Shinzo Abe Jadi Perdana Menteri Terlama di Jepang

Jum'at, 21 September 2018 - 13:16 WIB
Shinzo Abe Jadi Perdana...
Shinzo Abe Jadi Perdana Menteri Terlama di Jepang
A A A
TOKYO - Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe berhasil memenangkan pemilihan ketua umum Partai Liberal Demokrat (LDP) dan memberikan kesempatan baginya untuk menjadi PM terlama yang berkuasa di Jepang. Dia juga akan memperkuat legasinya dalam dengan Abenomics dan merevisi konstitusi Jepang.

Jika Abe mampu mempertahankan kekuasaan hingga November 2019, dia akan berkuasa selama 2.886 hari dan melebihi Taro Katsura yang berkuasa pada awal abad 20. “Saya ingin memperjuangkan reformasi konstitusi bersama kalian semua,” ujar Abe di depan anggota LDP setelah pemungutan suara.

Abe mampu mengalahkan mantan menteri pertahanan Shigeru Ishiba pada pemungutan suara kepemimpinan LDP. Dia memperoleh 553 suara dan Ishiba dengan 254 suara. Perolehan suara Abe di luar perkiraan banyak pihak.

Abe akan merombak kabinet setelah setelah kembali dari lawatannya ke New York untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada pekan depan. Dia menolak berkomentar mengenai spekulasi tentang posisi menteri mana saja yang akan dipertahankan. Harian bisnis Nikkei melaporkan sekutu utama Abe, Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga dan Menteri Keuangan Taro Aso akan dipertahankan.

Tambahan anggaran untuk bantuan bagi korban bencana alam, menurut Abe, akan menjadi fokus utamanya. Abe juga akan menjadi pertumbuhan ekonomi sebagai kekuatan utama pemerintahan. Dia mengungkapkan upaya bank sentral Jepang untuk mencapai target inflasi dua persen senada dengan langkah pemerintah untuk mengurangi inflasi agar bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

“Tujuan terbesar kebijakan makroekonomi adalah memenuhi hasil langkah yang ditempuh pemerintah dan bank sentral,” tegasnya. Dia menambahkan, dirinya akan tetap berusaha mengakhiri deflasi pada masa kepemimpinannya.

Pemerintah Jepang harus berjuang untuk mengurangi hutang publik yang besar dan peningkatan biaya anggaran kesejahteraan sosial karena meningkatnya jumlah populasi tua di Jepang. Itu menyebabkan Abe memiliki ruang kecil untuk mengatur belanja fiskal.

Abe juga juga berjanji akan mereformasi sistem keamanan sosial sehingga memudahkan orang untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu, dia harus memperhatikan peningkatan usia pensiun di atas 65 tahun dan membayarkan uang pensiun untuk usia 70 tahun.

Dia juga akan mengimplementasikan kenaikan pajak penjualan hingga 10% dari 8% pada Oktober 2019. Tapi, kebijakan itu bisa menganggu ekonomi karena kebijakan proteksionisme yang dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) bisa mengganggu ekspor Jepang.

Revisi Pasal 9 Konstitusi Jepang untuk mengklarifikasi status ambigu militer juga menjadi tujuan jangka panjang Abe. Pasal itu, jika diterjemahkan literal, melarang pasukan bersenjata, tetapi diperbolehkan militer bertindak sebagai pasukan pertahanan.

Amendemen menjadi perubahan simbolis yang besar. Itu juga bisa memicu risiko potensi politik karena publik Jepang terbelah. Amendemen itu membutuhkan suara dua pertiga parlemen dan mayoritas pada referendum publik.

Jajak pendapat yang dilakukan NHK pada awal tahun ini menyatakan 31% responden mendukung proposal Abe, sedangkan 23% menentang dan 40% belum memutuskan. Perubahan konstitusi itu akan mengganggu hubungan Jepang dengan Korea Selatan dan China di mana kedua negara itu adalah korban militerisme Jepang pada pertengahan pertama abad 20.

Amenenden konstitusi, menurut para analis bukan prioritas utama. Para pemilih lebih peduli dengan faktor ekonomi dan penurunan populasi. “Mereka idak memiliki revisi konstitusi sebagai prioritas utama pemerintah dan parlemen,” kata Tobias Harris, pakar Jepang dari Intelijen Teneo di Washington, dilansir Guardian. Dia menambahkan, amendemen konstitusi bisa merugikan karena bisa memicu penarikan dukungan dan suara.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0953 seconds (0.1#10.140)