Korut Usulkan Perayaan bersama KTT 2000
A
A
A
SEOUL - Korea Utara (Korut) mengusulkan kedua Korea mengadakan perayaan bersama dari peringatan tahun 2000 pertemuan antar-Korea bersejarah bulan ini di Korea Selatan (Korsel). Usulan itu diajukan selama pembicaraan tingkat tinggi pada Jumat (1/6/2018).
Pertemuan di desa perbatasan Panmunjom di zona demiliterisasi yang memisahkan Korut dan Korsel adalah yang terbaru dalam kesibukan aktivitas diplomatik yang dimaksudkan untuk menyelamatkan pencairan hubungan dengan Korut yang terisolasi.
Korut sebelumnya telah membatalkan pertemuan yang direncanakan dengan Korsel bulan lalu sebagai protes terhadap latihan tempur udara Amerika Serikat (AS)-Korsel sebelum Presiden Moon Jae-in dan pemimpin Korut Kim Jong-un menghidupkan kembali selama pertemuan puncak kedua yang mengejutkan pada hari Sabtu.
Pertemuan itu dipimpin oleh Menteri Unifikasi Korsel Cho Myoung-gyon dan Ri Son-gwon, Ketua Komite Korut untuk penyatuan kembali negara secara damai.
"Kedua belah pihak membahas cara untuk menindaklanjuti kesepakatan yang dicapai selama KTT pertama antara Kim dan Moon pada bulan April lalu, termasuk kerja sama militer, olahraga dan kehutanan," seorang pejabat kementerian unifikasi mengatakan pada wartawan seperti dilansir dari Reuters.
"Korut menyarankan bahwa para pejabat, politisi dan anggota sektor swasta dari kedua belah pihak harus mengambil bagian dalam perayaan bersama KTT antar-Korea yang pertama kalinya," imbuh pejabat itu.
Korsel sendiri menyerukan peluncuran secepatnya kantor penghubung gabungan di kota perbatasan Korut, Kaesong, tempat kedua Korea mengoperasikan lokasi pabrik bersama-sama sampai ditutup pada tahun 2016 lalu.
"Korut menyetujui hal itu tetapi mengatakan diperlukan beberapa perbaikan karena fasilitas itu tidak digunakan," ujar pejabat tersebut.
Ri Son-gwon menyalahkan Cho Myoung-gyon selama pertemuan karena mengalami “situasi serius” yang menyebabkan Korut membatalkan pembicaraan bulan lalu pada menit terakhir.
Ri tidak memberikan informasi spesifik tetapi Pyongyang telah mengecam Seoul karena mengizinkan Thae Yong-ho, mantan diplomat Korut untuk Inggris yang membelot ke Korsel pada 2016, mengadakan peluncuran sebuah buku di parlemen di mana dia menggambarkan Kim Jong-un sebagai sosok yang tidak sabar, impulsif dan kasar.
Korut juga menuntut repatriasi selusin pekerja restoran asal negara itu, yang datang ke Korsel pada 2016 melalui China. Pyongyang mengklaim bahwa mereka diculik oleh Korsel. Seoul telah mengatakan mereka memutuskan untuk membelot atas kehendak mereka sendiri.
“Kami tidak berbicara tentang apa yang terjadi di masa lalu. Anda hanya perlu tidak mengulanginya lagi,” kata Ri.
Ia juga mengatakan, masalah yang tidak dibahas dalam pembicaraannya dengan Cho saat pertemuan Januari lalu, sejak saat itu menjadi sumber ketidakpercayaan antara Korut dan Korsel.
“Ini masalah yang sangat serius. Tergantung pada bagaimana memimpin opini publik, itu akan memutuskan apakah suasana rekonsiliasi dan kerja sama, atau ketidakpercayaan dan konfrontasi diciptakan antara Utara dan Selatan,” jelas Ri.
Cho sendiri mengatakan ia setuju pihak-pihak harus meningkatkan transparansi atas apa yang dibicarakan dalam pembicaraan dan mempercepat upaya untuk meningkatkan hubungan bilateral.
Pertemuan di desa perbatasan Panmunjom di zona demiliterisasi yang memisahkan Korut dan Korsel adalah yang terbaru dalam kesibukan aktivitas diplomatik yang dimaksudkan untuk menyelamatkan pencairan hubungan dengan Korut yang terisolasi.
Korut sebelumnya telah membatalkan pertemuan yang direncanakan dengan Korsel bulan lalu sebagai protes terhadap latihan tempur udara Amerika Serikat (AS)-Korsel sebelum Presiden Moon Jae-in dan pemimpin Korut Kim Jong-un menghidupkan kembali selama pertemuan puncak kedua yang mengejutkan pada hari Sabtu.
Pertemuan itu dipimpin oleh Menteri Unifikasi Korsel Cho Myoung-gyon dan Ri Son-gwon, Ketua Komite Korut untuk penyatuan kembali negara secara damai.
"Kedua belah pihak membahas cara untuk menindaklanjuti kesepakatan yang dicapai selama KTT pertama antara Kim dan Moon pada bulan April lalu, termasuk kerja sama militer, olahraga dan kehutanan," seorang pejabat kementerian unifikasi mengatakan pada wartawan seperti dilansir dari Reuters.
"Korut menyarankan bahwa para pejabat, politisi dan anggota sektor swasta dari kedua belah pihak harus mengambil bagian dalam perayaan bersama KTT antar-Korea yang pertama kalinya," imbuh pejabat itu.
Korsel sendiri menyerukan peluncuran secepatnya kantor penghubung gabungan di kota perbatasan Korut, Kaesong, tempat kedua Korea mengoperasikan lokasi pabrik bersama-sama sampai ditutup pada tahun 2016 lalu.
"Korut menyetujui hal itu tetapi mengatakan diperlukan beberapa perbaikan karena fasilitas itu tidak digunakan," ujar pejabat tersebut.
Ri Son-gwon menyalahkan Cho Myoung-gyon selama pertemuan karena mengalami “situasi serius” yang menyebabkan Korut membatalkan pembicaraan bulan lalu pada menit terakhir.
Ri tidak memberikan informasi spesifik tetapi Pyongyang telah mengecam Seoul karena mengizinkan Thae Yong-ho, mantan diplomat Korut untuk Inggris yang membelot ke Korsel pada 2016, mengadakan peluncuran sebuah buku di parlemen di mana dia menggambarkan Kim Jong-un sebagai sosok yang tidak sabar, impulsif dan kasar.
Korut juga menuntut repatriasi selusin pekerja restoran asal negara itu, yang datang ke Korsel pada 2016 melalui China. Pyongyang mengklaim bahwa mereka diculik oleh Korsel. Seoul telah mengatakan mereka memutuskan untuk membelot atas kehendak mereka sendiri.
“Kami tidak berbicara tentang apa yang terjadi di masa lalu. Anda hanya perlu tidak mengulanginya lagi,” kata Ri.
Ia juga mengatakan, masalah yang tidak dibahas dalam pembicaraannya dengan Cho saat pertemuan Januari lalu, sejak saat itu menjadi sumber ketidakpercayaan antara Korut dan Korsel.
“Ini masalah yang sangat serius. Tergantung pada bagaimana memimpin opini publik, itu akan memutuskan apakah suasana rekonsiliasi dan kerja sama, atau ketidakpercayaan dan konfrontasi diciptakan antara Utara dan Selatan,” jelas Ri.
Cho sendiri mengatakan ia setuju pihak-pihak harus meningkatkan transparansi atas apa yang dibicarakan dalam pembicaraan dan mempercepat upaya untuk meningkatkan hubungan bilateral.
(ian)