Menlu AS dan Iran Terlibat Twitwar
A
A
A
WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo dan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif terlibat twitwar. Pompeo men-tweet dukungannya terhadap aksi protes anti pemerintah Iran dan Zarif mengeluhkan kebijakan luar negeri AS dalam krisis.
Cuitan Pompeo, yang dimulai hari Rabu hingga Kamis, termasuk serangkaian grafik yang menyoroti peningkatan aksi protes sejak awal tahun 2017, tingkat pengangguran Iran, dan penangkapan para demonstran. Pompeo juga mengkritik Korps Garda Pengawal Revolusi (IRGC) Iran.
"Rakyat Iran pantas menghormati hak asasi manusia mereka," kata Pompeo.
"#Rezim korup Iran telah memperkaya #IRGC, #Hizbullah dan #Hamas, serta menjarah kekayaan negara itu dalam perang proksi di luar negeri sementara keluarga-keluarga Iran berjuang," katanya di cuitan lain seperti dikutip dari CNN, Jumat (22/6/2018).
Iran adalah sasaran abadi dari kemarahan Pompeo di Twitter, tetapi frekuensi dari cuitan terbarunya terkait Iran telah menarik perhatian.
Ditanya tentang cuitan Pompeo tersebut, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan hal itu mencerminkan frustrasi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang Iran biasa.
"Saya pikir Menteri hanya menunjukkan fakta bahwa protes ini terus berlanjut," kata Nauert.
Tidak mau kalah, Zarif mengeluarkan pernyataan panjang dalam bahasa Inggris pada hari Kamis, berjudul Kebijakan Luar Negeri AS dalam Krisis. Dalam tulisannya, Zarif mengkritik keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan perjanjian multilateral lainnya.
"Sangat disesalkan bahwa dalam satu setengah tahun terakhir, kebijakan luar negeri AS - jika kita dapat menyebutnya itu - termasuk kebijakannya terhadap Iran, telah didasarkan pada asumsi yang salah dan ilusi - jika bukan khayalan yang sebenarnya," tulis Zarif dalam sebuah pernyataan yang terkait dengan salah satu tweetnya.
"Presiden AS dan Menteri Luar Negerinya terus-menerus membuat tuduhan tak berdasar dan provokatif terhadap Iran, yang merupakan intervensi mencolok dalam urusan domestik Iran, ancaman yang melanggar hukum terhadap Negara Anggota PBB, dan pelanggaran kewajiban internasional Amerika Serikat di bawah Piagam PBB, Perjanjian 1955, dan Perjanjian Aljazair 1981," imbuhnya.
Zarif memusatkan perhatian pada pidato yang diberikan Pompeo pada bulan Mei, menjanjikan untuk "menghancurkan" Iran dengan tekanan ekonomi dan militer kecuali mengubah perilakunya di Timur Tengah, serta mengajukan 12 tuntutan khusus kepada Teheran.
Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Iran itu menyebut pernyataan tersebut tidak berdasar dan menghina. Ia juga menyebut tuntuan Pompeo tidak masuk akal serta pelanggaran kontradiktif terhadap hukum internasional, norma internasional, dan perilaku yang beradab.
"Pernyataannya mencerminkan reaksi putus asa oleh pemerintah AS terhadap oposisi yang luar biasa dari komunitas internasional terhadap upaya gigih Gedung Putih untuk membunuh (kesepakatan nuklir Iran), dan isolasi Washington," tukas Zarif.
Menurut seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS dua diplomat utama itu belum bertemu atau berbicara sejak Pompeo menjabat.
Cuitan Pompeo, yang dimulai hari Rabu hingga Kamis, termasuk serangkaian grafik yang menyoroti peningkatan aksi protes sejak awal tahun 2017, tingkat pengangguran Iran, dan penangkapan para demonstran. Pompeo juga mengkritik Korps Garda Pengawal Revolusi (IRGC) Iran.
"Rakyat Iran pantas menghormati hak asasi manusia mereka," kata Pompeo.
"#Rezim korup Iran telah memperkaya #IRGC, #Hizbullah dan #Hamas, serta menjarah kekayaan negara itu dalam perang proksi di luar negeri sementara keluarga-keluarga Iran berjuang," katanya di cuitan lain seperti dikutip dari CNN, Jumat (22/6/2018).
Iran adalah sasaran abadi dari kemarahan Pompeo di Twitter, tetapi frekuensi dari cuitan terbarunya terkait Iran telah menarik perhatian.
Ditanya tentang cuitan Pompeo tersebut, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan hal itu mencerminkan frustrasi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang Iran biasa.
"Saya pikir Menteri hanya menunjukkan fakta bahwa protes ini terus berlanjut," kata Nauert.
Tidak mau kalah, Zarif mengeluarkan pernyataan panjang dalam bahasa Inggris pada hari Kamis, berjudul Kebijakan Luar Negeri AS dalam Krisis. Dalam tulisannya, Zarif mengkritik keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan perjanjian multilateral lainnya.
"Sangat disesalkan bahwa dalam satu setengah tahun terakhir, kebijakan luar negeri AS - jika kita dapat menyebutnya itu - termasuk kebijakannya terhadap Iran, telah didasarkan pada asumsi yang salah dan ilusi - jika bukan khayalan yang sebenarnya," tulis Zarif dalam sebuah pernyataan yang terkait dengan salah satu tweetnya.
"Presiden AS dan Menteri Luar Negerinya terus-menerus membuat tuduhan tak berdasar dan provokatif terhadap Iran, yang merupakan intervensi mencolok dalam urusan domestik Iran, ancaman yang melanggar hukum terhadap Negara Anggota PBB, dan pelanggaran kewajiban internasional Amerika Serikat di bawah Piagam PBB, Perjanjian 1955, dan Perjanjian Aljazair 1981," imbuhnya.
Zarif memusatkan perhatian pada pidato yang diberikan Pompeo pada bulan Mei, menjanjikan untuk "menghancurkan" Iran dengan tekanan ekonomi dan militer kecuali mengubah perilakunya di Timur Tengah, serta mengajukan 12 tuntutan khusus kepada Teheran.
Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Iran itu menyebut pernyataan tersebut tidak berdasar dan menghina. Ia juga menyebut tuntuan Pompeo tidak masuk akal serta pelanggaran kontradiktif terhadap hukum internasional, norma internasional, dan perilaku yang beradab.
"Pernyataannya mencerminkan reaksi putus asa oleh pemerintah AS terhadap oposisi yang luar biasa dari komunitas internasional terhadap upaya gigih Gedung Putih untuk membunuh (kesepakatan nuklir Iran), dan isolasi Washington," tukas Zarif.
Menurut seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS dua diplomat utama itu belum bertemu atau berbicara sejak Pompeo menjabat.
(ian)