Korban Banjir Jepang 195 Jiwa, Ancaman Heat Stroke Intai Pengungsi

Kamis, 12 Juli 2018 - 13:28 WIB
Korban Banjir Jepang 195 Jiwa, Ancaman Heat Stroke Intai Pengungsi
Korban Banjir Jepang 195 Jiwa, Ancaman Heat Stroke Intai Pengungsi
A A A
KURASHIKI - Cuaca panas yang intens dan kekurangan air menimbulkan kekhawatiran wabah penyakit di Jepang barat yang dilanda banjir. Sementara itu korban tewas dari bencana cuaca terburuk selama 36 tahun itu mendekati angka 200 jiwa.

Lebih dari 200 ribu rumah tangga tidak memiliki air seminggu setelah hujan lebat menyebabkan banjir dan tanah longsor di Jepang barat.

"Jumlah korban tewas meningkat menjadi 195, dengan beberapa lusin orang masih hilang," kata pemerintah Jepang seperti dikutip dari Reuters, Kamis (12/7/2018).

Dengan suhu harian di atas 30 Celcius dan kelembaban tinggi, kehidupan di gimnasium sekolah dan pusat evakuasi lainnya, di mana keluarga hidup di atas lantai beralaskan tikar, mulai mengambil korban.

Tayangan televisi menunjukkan seorang wanita tua mencoba tidur dengan berlutut dengan tubuh bagian atasnya di kursi lipat, lengan di atas matanya untuk menghindari cahaya.

Dengan beberapa kipas angin portabel di pusat-pusat evakuasi, banyak dari para pengungsi mencoba mendinginkan diri mereka sendiri dengan kipas kertas.

Menurut pihak berwenang pasokan air yang terbatas membuat para pengungsi tidak mendapatkan cukup cairan dan terancam terkena heat stroke. Heat strok adalah kondisi kepanasan ekstrim yang dapat berakibat fatal jika tak segera diatasi.

Para pengungsi juga enggan menggunakan air yang mereka miliki untuk mencuci tangan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran epidemi.

“Tanpa air, kita tidak bisa benar-benar membersihkan apa pun. Kami tidak bisa mencuci apa pun,” kata seorang pria kepada televisi NHK.

Pemerintah Jepang sendiri telah mengirim truk air ke daerah bencana, tetapi persediaan masih terbatas.

Lebih dari 70.000 militer, polisi dan pemadam kebakaran bekerja keras melalui puing-puing untuk mencari korban hilang.

Beberapa tim menyekop kotoran ke dalam karung dan menumpuk kantong ke dalam truk. Lainnya menggunakan penggali dan gergaji untuk melewati tanah longsor dan puing bangunan.

Banyak daerah yang terkubur lumpur berbau seperti limbah dan mengeras karena panas, membuat pencarian korban menjadi lebih sulit.

Para ahli mengatakan bencana akibat hujan yang lebat telah menjadi lebih sering di Jepang. Kemungkinan disebabkan oleh pemanasan global. Puluhan orang tewas setelah hujan yang sama menyebabkan banjir sekitar waktu yang sama tahun lalu.

"Ini adalah fakta yang tidak dapat disangkal bahwa bencana semacam ini karena hujan deras, belum pernah terjadi sebelumnya menjadi lebih sering dalam beberapa tahun terakhir," kata Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga pada konferensi pers di Tokyo.

“Melestarikan kehidupan dan eksistensi warga negara kita adalah tugas terbesar pemerintah. Kami menyadari bahwa ada kebutuhan untuk melihat langkah-langkah yang dapat kami ambil untuk mengurangi kerusakan dari bencana seperti ini bahkan sedikit,” tambahnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3275 seconds (0.1#10.140)