Dituduh Pengkhianat, 7 Perempuan Aktivis HAM Saudi Ditangkap
A
A
A
RIYADH - Pihak berwenang Arab Saudi menangkap tujuh perempuan aktivis hak asasi manusia (HAM) atas tuduhan menjadi pengkhianat untuk entitas asing. Penangkapan terjadi enam pekan setelah pemerintah Kerajaan Arab Saudi resmi mencabut larangan mengemudikan kendaraan bagi perempuan.
Para aktivis yang ditangkap selama ini aktif menyuarakan isu-isu hak perempuan. Lima di antaranya merupakan juru kampanye HAM yang menonjol dan kerap blakblakan bersuara di negara tersebut.
Media-media pro-pemerintah Saudi merilis foto-foto ketujuh aktivis tersebut secara online dan cetak, di mana mereka dilabeli sebagai pengkhianat negara.
Beberapa nama aktivis yang dirilis media setempat antara lain Loujain al-Hathloul, Aziza al-Yousef, dan Eman al-Najfan.
Seorang aktivis HAM, yang berbicara dengan syarat anonim karena takut keterangannya akan memicu reaksi, mengatakan bahwa Madeha al-Ajroush dan Aisha al-Manae juga termasuk di antara tujuh aktivis yang ditangkap.
Madeha al-Ajroush dan Aisha al-Manae pernah mengambil bagian dalam gerakan protes perempuan pertama di Saudi pada tahun 1990. Mereka saat itu menuntut hak perempuan untuk mengemudikan kendaraan. Protes mereka kala itu dipicu penangkapan 50 wanita karena mengemudikan kendaraan.
Kementerian Dalam Negeri Saudi tidak merilis nama-nama aktivis perempuan yang ditangkap. Namun, kementerian tersebut mengonfirmasi bahwa mereka yang ditangkap sedang diselidiki karena berkomunikasi dengan "entitas asing" yang bertujuan merusak kerajaan.
Penangkapan para aktivis perempuan itu membuat Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dikecam kelompok HAM. Kelompok Human Rights Watch (HRW) meragukan komitmen reformasi yang disuarakan putra Raja Salman tersebut.
"Kampanye reformasi pangeran (Mohammed bin Salman) telah menjadi memicu ketakutan bagi para reformis Saudi yang asli, yang berani melakukan advokasi publik untuk hak asasi manusia atau pemberdayaan perempuan," bunyi pernyataan HRW, seperti dikutp The Independent, Minggu (20/5/2018)..
"Pesannya jelas bahwa siapa pun yang mengekspresikan skeptisisme tentang agenda sang penguasa, putra mahkota, akan menjalani waktunya di penjara," kata Sarah Leah Whitson, direktur HRW untuk Timur Tengah.
Tahun lalu, Pangeran Mohammed mengawasi penangkapan puluhan penulis, intelektual dan ulama moderat yang dianggap mengkritik kebijakan luar negerinya. Dia juga memimpin kampanye penangkapan para pangeran dan pengusaha dalam gerakan anti-korupsi. Sebagian besar telah dibebaskan setelah sepakat menyerahkan aset dan kekayaanya kepada pemerintah.
Para aktivis yang ditangkap selama ini aktif menyuarakan isu-isu hak perempuan. Lima di antaranya merupakan juru kampanye HAM yang menonjol dan kerap blakblakan bersuara di negara tersebut.
Media-media pro-pemerintah Saudi merilis foto-foto ketujuh aktivis tersebut secara online dan cetak, di mana mereka dilabeli sebagai pengkhianat negara.
Beberapa nama aktivis yang dirilis media setempat antara lain Loujain al-Hathloul, Aziza al-Yousef, dan Eman al-Najfan.
Seorang aktivis HAM, yang berbicara dengan syarat anonim karena takut keterangannya akan memicu reaksi, mengatakan bahwa Madeha al-Ajroush dan Aisha al-Manae juga termasuk di antara tujuh aktivis yang ditangkap.
Madeha al-Ajroush dan Aisha al-Manae pernah mengambil bagian dalam gerakan protes perempuan pertama di Saudi pada tahun 1990. Mereka saat itu menuntut hak perempuan untuk mengemudikan kendaraan. Protes mereka kala itu dipicu penangkapan 50 wanita karena mengemudikan kendaraan.
Kementerian Dalam Negeri Saudi tidak merilis nama-nama aktivis perempuan yang ditangkap. Namun, kementerian tersebut mengonfirmasi bahwa mereka yang ditangkap sedang diselidiki karena berkomunikasi dengan "entitas asing" yang bertujuan merusak kerajaan.
Penangkapan para aktivis perempuan itu membuat Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dikecam kelompok HAM. Kelompok Human Rights Watch (HRW) meragukan komitmen reformasi yang disuarakan putra Raja Salman tersebut.
"Kampanye reformasi pangeran (Mohammed bin Salman) telah menjadi memicu ketakutan bagi para reformis Saudi yang asli, yang berani melakukan advokasi publik untuk hak asasi manusia atau pemberdayaan perempuan," bunyi pernyataan HRW, seperti dikutp The Independent, Minggu (20/5/2018)..
"Pesannya jelas bahwa siapa pun yang mengekspresikan skeptisisme tentang agenda sang penguasa, putra mahkota, akan menjalani waktunya di penjara," kata Sarah Leah Whitson, direktur HRW untuk Timur Tengah.
Tahun lalu, Pangeran Mohammed mengawasi penangkapan puluhan penulis, intelektual dan ulama moderat yang dianggap mengkritik kebijakan luar negerinya. Dia juga memimpin kampanye penangkapan para pangeran dan pengusaha dalam gerakan anti-korupsi. Sebagian besar telah dibebaskan setelah sepakat menyerahkan aset dan kekayaanya kepada pemerintah.
(mas)