Kongo Mulai Melakukan Vaksinasi Ebola
A
A
A
MBANDAKA - Pekerja kesehatan di Republik Demokratik Kongo kemarin mulai melakukan vaksinasi untuk mencegah mewabahnya virus Ebola yang mematikan.
Sebanyak 26 orang meninggal dunia karena terinfeksi virus Ebola yang diduga menyebar melalui kelelawar pemakan buah. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan negara tetangga Kongo untuk mewaspadai penularan wabah Ebola yang diprediksi akan meluas.
“4.000 dosis vaksin Ebola telah dikirim ke Mbadaka,” kata Juru bicara Kementerian Kesehatan Kongo, Jessica Ilunga, dilansir Reuters.
Di Kongo secara kesleuruhan, WHO mengirimkan 7.540 dosis vaksin yang dikembangkan Merck ke Kongo. Selain itu, WHO juga sedang memperbincangkan tentang kemungkinan distribusi vaksin yang dibuat Johnson & Johnson.
Lebih dari 30 pekerja kesehatan dengan pengalaman pemberian vaksin Ebola di Guinea diperbantukan dalam vaksinasi di Kongo. Kesulitan terberat adalah vaksi harus disimpan di kotak dengan suhu beku padahal temperatur di sana mencapai 30 derajat Celsius. Petugas keamanan juga sangat sulit untuk mendapatkan pasokan listrik. “Kita akan bermitra dengan banyak pihak untuk menyediakan 300.000 dosis vaksin,” kata Ilunga.
Di wilayah Mbadaka merupakan kasus pertama Ebola ditemukan di perkotaan dan dikhawatirkan akan terus menyebar. Kasus Ebola di Mbadaka, kota pelabuhan sungai Kongo, memicu kekhawatiran karena virus itu bisa menyebar ke ibu kota Kinshasa yang berada di hilir dan berpenduduk 10 juta orang. “Itu menjadi perhatian kita di mana banyak kasus Ebola di pusat kota,” kata Direktur WHO Tedros Adhanom.
Wabah Ebola tahun ini merupakan kesembilan kalinya sejak virus Ebola itu ditemukan pada 1970-an. Virus Ebola telah menewaskan lebih dari 11.300 orang di Afrika Barat pada 2013-2016.
“Saya tidak mengetahui bagaimana saya melindungi diri terhadap virus Ebola. Tuhan sendiri yang akan melindungi saya dari penyakit ini,” kata penjual ikan di Mbandaka, Lusyana Mbangu, kemarin.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Kongo menyatakan terdapat empat kasus Ebola yang telah diuji di perkampungan Wangata, Mbandaka, dan dua kasus dugaan Ebola lainnya. Satu pasien telah meninggal di sana.
Lembaga medis, Medecins Sans Frontieres telah mendirikan tempat isolasi di salah satu rumah sakit di Wangata. Petugas kesehatan akan menyemprotkan disenfektan sebelum memasuki fasilitas tersebut. “Bagunan itu tidak memenuhi standar aturan internasional. Tapi, kita mencoba mengorganisirnya lagi. Kita menyakinkan tidak ada orang yang terkontaminasi,” kata Dr Hilaire Mazibu.
WHO menyatakan Ebola telah menewaskan sedikitnya 25 orang di Kongo sejak April lalu. Khusus di Mbandaka, kota berpenduduk 1,5 juta orang, disebut sebagai sangat berisiko tinggi terserang virus Ebola. Namun, WHO menyatakan wabah itu akan segara dikendalikan sehingga tidak perlu diberlakukan status darurat kesehatan internasional.
“Wabah Ebola sebelum menunjukkan pentingnya respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan banyak nyawa,” kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic. “Pencegahan virus Ebola juga dilakukan untuk mencegah peningkatan biaya ekonomi dalam merespons penyakit itu,” tuturnya.
Badan Kesehatan PBB itu pernah dikritik lambat dalam menangani krisis Ebola pada 2013-2016. Saat itu, Ebola menyerang Guinea, Sierra Leone, dan Liberia yang menginfeksi sekitar 30.000 oang. Jasarevic mengatakan WHO kini mencari dana USD26 juta untuk mengatasi virus Ebola di Kongo.
Saat ini, WHO bergerak cepat untuk memobilisasi penanganan virus Ebola. Mereka sudah membentuk komite darurat yang bergerak cepat untuk menghentikan penyebaran virus Ebola. “Saya sangat senang vaksinasi akan dimulai secepatnya,” kata Tedros.
