OKI Kecam UU Negara Yahudi Israel
A
A
A
RIYADH - Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengecam undang-undang negara bangsa Yahudi yang baru disahkan oleh parlemen Israel, Knesset. OKI menggambarkannya sebagai rasis dan tidak sah.
Sekretaris Jenderal OKI, Yousef bin Ahmad al-Othaimeen menyebut undang-undang yang kontroversial itu sebagai tantangan yang mencolok terhadap kehendak, hukum, dan keputusan sah masyarakat internasional.
Al-Othaimeen kemudian menyatakan, undang-udang tersebut telah mengabaikan hak historis orang Palestina, baik Muslim maupun Kristen.
"Undang-udang berfungsi untuk melegitimasi pendudukan Israel dan kebijakan pemukimannya. Kebijakan yang didasarkan pada penolakan keberadaan dan sejarah orang Palestina," kata al-Othaimeen, seperti dilansir Anadolu Agency pada Jumat (20/7).
Dia kemudian mendesak masyarakat internasional untuk menolak dan mengutuk hukum, yang dia peringatkan, hanya akan berfungsi untuk merusak visi solusi dua negara.
Seperti diketahui, kemarin Parlemen Israel mengesahkan undang-undang kontroversial itu. Undang-undang itu juga menyatakan bahasa Ibrani sebagai satu-satunya bahasa resmi, yang menghapus bahasa Arab dengan status yang sama.
Undang-undang itu disahkan di Knesset yang memiliki 120 kursi dengan suara 62 setuju dan 55 menolak, dengan dua abstain. Perdebatan panas itu berakhir dengan tepuk tangan oleh koalisi nasionalis yang berkuasa dan tuduhan apartheid oleh anggota parlemen Arab, yang merobek salinan RUU mereka sebagai protes.
Sekretaris Jenderal OKI, Yousef bin Ahmad al-Othaimeen menyebut undang-undang yang kontroversial itu sebagai tantangan yang mencolok terhadap kehendak, hukum, dan keputusan sah masyarakat internasional.
Al-Othaimeen kemudian menyatakan, undang-udang tersebut telah mengabaikan hak historis orang Palestina, baik Muslim maupun Kristen.
"Undang-udang berfungsi untuk melegitimasi pendudukan Israel dan kebijakan pemukimannya. Kebijakan yang didasarkan pada penolakan keberadaan dan sejarah orang Palestina," kata al-Othaimeen, seperti dilansir Anadolu Agency pada Jumat (20/7).
Dia kemudian mendesak masyarakat internasional untuk menolak dan mengutuk hukum, yang dia peringatkan, hanya akan berfungsi untuk merusak visi solusi dua negara.
Seperti diketahui, kemarin Parlemen Israel mengesahkan undang-undang kontroversial itu. Undang-undang itu juga menyatakan bahasa Ibrani sebagai satu-satunya bahasa resmi, yang menghapus bahasa Arab dengan status yang sama.
Undang-undang itu disahkan di Knesset yang memiliki 120 kursi dengan suara 62 setuju dan 55 menolak, dengan dua abstain. Perdebatan panas itu berakhir dengan tepuk tangan oleh koalisi nasionalis yang berkuasa dan tuduhan apartheid oleh anggota parlemen Arab, yang merobek salinan RUU mereka sebagai protes.
(esn)