50 Negara Desak Venezuela Buka Pintu untuk Bantuan Kemanusiaan
A
A
A
JENEWA - Dipimpin oleh Peru, lebih dari 50 negara mendesak Venezuela untuk membuka pintunya bagi bantuan kemanusiaan. Krisis ekonomi telah menyebabkan Venezuela kekurangan obat-obatan dan meningkatnya kekurangan gizi.
Negara-negara tersebut juga meminta Venezuela untuk memulihkan supremasi hukum. Laporan kantor hak asasi manusia bulan lalu menyebut pasukan keamanan Venezuela diduga telah membunuh ratusan orang dan mereka menikmati kekebalan hukum. Ini menunjukkan bahwa aturan hukum hampir tidak ada di negara itu.
Kritikus mengatakan Presiden Nicolas Maduro semakin otoriter dalam menggunakan taktik seiring kondisi ekonomi yang mengalami resesi dan hiperinflasi. Kondisi itu memacu ratusan ribu orang Venezuela beremigrasi dalam setahun terakhir.
“Kami prihatin dengan laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia serius yang mencakup pembunuhan di luar proses hukum, penggunaan kekuatan yang berlebihan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan penganiayaan, serta kurangnya akses ke pengadilan,” kata Duta Besar Peru Claudio Julio de la Puente Ribeyro dalam pernyataan bersama kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Ribeyro mengatakan kekurangan memaksa keluarga Venezuela untuk secara drastis mengurangi asupan makanan dan fasilitas perawatan kesehatan mereka kekurangan obat-obatan dan peralatan.
"Kami menyerukan kepada Venezuela untuk mengakui kegawatan dari situasinya dan membuka pintunya untuk bantuan kemanusiaan, untuk bekerja sama dengan mekanisme hak asasi manusia Dewan," katanya seperti dilansir dari Reuters, Kamis (5/7/2018).
Venezuela, yang didukung oleh sekutunya Kuba dan Bolivia, berulang kali menyela de la Puente Ribeyro ketika dia membaca pernyataan bersama itu. Mereka telah mengajukan keberatan prosedural untuk mencoba menghalanginya berbicara, tetapi presiden forum Duta Besar Slovenia Vojislav Suc, memutuskan dia bisa melanjutkan.
Wakil duta besar Venezuela, Felix Pena Ramos, menolak interferensi sewenang-wenang atau ilegal.
Tetapi, Duta Besar Meksiko Socorro Flores Liera mengatakan: "Kami prihatin bahwa negara-negara yang berbicara tentang politisasi benar-benar mereka yang mempolitisasi perdebatan, mencegah sekelompok negara membuat pernyataan".
Diplomat Inggris Bob Last mengatakan bahwa bantuan teknis tidak dapat mengatasi semua masalah hak asasi manusia di Venezuela, tetapi ini akan menjadi awal yang baik dan sejalan dengan apa yang diharapkan dari seorang anggota Dewan Hak Asasi Manusia.
Amerika Serikat, yang biasanya terang-terangan tentang Venezuela, secara mencolok absen. AS telah menarik diri dari Dewan HAM PBB bulan lalu, menyerukan reformasi untuk memperbaiki apa yang dilihatnya sebagai bias anti-Israel kronis.
"Pernyataan bersama ini datang pada saat yang kritis: Venezuela berada dalam spiral yang tidak ada ujungnya," kata Leila Swan dari Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan.
"Semakin banyak perhatian internasional menyoroti perlunya pelaporan dan tindakan berkelanjutan di Dewan Hak Asasi Manusia sampai Venezuela mengakhiri penumpasan brutal terhadap rakyatnya," katanya.
Negara-negara tersebut juga meminta Venezuela untuk memulihkan supremasi hukum. Laporan kantor hak asasi manusia bulan lalu menyebut pasukan keamanan Venezuela diduga telah membunuh ratusan orang dan mereka menikmati kekebalan hukum. Ini menunjukkan bahwa aturan hukum hampir tidak ada di negara itu.
Kritikus mengatakan Presiden Nicolas Maduro semakin otoriter dalam menggunakan taktik seiring kondisi ekonomi yang mengalami resesi dan hiperinflasi. Kondisi itu memacu ratusan ribu orang Venezuela beremigrasi dalam setahun terakhir.
“Kami prihatin dengan laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia serius yang mencakup pembunuhan di luar proses hukum, penggunaan kekuatan yang berlebihan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan penganiayaan, serta kurangnya akses ke pengadilan,” kata Duta Besar Peru Claudio Julio de la Puente Ribeyro dalam pernyataan bersama kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Ribeyro mengatakan kekurangan memaksa keluarga Venezuela untuk secara drastis mengurangi asupan makanan dan fasilitas perawatan kesehatan mereka kekurangan obat-obatan dan peralatan.
"Kami menyerukan kepada Venezuela untuk mengakui kegawatan dari situasinya dan membuka pintunya untuk bantuan kemanusiaan, untuk bekerja sama dengan mekanisme hak asasi manusia Dewan," katanya seperti dilansir dari Reuters, Kamis (5/7/2018).
Venezuela, yang didukung oleh sekutunya Kuba dan Bolivia, berulang kali menyela de la Puente Ribeyro ketika dia membaca pernyataan bersama itu. Mereka telah mengajukan keberatan prosedural untuk mencoba menghalanginya berbicara, tetapi presiden forum Duta Besar Slovenia Vojislav Suc, memutuskan dia bisa melanjutkan.
Wakil duta besar Venezuela, Felix Pena Ramos, menolak interferensi sewenang-wenang atau ilegal.
Tetapi, Duta Besar Meksiko Socorro Flores Liera mengatakan: "Kami prihatin bahwa negara-negara yang berbicara tentang politisasi benar-benar mereka yang mempolitisasi perdebatan, mencegah sekelompok negara membuat pernyataan".
Diplomat Inggris Bob Last mengatakan bahwa bantuan teknis tidak dapat mengatasi semua masalah hak asasi manusia di Venezuela, tetapi ini akan menjadi awal yang baik dan sejalan dengan apa yang diharapkan dari seorang anggota Dewan Hak Asasi Manusia.
Amerika Serikat, yang biasanya terang-terangan tentang Venezuela, secara mencolok absen. AS telah menarik diri dari Dewan HAM PBB bulan lalu, menyerukan reformasi untuk memperbaiki apa yang dilihatnya sebagai bias anti-Israel kronis.
"Pernyataan bersama ini datang pada saat yang kritis: Venezuela berada dalam spiral yang tidak ada ujungnya," kata Leila Swan dari Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan.
"Semakin banyak perhatian internasional menyoroti perlunya pelaporan dan tindakan berkelanjutan di Dewan Hak Asasi Manusia sampai Venezuela mengakhiri penumpasan brutal terhadap rakyatnya," katanya.
(ian)