Pentolan Papua Merdeka Tuduh Militer Indonesia Mengebom Nduga
A
A
A
JAKARTA - Pemimpin Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Benny Wenda, menuduh militer Indonesia melakukan pengeboman di Nduga dalam operasi militer. Sebelumnya, Kodam XVII/Cenderawasih dalam pernyataan kepada SINDOnews membantah bahwa operasi militer telah digelar di Nduga.
"Pengeboman, pembakaran rumah, dan penembakan ke desa-desa dari helikopter adalah aksi terorisme," kata Benny Wenda.
"Tindakan kekerasan mengerikan pemerintah Indonesia terhadap orang Melanesia di Papua Barat menyebabkan bahaya dan trauma besar," katanya lagi.
Beberapa hari lalu, Bupati Nduga, Yarius Gwijangge, meminta pasukan Indonesia tidak melakukan penembakan dari udara karena dikhawatirkan bisa menyebabkan korban dari kalangan sipil.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) untuk wilayah Papua mendesak pihak berwenang Indonesia untuk menghentikan tindakan represif dan mengadopsi strategi persuasi.
Juru bicara PGI Irma Riana Simanjuntak mengatakan pemerintah Indonesia harus membentuk tim pencari fakta untuk memverifikasi serangan baru-baru ini dan menjamin keselamatan publik.
Tabuni, warga setempat, mengatakan ribuan warga Nduga telah melarikan diri dari kabupaten sejak kekerasan melonjak selama pemilihan kepala daerah (pilkada) bulan lalu.
Laporan tentang masuknya militer Indonesia baru-baru ini telah membawa kembali kenangan dari tahun 1996, ketika komandan militer Indonesia Prabowo Subianto memimpin pasukan khusus ke daerah yang sama untuk menyelamatkan para sandera yang ditahan oleh Komandan Gerakan Papua Merdeka, Kelly Kwalik.
"Itulah sebabnya ketika banyak pasukan tentara dan polisi datang ke Nduga, Kenyam, sebagian besar orang kami takut, Anda tahu, bahwa hal yang sama akan terjadi," kata Tabuni, dikutip RNZ, Senin (16/7/2018).
Keterangan Versi TNI
Seperti diberitakan sebelumnya, Kodam XVII/Cenderawasih menyatakan belum ada operasi militer besar-besaran di Nduga, Papua. Pernyataan ini sebagai bantahan atas beredarnya informasi yang menyebut pasukan gabungan TNI-Polri pada Rabu 11 Juni 2018 melakukan serangan udara ke kota Kenyam dengan menggunakan dua unit helikopter milik TNI.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menegaskan bahwa belum ada pergerakan pasukan TNI untuk mengejar Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) di Nduga baik dari darat maupun lewat udara.
"Hingga saat ini alutsista TNI khususnya pesawat udara baik helikopter maupun pesawat belum pernah digunakan untuk melaksanakan serbuan guna mengejar Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) di Nduga, Papua," katanya dalam pernyatan tertulis 12 Juli lalu.
"Sejauh ini alutsista TNI hanya digunakan untuk pendorongan logistik termasuk mendukung pemerintah daerah dan membantu masyarakat mengatasi kesulitan rakyat khususnya dalam hal sarana angkut," lanjut Kolonel Muhammad.
Kapendam Cenderawasih menjelaskan, status politik dan eskalasi ancaman di Papua saat ini masih tertib atau sama dengan yang berlaku di daerah lain di seluruh wilayah Indonesia.
Dia mengkritik laporan kelompok HAM yang tak adil.
"Artinya penegakan hukum masih mengedepankan tindakan polisionir. Nyatanya, TNI-Polri jatuh korban di Kabupaten Puncak beberapa waktu yang lalu, baik korban jiwa maupun luka-luka kami berbelasungkawa tetapi tidak ada ribut-ribut, masyarakat sipil yang tak berdosa jadi korban pembantaian, pesawat angkutan masyarakat yang sangat dibutuhkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokok di pedalaman mereka tembaki, kalau aparat keamanan melaksanakan penindakan hukum kok mereka langsung teriak-teriak," ujarnya.
Menurut Kapendam, demi tegaknya hukum dan kedaulatan negara, aparat keamanan akan tetap melaksanakan pengejaran terhadap KKSB dalam rangka penegakan hukum.
"Sekelompok orang mengangkat senjata secara ilegal tidak pernah dibenarkan dalam aturan hukum manapun, termasuk upaya perlawanan terhadap kedaulatan negara tidak akan pernah ditoleransi. Namun mekanismenya tentu aparat keamanan akan mematuhi dan menjunjung tinggi hukum dan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
"Beda dengan pihak KKSB, mereka adalah gerombolan tidak mengenal norma, hukum dan aturan. Tidak mengenal kombatan dan non-kombatan, bahkan anak kecil pun mereka bantai," kecam Kolonel Muhammad Aidi.
