Penasihat Trump, John Bolton: Bagi AS, ICC Sudah Mati!
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan verbal keras terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Administrasi Donald Trump mengancam menjatuhkan sanksi terhadap para hakim ICC jika mereka menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh orang Amerika di Afghanistan.
John Bolton, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Donald Trump, membuat ancaman itu dalam pidato untuk Federalist Society, sebuah kelompok konservatif, di Washington pada hari Senin.
"Hari ini, pada malam 11 September, saya ingin menyampaikan pesan yang jelas dan tidak ambigu atas nama presiden. Amerika Serikat akan menggunakan segala cara yang diperlukan untuk melindungi warga negara kita dan orang-orang dari sekutu kita dari penuntutan yang tidak adil oleh pengadilan tidak sah ini," kata Bolton.Baca Juga: AS Lawan ICC jika Adili Dugaan Kejahatan Perang Afghanistan
"Kami tidak akan bekerja sama dengan ICC. Kami tidak akan memberikan bantuan kepada ICC...Kami akan membiarkan ICC mati dengan sendirinya. Bagaimanapun, untuk semua maksud dan tujuan, ICC sudah mati bagi kami," lanjut Bolton.
Pada 2016, Mahkamah Pidana Internasional yang bermarkas di Den Haag mengatakan anggota pasukan bersenjata AS dan CIA diduga telah melakukan kejahatan perang dengan menyiksa tahanan di Afghanistan.
Didirikan pada tahun 2002 di bawah Statuta Roma, ICC adalah pengadilan permanen pertama di dunia yang dibentuk untuk mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Lebih dari 120 negara di seluruh dunia adalah anggota, tetapi negara adidaya—seperti AS, Rusia, dan China—belum mendaftar.
Bolton mengatakan jika ada investigasi yang dilakukan atas dugaan kejahatan perang AS, administrasi Trump akan mempertimbangkan pelarangan hakim dan jaksa memasuki negeri Paman Sam tersebut. Para jaksa dan hakim ICC akan dijatuhi sanksi yang membuat mereka tidak bisa mengakses sistem keuangan AS.
Bolton mengatakan keberatan utamanya adalah gagasan bahwa ICC bisa memiliki otoritas lebih tinggi daripada konstitusi AS dan kedaulatan AS.
"Dalam istilah sekuler kami tidak mengakui otoritas yang lebih tinggi daripada konstitusi AS," katanya. "Presiden ini tidak akan mengizinkan warga Amerika untuk dituntut oleh birokrat asing, dan dia tidak akan membiarkan negara lain mendikte alat pertahanan diri kita."
Itu adalah pidato resmi pertama Bolton sejak bergabung dengan pemerintahan Trump. Dia sebelumnya adalah Duta Besar AS untuk PBB di era pemerintahan George W Bush. Dia pernah melawan ICC pada tahun 2000-an.
"Mahkamah Pidana Internasional merupakan serangan terhadap hak konstitusional rakyat Amerika dan kedaulatan Amerika Serikat," katanya.
"Atas arahan Presiden Bush, kami selanjutnya meluncurkan kampanye diplomatik global untuk melindungi Amerika agar tidak diserahkan ke tangan ICC. Kami merundingkan sekitar 100 perjanjian bilateral yang mengikat untuk mencegah negara lain mengirimkan personel AS ke ICC. Ini tetap salah satu yang paling saya banggakan. Prestasi," paparnya.Baca Juga: AS Ancam Tutup Kantor Palestina jika Kejahatan Israel Diusik ICC
Bolton mengatakan AS tidak akan "duduk diam" jika ICC mengadili Israel atau sekutu AS lainnya.
Dia mengumumkan penutupan Kantor Pembebasan Palestina (PLO) di Washington, DC, karena Palestina berupaya mendorong ICC untuk menyelidiki Israel atas kejahatan yang dilakukan selama pendudukan Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun.
Tindakan melawan PLO adalah yang terbaru dalam serangkaian tindakan oleh administrasi Trump terhadap kepemimpinan Palestina.
"Ini adalah deklarasi perang terhadap upaya untuk membawa perdamaian ke negara kita dan wilayahnya," kata juru bicara Otoritas Palestina, Yousef al-Mahmoud seperti dikutip oleh kantor berita Wafa, Selasa (11/9/2018).