Dia mengungkapkan staf WHO dan pekerja kesehatan bekerja seiring waktu berjalan untuk menghentikan wabah ini. Dia mengaku terkesan dengan pekerja kesehatan yang mempertaruhkan nyawa mereka bekerja di Kota Bikoro sepekan lalu setelah wabah Ebola dideklarasikan.
“Wabah Ebola di Bikoro digambarkan bagaimana kesehatan dan keamanan menjadi dua hal yang sama penting,” kata Tedros. “Hal terbaik yang kita lakukan untuk mencegah penyakit mewabah di masa depan adalah memperkuat sistem kesehatan di mana pun,” kata Tedros.
Pada Januari 2015, WHO mengungkapkan sebanyak 8.153 orang meninggal dunia akibat wabah Ebola di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Menurut laporan WHO, epidemi yang telah berlangsung selama satu tahun mengakibatkan 20.656 kasus Ebola di tiga negara itu. Sierra Leone mencatat kenaikan terbesar dalam jumlah kematian.
Gejalanya biasanya dimulai dua hari hingga tiga minggu setelah terjangkit virus, dengan adanya demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala. Biasanya diikuti dengan mual, muntah, dan diare, serta menurunnya fungsi liver dan ginjal. Pada saat itu, beberapa orang mulai mengalami masalah pendarahan.
Virus Ebola ditularkan dari manusia ke manusia melalui cairan tubuh. Tidak melalui udara. Jadi harus ada kontuk tubuh langsung. Selain itu, penularan juga bisa terjadi jika pelayat menyentuh jenazah sosok yang meninggal karena Ebola. Binatang juga bisa menjadi pembawa virus. Virus ini mampu memperbanyak diri di hampir semua sel inang. Khususnya kelelawar mampu menularkan virus tersebut. Manusia yang menyentuh hewan sakit atau mati, akan tertular penyakit yang sama.
Virus Ebola pertama kali ditemukan tahun 1976 di Republik Demokratik Kongo. Sejak itu, menurut WHO, terjadi 15 epidemi di negara-negara Afrika. Lebih dari 1.300 orang meninggal karena virus tersebut. Saat ini epidemi terjadi di Guinea, sebelumnya tahun 2012 di Uganda dan Republik Demokratik Kongo. Ebola kembali menjadi epidemic di negara-negara Afrika barat. 2018, Ebola kembali mewabah di Kongo. (Andika Hendra)
Sebanyak 26 orang meninggal dunia karena terinfeksi virus Ebola yang diduga menyebar melalui kelelawar pemakan buah. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan negara tetangga Kongo untuk mewaspadai penularan wabah Ebola yang diprediksi akan meluas.
“4.000 dosis vaksin Ebola telah dikirim ke Mbadaka,” kata Juru bicara Kementerian Kesehatan Kongo, Jessica Ilunga, dilansir Reuters.
Di Kongo secara kesleuruhan, WHO mengirimkan 7.540 dosis vaksin yang dikembangkan Merck ke Kongo. Selain itu, WHO juga sedang memperbincangkan tentang kemungkinan distribusi vaksin yang dibuat Johnson & Johnson.
Lebih dari 30 pekerja kesehatan dengan pengalaman pemberian vaksin Ebola di Guinea diperbantukan dalam vaksinasi di Kongo. Kesulitan terberat adalah vaksi harus disimpan di kotak dengan suhu beku padahal temperatur di sana mencapai 30 derajat Celsius. Petugas keamanan juga sangat sulit untuk mendapatkan pasokan listrik. “Kita akan bermitra dengan banyak pihak untuk menyediakan 300.000 dosis vaksin,” kata Ilunga.
Di wilayah Mbadaka merupakan kasus pertama Ebola ditemukan di perkotaan dan dikhawatirkan akan terus menyebar. Kasus Ebola di Mbadaka, kota pelabuhan sungai Kongo, memicu kekhawatiran karena virus itu bisa menyebar ke ibu kota Kinshasa yang berada di hilir dan berpenduduk 10 juta orang. “Itu menjadi perhatian kita di mana banyak kasus Ebola di pusat kota,” kata Direktur WHO Tedros Adhanom.
Wabah Ebola tahun ini merupakan kesembilan kalinya sejak virus Ebola itu ditemukan pada 1970-an. Virus Ebola telah menewaskan lebih dari 11.300 orang di Afrika Barat pada 2013-2016.