"Pengeboman, pembakaran rumah, dan penembakan ke desa-desa dari helikopter adalah aksi terorisme," kata Benny Wenda.
"Tindakan kekerasan mengerikan pemerintah Indonesia terhadap orang Melanesia di Papua Barat menyebabkan bahaya dan trauma besar," katanya lagi.
Beberapa hari lalu, Bupati Nduga, Yarius Gwijangge, meminta pasukan Indonesia tidak melakukan penembakan dari udara karena dikhawatirkan bisa menyebabkan korban dari kalangan sipil.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) untuk wilayah Papua mendesak pihak berwenang Indonesia untuk menghentikan tindakan represif dan mengadopsi strategi persuasi.
Juru bicara PGI Irma Riana Simanjuntak mengatakan pemerintah Indonesia harus membentuk tim pencari fakta untuk memverifikasi serangan baru-baru ini dan menjamin keselamatan publik.
Tabuni, warga setempat, mengatakan ribuan warga Nduga telah melarikan diri dari kabupaten sejak kekerasan melonjak selama pemilihan kepala daerah (pilkada) bulan lalu.
Laporan tentang masuknya militer Indonesia baru-baru ini telah membawa kembali kenangan dari tahun 1996, ketika komandan militer Indonesia Prabowo Subianto memimpin pasukan khusus ke daerah yang sama untuk menyelamatkan para sandera yang ditahan oleh Komandan Gerakan Papua Merdeka, Kelly Kwalik.
"Itulah sebabnya ketika banyak pasukan tentara dan polisi datang ke Nduga, Kenyam, sebagian besar orang kami takut, Anda tahu, bahwa hal yang sama akan terjadi," kata Tabuni, dikutip RNZ, Senin (16/7/2018).
Keterangan Versi TNI
Seperti diberitakan sebelumnya, Kodam XVII/Cenderawasih menyatakan belum ada operasi militer besar-besaran di Nduga, Papua. Pernyataan ini sebagai bantahan atas beredarnya informasi yang menyebut pasukan gabungan TNI-Polri pada Rabu 11 Juni 2018 melakukan serangan udara ke kota Kenyam dengan menggunakan dua unit helikopter milik TNI.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menegaskan bahwa belum ada pergerakan pasukan TNI untuk mengejar Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) di Nduga baik dari darat maupun lewat udara.
"Hingga saat ini alutsista TNI khususnya pesawat udara baik helikopter maupun pesawat belum pernah digunakan untuk melaksanakan serbuan guna mengejar Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) di Nduga, Papua," katanya dalam pernyatan tertulis 12 Juli lalu.
"Sejauh ini alutsista TNI hanya digunakan untuk pendorongan logistik termasuk mendukung pemerintah daerah dan membantu masyarakat mengatasi kesulitan rakyat khususnya dalam hal sarana angkut," lanjut Kolonel Muhammad.
Kapendam Cenderawasih menjelaskan, status politik dan eskalasi ancaman di Papua saat ini masih tertib atau sama dengan yang berlaku di daerah lain di seluruh wilayah Indonesia.
Dia mengkritik laporan kelompok HAM yang tak adil.
"Artinya penegakan hukum masih mengedepankan tindakan polisionir. Nyatanya, TNI-Polri jatuh korban di Kabupaten Puncak beberapa waktu yang lalu, baik korban jiwa maupun luka-luka kami berbelasungkawa tetapi tidak ada ribut-ribut, masyarakat sipil yang tak berdosa jadi korban pembantaian, pesawat angkutan masyarakat yang sangat dibutuhkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokok di pedalaman mereka tembaki, kalau aparat keamanan melaksanakan penindakan hukum kok mereka langsung teriak-teriak," ujarnya.
Menurut Kapendam, demi tegaknya hukum dan kedaulatan negara, aparat keamanan akan tetap melaksanakan pengejaran terhadap KKSB dalam rangka penegakan hukum.
"Sekelompok orang mengangkat senjata secara ilegal tidak pernah dibenarkan dalam aturan hukum manapun, termasuk upaya perlawanan terhadap kedaulatan negara tidak akan pernah ditoleransi. Namun mekanismenya tentu aparat keamanan akan mematuhi dan menjunjung tinggi hukum dan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
"Beda dengan pihak KKSB, mereka adalah gerombolan tidak mengenal norma, hukum dan aturan. Tidak mengenal kombatan dan non-kombatan, bahkan anak kecil pun mereka bantai," kecam Kolonel Muhammad Aidi.
(mas)