2022, Negara Terapung Berdiri
A
A
A
NEW YORK - Untuk pertama kalinya, negara terapung merdeka akan diluncurkan di Samudera Pasifik pada 2022 mendatang. Negara yang berdiri di atas terumbu karang ini dijanjikan tidak terikat dengan regulasi pemerintah dan menggunakan mata uang kripto bernama Vayron.
Rencananya, negara itu berada di Pulau Tahiti di Samudera Pasifik dengan 300 rumah yang dilengkapi hotel, restoran, kantor, dan gedung lainnya. Negara tersebut didirikan oleh pendiri PayPal, Peter Andreas Thiel, dengan investasi senilai USD50 juta. Itu merupakan program bersama antara pemerintahan Polynesia dengan akademisi, filantropi, dan investor.
Skema proyek itu merupakan hasil penciptaan Seasteading Institute dan Blue Frontiers yang didukung dari dana investasi Thiel melalui mata uang digital Vayron. Rencana radikal itu akan selesai pada 2022 dengan nilai investasi USD50 juta.
Struktur pulau tersebut akan ditutup dengan atas hijau yakni vegetasi. Konstruksi bangunan menggunakan bambu lokal, kayu kelapa, kayu, dan logam daur ulang.
Dalam wawancara terbaru, Nathalie Mezza-Garcia, ilmuwan politik dan peneliti untuk Proyek Pulau Mengapung, mengatakan penduduk pulau itu akan bebas dari pengaruh geopolitik yang berfluktuasi dan isu perdagangan. Dia mengklaim, negara itu bisa menampung pengungsi yang sengaja berpindah karena perubahan iklim.
“Signifikansi proyek ini telah diujicoba di Kepulauan Polynesia,” kata Mezza-Garcia, peneliti dari Universitas Warwick, kepada CNBC. “Kawasan itu merupakan tanah yang terdiri dari terumbu karang yang bisa menghilang karena kenaikan air laut,” tandasnya.
Menurut Mezza-Garcia, suatu hari banyak orang akan melihat bagaimana pulau terapung akan bekerja. “Kita memiliki bukti tentang rencana kepulauan untuk menampung pengungsi yang menjadi korban perubahan iklim,” katanya.
Karena pulau itu adalah negara merdeka, maka mereka mengapung di perairan internasional. “Kita juga memiliki hukum sendiri yang membebaskan kemanusiaan dari politik,” ujar Seasteading Institute. Mereka juga memiliki zona ekonomi khusus.
Di pulau terapung itu juga terdapat peternakan berbasis laut, rumah sakit, fasilitas penelitian medis, dan sumber listrik berkelanjutan. Sejumlah bangunan juga akan diperuntukkan untuk pusat bisnis, dan perusahaan.
“Yang jelas, kita memiliki stabilitas. Di luar sana terdapat pengaruh geopolitik yang fluktuatif, isu perdagangan, dan mata uang yang berfluktuasi. Ini menjadi inkubator yang sempurna,” kata Mezza-Garcia. “Jika kamu tidak ingin hidup di bawah aturan pemerintahan khusus, orang bisa tinggal di sini,” terangnya.
Penyelesaian proyek itu bekerja sama dengan negara Polynesia Prancis, yang terdiri dari 118 pulau di Pasifik selatan. Mereka tertarik bekerja sama karena wilayah mereka sangat berisiko dengan kenaikan air laut. Negara terapung itu pertama kali disepakati pemerintahan Polynesia Prancis pada Januari lalu. Negara itu memberikan 40 hektare lahan untuk dijadikan negara terapung.
The Seasteading Institute yang dibiayai Peter Thiel telah menghabiskan waktu selama lima tahun untuk mendesain komunitas inovatif dan permanen terapung di laut. Mereka dibantu Blue Frontiers, sebuah startup yang khusus membangun pulau terapung. Blue Frontiers merilis gambar proyek itu pada Desember 2017.
”Saya ingin melihat ribuan kota terapung pada 2050 yang menawarkan pemerintahan yang berbeda,” kata Presiden Seasteading Institute Joe Quirk. “Pemerintahan saat ini tidak memberikan kebaikan. Mereka memonopoli tanah dan mengotrolnya,” ujarnya kepada New York Times.
Seasteading Institute terdiri dari para peneliti biologi kelautan, petani kelautan, investor, pakar lingkungan dan seniman. Mereka berencana membangun pulau terapung untuk mengembangkan negara masa depan. “Tujuan utama kita adalah memaksimalkan kebebasan entrepreneurship untuk menciptakan pekerjaan kasar bagi siapa saja di Dunia Baru Mendatang,” demikian keterangan Seasteading Institute.
Lembaga itu didirikan oleh pendiri Paypal Peter Thiel pada 2008 bersama dengan pakar ekonomi politik Patri Friedman, cucu pemenang Hadiah Novel Milton Friedman. Thiel telah menggelontorkan dana USD1,25 juta ke Seasteading.