“Saya tidak mengetahui bagaimana saya melindungi diri terhadap virus Ebola. Tuhan sendiri yang akan melindungi saya dari penyakit ini,” kata penjual ikan di Mbandaka, Lusyana Mbangu, kemarin.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Kongo menyatakan terdapat empat kasus Ebola yang telah diuji di perkampungan Wangata, Mbandaka, dan dua kasus dugaan Ebola lainnya. Satu pasien telah meninggal di sana.
Lembaga medis, Medecins Sans Frontieres telah mendirikan tempat isolasi di salah satu rumah sakit di Wangata. Petugas kesehatan akan menyemprotkan disenfektan sebelum memasuki fasilitas tersebut. “Bagunan itu tidak memenuhi standar aturan internasional. Tapi, kita mencoba mengorganisirnya lagi. Kita menyakinkan tidak ada orang yang terkontaminasi,” kata Dr Hilaire Mazibu.
WHO menyatakan Ebola telah menewaskan sedikitnya 25 orang di Kongo sejak April lalu. Khusus di Mbandaka, kota berpenduduk 1,5 juta orang, disebut sebagai sangat berisiko tinggi terserang virus Ebola. Namun, WHO menyatakan wabah itu akan segara dikendalikan sehingga tidak perlu diberlakukan status darurat kesehatan internasional.
“Wabah Ebola sebelum menunjukkan pentingnya respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan banyak nyawa,” kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic. “Pencegahan virus Ebola juga dilakukan untuk mencegah peningkatan biaya ekonomi dalam merespons penyakit itu,” tuturnya.
Badan Kesehatan PBB itu pernah dikritik lambat dalam menangani krisis Ebola pada 2013-2016. Saat itu, Ebola menyerang Guinea, Sierra Leone, dan Liberia yang menginfeksi sekitar 30.000 oang. Jasarevic mengatakan WHO kini mencari dana USD26 juta untuk mengatasi virus Ebola di Kongo.
Saat ini, WHO bergerak cepat untuk memobilisasi penanganan virus Ebola. Mereka sudah membentuk komite darurat yang bergerak cepat untuk menghentikan penyebaran virus Ebola. “Saya sangat senang vaksinasi akan dimulai secepatnya,” kata Tedros.
Dia mengungkapkan staf WHO dan pekerja kesehatan bekerja seiring waktu berjalan untuk menghentikan wabah ini. Dia mengaku terkesan dengan pekerja kesehatan yang mempertaruhkan nyawa mereka bekerja di Kota Bikoro sepekan lalu setelah wabah Ebola dideklarasikan.
“Wabah Ebola di Bikoro digambarkan bagaimana kesehatan dan keamanan menjadi dua hal yang sama penting,” kata Tedros. “Hal terbaik yang kita lakukan untuk mencegah penyakit mewabah di masa depan adalah memperkuat sistem kesehatan di mana pun,” kata Tedros.
Pada Januari 2015, WHO mengungkapkan sebanyak 8.153 orang meninggal dunia akibat wabah Ebola di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Menurut laporan WHO, epidemi yang telah berlangsung selama satu tahun mengakibatkan 20.656 kasus Ebola di tiga negara itu. Sierra Leone mencatat kenaikan terbesar dalam jumlah kematian.
Gejalanya biasanya dimulai dua hari hingga tiga minggu setelah terjangkit virus, dengan adanya demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala. Biasanya diikuti dengan mual, muntah, dan diare, serta menurunnya fungsi liver dan ginjal. Pada saat itu, beberapa orang mulai mengalami masalah pendarahan.
Virus Ebola ditularkan dari manusia ke manusia melalui cairan tubuh. Tidak melalui udara. Jadi harus ada kontuk tubuh langsung. Selain itu, penularan juga bisa terjadi jika pelayat menyentuh jenazah sosok yang meninggal karena Ebola. Binatang juga bisa menjadi pembawa virus. Virus ini mampu memperbanyak diri di hampir semua sel inang. Khususnya kelelawar mampu menularkan virus tersebut. Manusia yang menyentuh hewan sakit atau mati, akan tertular penyakit yang sama.
Virus Ebola pertama kali ditemukan tahun 1976 di Republik Demokratik Kongo. Sejak itu, menurut WHO, terjadi 15 epidemi di negara-negara Afrika. Lebih dari 1.300 orang meninggal karena virus tersebut. Saat ini epidemi terjadi di Guinea, sebelumnya tahun 2012 di Uganda dan Republik Demokratik Kongo. Ebola kembali menjadi epidemic di negara-negara Afrika barat. 2018, Ebola kembali mewabah di Kongo. (Andika Hendra)
(nfl)