Pembangunan Permukiman Israel Jalan Terus, DK PBB Naik Pitam
A
A
A
NEW YORK - Dua pertiga anggota Dewan Keamanan (DK) PBB menyatakan keprihatinan mendalam karena Israel tidak melaksanakan resolusi Timur Tengah tahun 2016. Resolusi itu menuntut diakhirinya pembangunan permukiman Israel di tanah yang diinginkan warga Palestina untuk sebuah negara yang merdeka.
“Dewan Keamanan harus berdiri di belakang resolusi dan memastikan mereka memiliki makna; jika tidak, kita berisiko merusak kredibilitas sistem internasional,” bunyi surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, seperti dilansir dari Reuters, Selasa (15/5/2018).
Surat itu berasal dari 10 negara anggota DK PBB yang terdiri dari Bolivia, Cina, Pantai Gading, Guinea Ekuatorial, Prancis, Kazakhstan, Kuwait, Belanda, Peru, dan Swedia.
Sebulan sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjabat pada Januari 2017, Dewan Keamanan mengadopsi resolusi yang menuntut diakhirinya permukiman Israel. Sebanyak 14 suara mendukung dan AS, yang kala itu masih dipimpin oleh Barack Obama, memilih untuk abstain. Trump telah mengecam resolusi dan menyerukan AS untuk menggunakan hak vetonya.
Baca Juga: Palestina Menang, DK PBB Putuskan Permukiman Israel Disetop!
Utusan Timur Tengah Nickolay Mladenov melaporkan kepada Dewan Keamanan tahun lalu bahwa Israel mencemooh permintaan untuk mengakhiri permukiman, sementara kedua pihak mengabaikan seruan untuk menghentikan provokasi, hasutan dan retorika yang menghasut.
"Kami menulis surat ini untuk mengungkapkan keprihatinan kami yang mendalam tentang kurangnya implementasi dari resolusi," kata para penulis surat tersebut.
Sepuluh negara anggota Dewan Keamanan juga meminta Guterres untuk mulai mengirimkan laporan kwartalnya mengenai implementasi resolusi secara tertulis dan bukan secara lisan.
"Meskipun kadang-kadang ada alasan sah untuk laporan lisan, mereka harus disediakan untuk keadaan luar biasa," tulis anggota dewan.
Resolusi itu juga menggarisbawahi bahwa pihaknya tidak akan mengakui perubahan apa pun pada 4 Juni 1967, termasuk berkaitan dengan Yerusalem, selain yang disetujui oleh para pihak melalui negosiasi.
Surat ini muncul sehari setelah Israel membantai lebih dari 50 warga Palestina dalam bentrokan di perbatasan Gaza ketika pemerintahan Trump membuka Kedutaan Besar AS untuk Israel di Yerusalem.
Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya. Sementara Palestina menginginkan bagian timur kota sebagai ibu kota negara mereka yang merdeka di masa depan.
Sebagian besar negara menganggap Yerusalem Timur, yang dianeksasi Israel setelah merebutnya dalam Perang Timur Tengah 1967, meanggap Israel menduduki wilayah tersebut. Yerusalem Timur termasuk Kota Tua, rumah bagi situs-situs suci bagi umat Muslim, Yahudi dan Kristen.
Kemarin, AS secara resmi telah memindahkan kedutaannya ke Yerusalem untuk memenuhi janji Trump, yang pada bulan Desember mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.
“Dewan Keamanan harus berdiri di belakang resolusi dan memastikan mereka memiliki makna; jika tidak, kita berisiko merusak kredibilitas sistem internasional,” bunyi surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, seperti dilansir dari Reuters, Selasa (15/5/2018).
Surat itu berasal dari 10 negara anggota DK PBB yang terdiri dari Bolivia, Cina, Pantai Gading, Guinea Ekuatorial, Prancis, Kazakhstan, Kuwait, Belanda, Peru, dan Swedia.
Sebulan sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjabat pada Januari 2017, Dewan Keamanan mengadopsi resolusi yang menuntut diakhirinya permukiman Israel. Sebanyak 14 suara mendukung dan AS, yang kala itu masih dipimpin oleh Barack Obama, memilih untuk abstain. Trump telah mengecam resolusi dan menyerukan AS untuk menggunakan hak vetonya.
Baca Juga: Palestina Menang, DK PBB Putuskan Permukiman Israel Disetop!
Utusan Timur Tengah Nickolay Mladenov melaporkan kepada Dewan Keamanan tahun lalu bahwa Israel mencemooh permintaan untuk mengakhiri permukiman, sementara kedua pihak mengabaikan seruan untuk menghentikan provokasi, hasutan dan retorika yang menghasut.
"Kami menulis surat ini untuk mengungkapkan keprihatinan kami yang mendalam tentang kurangnya implementasi dari resolusi," kata para penulis surat tersebut.
Sepuluh negara anggota Dewan Keamanan juga meminta Guterres untuk mulai mengirimkan laporan kwartalnya mengenai implementasi resolusi secara tertulis dan bukan secara lisan.
"Meskipun kadang-kadang ada alasan sah untuk laporan lisan, mereka harus disediakan untuk keadaan luar biasa," tulis anggota dewan.
Resolusi itu juga menggarisbawahi bahwa pihaknya tidak akan mengakui perubahan apa pun pada 4 Juni 1967, termasuk berkaitan dengan Yerusalem, selain yang disetujui oleh para pihak melalui negosiasi.
Surat ini muncul sehari setelah Israel membantai lebih dari 50 warga Palestina dalam bentrokan di perbatasan Gaza ketika pemerintahan Trump membuka Kedutaan Besar AS untuk Israel di Yerusalem.
Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya. Sementara Palestina menginginkan bagian timur kota sebagai ibu kota negara mereka yang merdeka di masa depan.
Sebagian besar negara menganggap Yerusalem Timur, yang dianeksasi Israel setelah merebutnya dalam Perang Timur Tengah 1967, meanggap Israel menduduki wilayah tersebut. Yerusalem Timur termasuk Kota Tua, rumah bagi situs-situs suci bagi umat Muslim, Yahudi dan Kristen.
Kemarin, AS secara resmi telah memindahkan kedutaannya ke Yerusalem untuk memenuhi janji Trump, yang pada bulan Desember mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.
(ian)