Bos Sekte Kiamat Jepang dan 6 Anak Buah Dieksekusi Gantung
A
A
A
TOKYO - Otoritas terkait Jepang mengeksekusi mati pemimpin sekte kiamat Aum Shinrikyo dan enam anak buahnya pada Jumat (6/7/2018). Mereka digantung terkait serangan gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo pada tahun 1995 yang menewaskan 13 orang dan melukai lebih dari 6.000 orang.
Bos sekte kiamat yang digantung bernama Chizuo Matsumoto alias Shoko Asahara. Dia mendirikan sekte ini pada tahun 1987. Sekte ini mempraktikkan gabungan meditasi Buddha dan Hindu dengan ajaran apokaliptik. Dengan ajaran apokaliptik itu, mereka melakukan serangkaian serangan mematikan termasuk serangan gas sarin tahun 1995.Sekte kiamat di Jepang ini telah dinyatakan sebagai kelompok teroris oleh sejumlah negara seperti Amerika Serikat, beberapa negara Uni Eropa, Rusia, Kanada dan Kazakhstan.
Jepang adalah salah satu dari dua negara anggota G-7 yang menjalankan eksekusi mati terhadap penjahat. Selain Jepang, Amerika Serikat (AS) juga melakukannya.
Eksekusi terhadap terpidana mati di negeri Sakura dilakukan dengan cara digantung. Tiga petugas yang jadi eksekutor secara bersamaan menekan tombol untuk membuka pintu perangkap sehingga tidak jelas petugas mana yang bertanggung jawab sebagai eksekutor.Baca Juga: Bos Sekte Kiamat Jepang dan Anak Buahnya Dieksekusi Mati
Tidak seperti di AS di mana tanggal eksekusi ditetapkan di awal dan dipublikasikan, terpidana mati di Jepang diberitahu pada pagi hari pelaksanaannya, dan biasanya sekitar satu jam sebelum eksekusi dijalankan.
Komite PBB yang menentang penyiksaan telah mengkritik Jepang atas "ketegangan psikologis" yang dialami narapidana dan keluarga mereka.
Dalam pelaksanaan eksekusi, hanya petugas penjara dan pastor yang hadir.
Tujuh orang yang dieksekusi pada hari ini dijalankan di beberapa fasilitas di seluruh Jepang. Jumlah orang yang dieksekusi ini tercatat yang terbesar sejak 1998.
Menteri Kehakiman Yoko Kamikawa dalam konferensi pers mengonfirmasi eksekusi gantung terhadap Matsumoto dan enam anak buahnya.
Sidang kasus ini berlangsung lebih dari 20 tahun. Khusus untuk Matsumoto, sidang dijalani selama delapan tahun. Episode sidang berakhir setelah Mahkamah Agung menguatkan vonis mati bagi ketujuh orang tersebut.
Amnesty International menyatakan, para narapidana yang dihukum dapat meminta pengadilan ulang bahkan setelah putusan Mahkamah Agung keluar, namun hal itu tidak dapat menjamin penundaan eksekusi.
Undang-undang eksekusi mati mendapat dukungan publik Jepang. Sebuah survei pemerintah tahun 2015 menemukan bahwa 80,3 persen orang mendukung hukuman mati. Angka itu mengalahkan AS di mana hanya 54 persen yang mendukung.
"Saya percaya menjatuhkan hukuman mati pada mereka yang kejahatannya sangat berat dan mengerikan tidak bisa dielakkan," kata Kamimawa, yang dikutip Reuters.
Bos sekte kiamat yang digantung bernama Chizuo Matsumoto alias Shoko Asahara. Dia mendirikan sekte ini pada tahun 1987. Sekte ini mempraktikkan gabungan meditasi Buddha dan Hindu dengan ajaran apokaliptik. Dengan ajaran apokaliptik itu, mereka melakukan serangkaian serangan mematikan termasuk serangan gas sarin tahun 1995.Sekte kiamat di Jepang ini telah dinyatakan sebagai kelompok teroris oleh sejumlah negara seperti Amerika Serikat, beberapa negara Uni Eropa, Rusia, Kanada dan Kazakhstan.
Jepang adalah salah satu dari dua negara anggota G-7 yang menjalankan eksekusi mati terhadap penjahat. Selain Jepang, Amerika Serikat (AS) juga melakukannya.
Eksekusi terhadap terpidana mati di negeri Sakura dilakukan dengan cara digantung. Tiga petugas yang jadi eksekutor secara bersamaan menekan tombol untuk membuka pintu perangkap sehingga tidak jelas petugas mana yang bertanggung jawab sebagai eksekutor.Baca Juga: Bos Sekte Kiamat Jepang dan Anak Buahnya Dieksekusi Mati
Tidak seperti di AS di mana tanggal eksekusi ditetapkan di awal dan dipublikasikan, terpidana mati di Jepang diberitahu pada pagi hari pelaksanaannya, dan biasanya sekitar satu jam sebelum eksekusi dijalankan.
Komite PBB yang menentang penyiksaan telah mengkritik Jepang atas "ketegangan psikologis" yang dialami narapidana dan keluarga mereka.
Dalam pelaksanaan eksekusi, hanya petugas penjara dan pastor yang hadir.
Tujuh orang yang dieksekusi pada hari ini dijalankan di beberapa fasilitas di seluruh Jepang. Jumlah orang yang dieksekusi ini tercatat yang terbesar sejak 1998.
Menteri Kehakiman Yoko Kamikawa dalam konferensi pers mengonfirmasi eksekusi gantung terhadap Matsumoto dan enam anak buahnya.
Sidang kasus ini berlangsung lebih dari 20 tahun. Khusus untuk Matsumoto, sidang dijalani selama delapan tahun. Episode sidang berakhir setelah Mahkamah Agung menguatkan vonis mati bagi ketujuh orang tersebut.
Amnesty International menyatakan, para narapidana yang dihukum dapat meminta pengadilan ulang bahkan setelah putusan Mahkamah Agung keluar, namun hal itu tidak dapat menjamin penundaan eksekusi.
Undang-undang eksekusi mati mendapat dukungan publik Jepang. Sebuah survei pemerintah tahun 2015 menemukan bahwa 80,3 persen orang mendukung hukuman mati. Angka itu mengalahkan AS di mana hanya 54 persen yang mendukung.
"Saya percaya menjatuhkan hukuman mati pada mereka yang kejahatannya sangat berat dan mengerikan tidak bisa dielakkan," kata Kamimawa, yang dikutip Reuters.
(mas)