip Reuters, Senin (24/9/2018). "Kami akan menghancurkan mereka dengan serangan gaya gerilya yang kuat, insya Allah," lanjut pria tersebut. Ahvaz National Resistance, sebuah gerakan oposisi etnis Arab-Iran yang mencari sebuah negara secara terpisah di Provinsi Khuzestan yang kaya minyak, juga mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Namun, klaim dari gerakan ini tak disertai bukti.
Sebelumnya, Garda Revolusi Iran bersumpah untuk balas dendam atas serangan terhadap parade militer di Ahvaz. Mereka tak terima 12 anggotanya dibantai oleh empat pria bersenjata.
Pemerintah Iran menuduh negara-negara Arab Teluk mendukung orang-orang bersenjata tersebut.
"Mempertimbangkan bahwa (Garda Revolusi) memiliki pengetahuan penuh tentang pusat penyebaran para pemimpin teroris kriminal..., mereka akan menghadapi pembalasan mematikan dan tak terlupakan dalam waktu dekat," kata Garda Revolusi dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah.
Parade militer di Ahvaz merupakan pawai untuk memperingati Perang Iran-Irak tahun 1980-1988 yang saat itu Baghdad dipimpin Saddam Hussein. Ketika parade berlangsung, empat penyerang merangsek masuk dan mengumbar tembakan secara acak. Banyak korban, termasuk belasan anggota Garda Revolusi tergeletak di jalan dan beberapa pengunjung parade berhamburan menyelamatkan diri.
Presiden Hassan Rouhani menyalahkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu Teluk-nya yang dia sebut telah memprovokasi pertumpahan darah. Dia bersumpah akan memberikan respons yang keras.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menolak tuduhan Rouhani. "Dia memiliki rakyat Iran yang memprotes setiap uang yang masuk ke Iran, masuk ke militernya. Dia telah menindas rakyatnya untuk waktu yang lama dan dia perlu melihat markasnya sendiri untuk mencari tahu dari mana asalnya," katanya kepada CNN.
Seorang pejabat senior Uni Emirat Arab (UEA) juga membantah tuduhan Iran bahwa UEA melatih orang-orang bersenjata yang mengklaim serangan itu.
"Hasutan formal terhadap UEA dari dalam Iran sangat disayangkan, dan telah meningkat setelah serangan Ahvaz," kata Menteri Luar Negeri Anwar Gargash di Twitter.
(mas)