Desain negara masa depan itu juga terinspirasi dari budaya Polynesia yang kaya dengan navigasi tradisional. (Andika Hendra)
Rencananya, negara itu berada di Pulau Tahiti di Samudera Pasifik dengan 300 rumah yang dilengkapi hotel, restoran, kantor, dan gedung lainnya. Negara tersebut didirikan oleh pendiri PayPal, Peter Andreas Thiel, dengan investasi senilai USD50 juta. Itu merupakan program bersama antara pemerintahan Polynesia dengan akademisi, filantropi, dan investor.
Skema proyek itu merupakan hasil penciptaan Seasteading Institute dan Blue Frontiers yang didukung dari dana investasi Thiel melalui mata uang digital Vayron. Rencana radikal itu akan selesai pada 2022 dengan nilai investasi USD50 juta.
Struktur pulau tersebut akan ditutup dengan atas hijau yakni vegetasi. Konstruksi bangunan menggunakan bambu lokal, kayu kelapa, kayu, dan logam daur ulang.
Dalam wawancara terbaru, Nathalie Mezza-Garcia, ilmuwan politik dan peneliti untuk Proyek Pulau Mengapung, mengatakan penduduk pulau itu akan bebas dari pengaruh geopolitik yang berfluktuasi dan isu perdagangan. Dia mengklaim, negara itu bisa menampung pengungsi yang sengaja berpindah karena perubahan iklim.
“Signifikansi proyek ini telah diujicoba di Kepulauan Polynesia,” kata Mezza-Garcia, peneliti dari Universitas Warwick, kepada CNBC. “Kawasan itu merupakan tanah yang terdiri dari terumbu karang yang bisa menghilang karena kenaikan air laut,” tandasnya.
Menurut Mezza-Garcia, suatu hari banyak orang akan melihat bagaimana pulau terapung akan bekerja. “Kita memiliki bukti tentang rencana kepulauan untuk menampung pengungsi yang menjadi korban perubahan iklim,” katanya.
Karena pulau itu adalah negara merdeka, maka mereka mengapung di perairan internasional. “Kita juga memiliki hukum sendiri yang membebaskan kemanusiaan dari politik,” ujar Seasteading Institute. Mereka juga memiliki zona ekonomi khusus.
Di pulau terapung itu juga terdapat peternakan berbasis laut, rumah sakit, fasilitas penelitian medis, dan sumber listrik berkelanjutan. Sejumlah bangunan juga akan diperuntukkan untuk pusat bisnis, dan perusahaan.
“Yang jelas, kita memiliki stabilitas. Di luar sana terdapat pengaruh geopolitik yang fluktuatif, isu perdagangan, dan mata uang yang berfluktuasi. Ini menjadi inkubator yang sempurna,” kata Mezza-Garcia. “Jika kamu tidak ingin hidup di bawah aturan pemerintahan khusus, orang bisa tinggal di sini,” terangnya.
Penyelesaian proyek itu bekerja sama dengan negara Polynesia Prancis, yang terdiri dari 118 pulau di Pasifik selatan. Mereka tertarik bekerja sama karena wilayah mereka sangat berisiko dengan kenaikan air laut. Negara terapung itu pertama kali disepakati pemerintahan Polynesia Prancis pada Januari lalu. Negara itu memberikan 40 hektare lahan untuk dijadikan negara terapung.
The Seasteading Institute yang dibiayai Peter Thiel telah menghabiskan waktu selama lima tahun untuk mendesain komunitas inovatif dan permanen terapung di laut. Mereka dibantu Blue Frontiers, sebuah startup yang khusus membangun pulau terapung. Blue Frontiers merilis gambar proyek itu pada Desember 2017.
”Saya ingin melihat ribuan kota terapung pada 2050 yang menawarkan pemerintahan yang berbeda,” kata Presiden Seasteading Institute Joe Quirk. “Pemerintahan saat ini tidak memberikan kebaikan. Mereka memonopoli tanah dan mengotrolnya,” ujarnya kepada New York Times.
Seasteading Institute terdiri dari para peneliti biologi kelautan, petani kelautan, investor, pakar lingkungan dan seniman. Mereka berencana membangun pulau terapung untuk mengembangkan negara masa depan. “Tujuan utama kita adalah memaksimalkan kebebasan entrepreneurship untuk menciptakan pekerjaan kasar bagi siapa saja di Dunia Baru Mendatang,” demikian keterangan Seasteading Institute.
Lembaga itu didirikan oleh pendiri Paypal Peter Thiel pada 2008 bersama dengan pakar ekonomi politik Patri Friedman, cucu pemenang Hadiah Novel Milton Friedman. Thiel telah menggelontorkan dana USD1,25 juta ke Seasteading.
Desain negara masa depan itu juga terinspirasi dari budaya Polynesia yang kaya dengan navigasi tradisional. (Andika Hendra)
(nfl)