Korut Tolak Serahkan Senjata Nuklir Jika Sanksi Tidak Dicabut
A
A
A
PYONGYANG - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan bahwa Korea Utara (Korut) tidak akan menyerahkan senjata nuklirnya sampai sanksi dicabut. Hal itu diungkapkannya saat mengunjungi Pyongyang dan berbicaranya dengan koleganya Ri Yong-ho."Adapun sanksi, sangat jelas bahwa, ketika kami memulai diskusi tentang bagaimana menyelesaikan masalah nuklir di semenanjung Korea, dapat dipahami bahwa solusi tidak dapat komprehensif tanpa pencabutan sanksi," tutur Lavrov.Dalam kesempatan itu, Lavrov juga meminta sanksi untuk Korut dihentikan secara bertahap.
"Ini tidak dapat dicapai sekaligus. Tidak boleh ada denuklirisasi segera, ini harus dilakukan selangkah demi selangkah dan semua pihak harus berjalan setengah jalan selama setiap fase dari proses ini," kata Lavrov seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (31/5/2018).
Lavrov juga mengatakan bahwa tidak percaya pemerintah Rusia mempunyai suara dalam pembicaraan Korut dengan Amerika Serikat (AS). Ia mencatat, bahwa Rusia menyerukan kesepakatan konkret tentang Korut yang menjadi perhatian semua orang.
"Saya tidak berpikir kita harus mengeksplorasi poin-poin pembicaraan Korea Utara yang rencananya akan dibawa ke perundingan dengan AS. Konsultasi para ahli sedang dalam persiapan untuk pembicaraan, dan kami tidak merasa seperti kami berada dalam posisi untuk ikut campur dengan proses ini," ujarnya."Tetapi segera setelah perjanjian mereka ditawarkan kepada komunitas internasional untuk diperiksa, Dewan Keamanan PBB mungkin perlu mendukung inisiatif tertentu, dan kami akan siap untuk mendukung perjanjian konkret yang menjadi kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk dari Korea Utara," tambahnya.Lavrov sendiri menyambut baik pertemuan sejumlah pihak yang membuat eskalasi di Semenanjung Korea mencair.
"Kami menyambut baik kontak yang telah secara intensif terbentuk dalam beberapa bulan terakhir antara Korea Utara dan Korea Selatan, antara Utara dan Amerika Serikat," kata Lavrov.
"Kami mendesak semua pihak yang terlibat untuk mengingat tentang tanggung jawab mereka untuk proses yang sangat rapuh ini untuk menghindari kegagalannya," ia memperingatkan.
"Pemahaman bersama kami dengan Korea Utara adalah bahwa setiap orang harus hati-hati ketika berbicara mengenai kontak baru dan kebangkitan hubungan antara kedua Korea, dan antara Korea Utara dan Amerika Serikat," Lavrov menambahkan.
"Seseorang tidak boleh tergoda untuk menuntut bahwa segala sesuatu terjadi sekaligus karena kita melihat betapa rumitnya masalah ini," ia menekankan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan beberapa negara yang dipimpin oleh AS telah memberlakukan beberapa putaran sanksi terhadap Korut. Sanksi itu dijatuhkan setelah Pyongyang mendeklarasikan dirinya sebagai kekuatan nuklir pada 2005, mundur dari perundingan enam pihak mengenai denuklirisasi empat tahun kemudian dan melakukan uji coba nuklir yang melanggar peraturan PBB.
Namun, baru-baru ini, Korut telah membongkar tiga tambang uji coba situs nuklir Punggye-Ri.
"Ini tidak dapat dicapai sekaligus. Tidak boleh ada denuklirisasi segera, ini harus dilakukan selangkah demi selangkah dan semua pihak harus berjalan setengah jalan selama setiap fase dari proses ini," kata Lavrov seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (31/5/2018).
Lavrov juga mengatakan bahwa tidak percaya pemerintah Rusia mempunyai suara dalam pembicaraan Korut dengan Amerika Serikat (AS). Ia mencatat, bahwa Rusia menyerukan kesepakatan konkret tentang Korut yang menjadi perhatian semua orang.
"Saya tidak berpikir kita harus mengeksplorasi poin-poin pembicaraan Korea Utara yang rencananya akan dibawa ke perundingan dengan AS. Konsultasi para ahli sedang dalam persiapan untuk pembicaraan, dan kami tidak merasa seperti kami berada dalam posisi untuk ikut campur dengan proses ini," ujarnya."Tetapi segera setelah perjanjian mereka ditawarkan kepada komunitas internasional untuk diperiksa, Dewan Keamanan PBB mungkin perlu mendukung inisiatif tertentu, dan kami akan siap untuk mendukung perjanjian konkret yang menjadi kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk dari Korea Utara," tambahnya.Lavrov sendiri menyambut baik pertemuan sejumlah pihak yang membuat eskalasi di Semenanjung Korea mencair.
"Kami menyambut baik kontak yang telah secara intensif terbentuk dalam beberapa bulan terakhir antara Korea Utara dan Korea Selatan, antara Utara dan Amerika Serikat," kata Lavrov.
"Kami mendesak semua pihak yang terlibat untuk mengingat tentang tanggung jawab mereka untuk proses yang sangat rapuh ini untuk menghindari kegagalannya," ia memperingatkan.
"Pemahaman bersama kami dengan Korea Utara adalah bahwa setiap orang harus hati-hati ketika berbicara mengenai kontak baru dan kebangkitan hubungan antara kedua Korea, dan antara Korea Utara dan Amerika Serikat," Lavrov menambahkan.
"Seseorang tidak boleh tergoda untuk menuntut bahwa segala sesuatu terjadi sekaligus karena kita melihat betapa rumitnya masalah ini," ia menekankan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan beberapa negara yang dipimpin oleh AS telah memberlakukan beberapa putaran sanksi terhadap Korut. Sanksi itu dijatuhkan setelah Pyongyang mendeklarasikan dirinya sebagai kekuatan nuklir pada 2005, mundur dari perundingan enam pihak mengenai denuklirisasi empat tahun kemudian dan melakukan uji coba nuklir yang melanggar peraturan PBB.
Namun, baru-baru ini, Korut telah membongkar tiga tambang uji coba situs nuklir Punggye-Ri.
(ian)