Komite Pastikan Nobel Perdamaian Suu Kyi Tidak Dicopot
A
A
A
STAVANGER - Komite Nobel Norwegia mengatakan Hadiah Nobel Perdamaian untuk Aung San Suu Kyi tidak akan ditarik. Pernyataan ini muncul setelah laporan PBB mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan massal terhadap Muslim Rohingya.
“Penting untuk diingat bahwa Hadiah Nobel, baik dalam Fisika, Sastra atau Perdamaian, diberikan untuk beberapa upaya atau pencapaian berharga dari masa lalu,” kata sekretaris Komite Nobel Norwegia, Olav Njoelstad.
"Aung San Suu Kyi memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian untuk perjuangannya demi demokrasi dan kebebasan hingga tahun 1991, tahun ia dianugerahi hadiah," imbuhnya.
"Dan peraturan yang mengatur Hadiah Nobel tidak memungkinkan hadiah ditarik," tukasnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (30/8/2018).
Komite Nobel Norwegia terdiri dari panel lima warga Norwegia, sebagian besar mantan politisi dan akademisi, yang mencerminkan kekuatan yang berbeda di Parlemen Norwegia. Hadiah Nobel lainnya diberikan di Swedia.
Tahun lalu, ketua Komite, Berit Reiss-Andersen, juga mengatakan tidak akan mencabut penghargaan itu setelah kritik sebelumnya terhadap peran Aung San Suu Kyi dalam krisis Rohingya.
“Kami tidak melakukannya. Bukan tugas kita untuk mengawasi atau menyensor apa yang dilakukan seorang pemenang setelah hadiah dimenangkan,” katanya dalam sebuah wawancara televisi.
"Para pemenang hadiah sendiri harus menjaga reputasi mereka sendiri," sambungnya.
Pada hari Senin, para penyelidik PBB mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan dengan "niat genosida". PBB menegaskan bahwa panglima tertinggi dan lima jenderal Myanmar harus dituntut atas kejahatan berat di bawah hukum internasional.
Aung San Suu Kyi, yang memimpin pemerintahan Myanmar dan memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 karena perjuangannya untuk demokrasi, telah dikritik karena gagal berbicara menentang penindasan tentara Myanmar di Negara Bagian Rakhine.
“Penting untuk diingat bahwa Hadiah Nobel, baik dalam Fisika, Sastra atau Perdamaian, diberikan untuk beberapa upaya atau pencapaian berharga dari masa lalu,” kata sekretaris Komite Nobel Norwegia, Olav Njoelstad.
"Aung San Suu Kyi memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian untuk perjuangannya demi demokrasi dan kebebasan hingga tahun 1991, tahun ia dianugerahi hadiah," imbuhnya.
"Dan peraturan yang mengatur Hadiah Nobel tidak memungkinkan hadiah ditarik," tukasnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (30/8/2018).
Komite Nobel Norwegia terdiri dari panel lima warga Norwegia, sebagian besar mantan politisi dan akademisi, yang mencerminkan kekuatan yang berbeda di Parlemen Norwegia. Hadiah Nobel lainnya diberikan di Swedia.
Tahun lalu, ketua Komite, Berit Reiss-Andersen, juga mengatakan tidak akan mencabut penghargaan itu setelah kritik sebelumnya terhadap peran Aung San Suu Kyi dalam krisis Rohingya.
“Kami tidak melakukannya. Bukan tugas kita untuk mengawasi atau menyensor apa yang dilakukan seorang pemenang setelah hadiah dimenangkan,” katanya dalam sebuah wawancara televisi.
"Para pemenang hadiah sendiri harus menjaga reputasi mereka sendiri," sambungnya.
Pada hari Senin, para penyelidik PBB mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan dengan "niat genosida". PBB menegaskan bahwa panglima tertinggi dan lima jenderal Myanmar harus dituntut atas kejahatan berat di bawah hukum internasional.
Aung San Suu Kyi, yang memimpin pemerintahan Myanmar dan memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 karena perjuangannya untuk demokrasi, telah dikritik karena gagal berbicara menentang penindasan tentara Myanmar di Negara Bagian Rakhine.
(ian)