John Bolton, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Donald Trump, membuat ancaman itu dalam pidato untuk Federalist Society, sebuah kelompok konservatif, di Washington pada hari Senin.
"Hari ini, pada malam 11 September, saya ingin menyampaikan pesan yang jelas dan tidak ambigu atas nama presiden. Amerika Serikat akan menggunakan segala cara yang diperlukan untuk melindungi warga negara kita dan orang-orang dari sekutu kita dari penuntutan yang tidak adil oleh pengadilan tidak sah ini," kata Bolton.Baca Juga: AS Lawan ICC jika Adili Dugaan Kejahatan Perang Afghanistan
"Kami tidak akan bekerja sama dengan ICC. Kami tidak akan memberikan bantuan kepada ICC...Kami akan membiarkan ICC mati dengan sendirinya. Bagaimanapun, untuk semua maksud dan tujuan, ICC sudah mati bagi kami," lanjut Bolton.
Pada 2016, Mahkamah Pidana Internasional yang bermarkas di Den Haag mengatakan anggota pasukan bersenjata AS dan CIA diduga telah melakukan kejahatan perang dengan menyiksa tahanan di Afghanistan.
Didirikan pada tahun 2002 di bawah Statuta Roma, ICC adalah pengadilan permanen pertama di dunia yang dibentuk untuk mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Lebih dari 120 negara di seluruh dunia adalah anggota, tetapi negara adidaya—seperti AS, Rusia, dan China—belum mendaftar.
Bolton mengatakan jika ada investigasi yang dilakukan atas dugaan kejahatan perang AS, administrasi Trump akan mempertimbangkan pelarangan hakim dan jaksa memasuki negeri Paman Sam tersebut. Para jaksa dan hakim ICC akan dijatuhi sanksi yang membuat mereka tidak bisa mengakses sistem keuangan AS.
Bolton mengatakan keberatan utamanya adalah gagasan bahwa ICC bisa memiliki otoritas lebih tinggi daripada konstitusi AS dan kedaulatan AS.
"Dalam istilah sekuler kami tidak mengakui otoritas yang lebih tinggi daripada konstitusi AS," katanya. "Presiden ini tidak akan mengizinkan warga Amerika untuk dituntut oleh birokrat asing, dan dia tidak akan membiarkan negara lain mendikte alat pertahanan diri kita."
Itu adalah pidato resmi pertama Bolton sejak bergabung dengan pemerintahan Trump. Dia sebelumnya adalah Duta Besar AS untuk PBB di era pemerintahan George W Bush. Dia pernah melawan ICC pada tahun 2000-an.
"Mahkamah Pidana Internasional merupakan serangan terhadap hak konstitusional rakyat Amerika dan kedaulatan Amerika Serikat," katanya.
"Atas arahan Presiden Bush, kami selanjutnya meluncurkan kampanye diplomatik global untuk melindungi Amerika agar tidak diserahkan ke tangan ICC. Kami merundingkan sekitar 100 perjanjian bilateral yang mengikat untuk mencegah negara lain mengirimkan personel AS ke ICC. Ini tetap salah satu yang paling saya banggakan. Prestasi," paparnya.Baca Juga: AS Ancam Tutup Kantor Palestina jika Kejahatan Israel Diusik ICC
Bolton mengatakan AS tidak akan "duduk diam" jika ICC mengadili Israel atau sekutu AS lainnya.
Dia mengumumkan penutupan Kantor Pembebasan Palestina (PLO) di Washington, DC, karena Palestina berupaya mendorong ICC untuk menyelidiki Israel atas kejahatan yang dilakukan selama pendudukan Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun.
Tindakan melawan PLO adalah yang terbaru dalam serangkaian tindakan oleh administrasi Trump terhadap kepemimpinan Palestina.
"Ini adalah deklarasi perang terhadap upaya untuk membawa perdamaian ke negara kita dan wilayahnya," kata juru bicara Otoritas Palestina, Yousef al-Mahmoud seperti dikutip oleh kantor berita Wafa, Selasa (11/9/2018).
(mas)