Kisah Pria Yazidi Selamatkan Istrinya dari Perbudakan Seks ISIS

Jum'at, 24 Agustus 2018 - 00:19 WIB
Kisah Pria Yazidi Selamatkan...
Kisah Pria Yazidi Selamatkan Istrinya dari Perbudakan Seks ISIS
A A A
MOSUL - Foto itu terlihat grainy, tapi sukacita pasangan dalam foto tersebut sangat jelas. Mereka berpelukan, mencium satu sama lain, dan larut dalam cinta.

Pemandangan mengharukan itu adalah reuni pria Yazidi Irak, Huzni Murad Pissi dan istrinya, Jilan. Pertemuan bahagia itu terjadi setelah Huzni menyelamatkan Jilan yang disekap kelompok Islamic State atau ISIS dan dijadikan budak seks.

Cerita bahagia pasangan Yazidi itu terjadi di dekat Mosul, kota di Irak utara yang dinyatakan terbebas dari pendudukan ISIS tahun lalu.

Pada bulan Agustus empat tahun yang lalu, Jilan berada di antara sekitar 5.000 wanita Yazidi yang diculik di tanah air kuno mereka di Sinjar oleh para militan ISIS. Kala itu, kelompok ekstremis tersebut merebut sebagian wilayah Irak dan menghancurkan banyak desa.

Ribuan Yazidi, kelompok minoritas yang dibenci oleh ISIS, dibantai. Penderitaan mereka yang jadi sorotan masyarakat dunia membuat Amerika Serikat dan koalisinya meluncurkan serangan udara.

Jilan, usai diculik, dibawa ke Mosul dan dipaksa melakukan perbudakan fisik dan seksual yang brutal. Banyak wanita Yazidi yang senasib dengan Jilan tidak bisa melarikan diri sampai ada pembebasan. Tak sedikit dari mereka masih dinyatakan hilang hingga saat ini.

Tapi kisah Huzni yang menyelamatkan Jilan seperti adegan film. Selama 30 bulan penahanannya, Jilan berhasil mencuri telepon genggam penculiknya dan menghubungi suaminya dengan harapan bisa diselamatkan. Aksi Jilan itu berisiko dihukum dengan pemerkosaan atau bahkan eksekusi.

Melalui percakapan singkat dan tenang, dia bisa mengungkapkan lokasinya kepada Huzni, yang saat ini berusia 37 tahun. Dari percakapan itu, Huzni memiliki kesempatan untuk merencanakan penyelamatan luar biasa.

Huzni menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh penculik istrinya. Pembunuh bayaran itulah yang menyelundupkan Jilan keluar dari Mosul, dan akhirnya kembali ke pelukan Huzni.

Di sebuah rumah portabel di kamp pengungsian di Irak utara, pasangan itu tersenyum. "Tidak sulit untuk memulai lagi. Saya sangat senang, begitu bersemangat, saya hanya ingin memulai kembali dengan istri saya," kata Huzni.

Di sampingnya, Jilan, 26, melindungi wajahnya saat hendak difoto wartawan. Hal itu menunjukkan bahwa Jilan masih trauma.

Tapi dengan memeluk Raoah, putrinya yang kini berusia enam bulan, kebahagiaan Jilan mulai terpancar. "Saya telah kehilangan harapan, tetapi dia mengatakan kepada saya, 'Kamu akan kembali, dan Kamu akan dicintai, dan saya akan berada di sini untukmu'," kata Jilan menirukan pesan-pesan Huzni, seperti dikutip Daily Mirror, Kamis (23/8/2018) malam.

Bagi kalangan warga Yazidi, sosok Huzni cukup dikenal. Dia ternyata kakak dari Nadia Murad, 25, wanita yang pernah disandera sebagai budak seks ISIS di Mosul. Kisah Nadia yang sempat menghiasi media-media internasional membuatnya ditunjuk sebagai duta PBB.

Kebahagiaan keluarga Huzni kian lengkap, karena pada awal pekan ini Nadia juga menemukan kebahagiaannya, yakni bertunangan dengan sesama aktivis, Abid Shamdeen.

Saat ISIS merebut Desa Kocho, di Sinjar pada 3 Agustus 2014, Huzni masih tercatat sebagai seorang polisi. Serbuan ISIS itu membuat Huzni tidak bisa pulang. Dia melarikan diri ke Gunung Sinjar dan berharap menemuakan semua keluarganya. Namun, pada saat itu dia hanya menemukan dua saudaranya.

Istri, ibu, Nadia, dua saudara perempuan dan enam saudara laki-laki Huzni digiring ke sekolah desa. Keenam saudara laki-laki Huzni itu termasuk di antara 300 orang yang dibantai ISIS. Ibu Huzni juga terbunuh.

Para militan ISIS membawa sekelompok wanita yang belum menikah dibawa ke Mosul. Jilan berada di antara mereka.

Di sana, mereka dipaksa masuk ke ruang bawah tanah dan ditahan selama 20 hari, di mana para militan ISIS mengambil mereka sebagai budak. Jilan ingat dengan keberanian Nadia.

"Dia selalu yang melawan balik," kata Jilan. "Mereka memukulnya, tetapi dia memutar pipi yang lain dan mereka memukulnya di sana juga."

"Saya tidak berani," ujar Jilan. "Saya sangat takut.”

Nadia berhasil melarikan diri setelah tiga bulan disekap. Sedangkan Jilan ditahan hingga Desember 2016. Untuk tahun pertama, Jilan dijaga dengan militan ISIS yang bersikap kasar. Dia kemudian dibawa untuk tinggal bersama istri dan anak-anak militan ISIS yang menculiknya. Selama tinggal di keluarga penculiknya, Jilan terus diperkosa.

Jilan secara teratur dipukul jika dia menolak melayani nafsu militan tersebut. Dia menunjukkan kaki yang masih bengkak. "Dia memukul saya dengan tongkat logam. Tubuh saya benar-benar memar," katanya mengenang penderitaannya.

"Saya mencoba untuk mengatakan tidak," ujarnya. Menemukan telepon tanpa ketahuan adalah berkah dari Tuhan. Namun, dengan mengambilnya, Jilan telah mempertaruhkan nyawanya.

Sekali lagi, keberanian yang tenang itu bangkit. Dia tidak tahu suaminya masih hidup atau tidak saat dia menelepon. Ketika teleponnya dijawab sang suami, air mata mengalir di wajahnya.

“Kami menangis dan menangis, lalu tertawa, lalu menangis. Kami tidak pernah berpikir kami akan bertemu lagi," ujar Jilan.

Jilan sempat berpikir bahwa siksaan yang dia alami hampir tidak mungkin bagi Huzni untuk mau hidup bersama dengannya lagi. Tapi, cinta Huzni tidak berubah. Pria Yazidi ini bertekad untuk membebaskan istrinya.

"Saya harus meyakinkan dia bahwa dia akan kembali dan saya akan ada di sini untuknya,” kata Huzni. Huzni memiliki kontak beberapa orang di Mosul dan membujuk seorang teman untuk membantu. Dengan risiko besar, mereka mengatur seorang pembunuh bayaran untuk melacak penculik Jilan dan membunuhnya dengan cara menabrak mobil sang penculik.Kebetulan, penculik sedang sendirian di dalam mobil yang ditabrak pembunuh bayaran. Pembunuh bayaran tersebut berhasil menemukan Jilan dan membawanya ke pelukan Huzni.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0602 seconds (0.1#10.140)