Jutaan Komuter Terlantar di Prancis

Kamis, 05 April 2018 - 08:40 WIB
Jutaan Komuter Terlantar di Prancis
Jutaan Komuter Terlantar di Prancis
A A A
PARIS - Jutaan komuter Prancis terlantar karena mogok kerja berlanjut hingga layanan kereta lumpuh pada hari kedua, kemarin.

Mogok kerja para pekerja dan masinis kereta itu terus digelar untuk menolak reformasi yang dilakukan Presiden Prancis Emmanuel Macron terhadap perusahaan kereta negara SNCF. Para komuter di dalam dan sekitar Paris harus berebut masuk ke kereta yang masih beroperasi yang jumlahnya sangat sedikit.

Kondisi itu memburuk saat jam sibuk ketika semua penumpang ingin masuk ke kereta yang sedang transit di stasiun. Para komuter pun harus berlarian untuk berebut masuk ke dalam kereta tersebut.

Macron ingin melakukan reformasi di perusahaan kereta SNCF yang kini terlilit utang dalam jumlah besar. SNCF membukukan kerugian USD3,7 miliar setiap tahun. Macron ingin mengubah SNCF menjadi perusahaan yang menguntungkan dan dapat bersaing dengan kompetitor asing saat monopoli perusahaan negara berakhir pada 2020 sesuai aturan Uni Eropa (UE).

Berbagai serikat buruh menolak rencana mengakhiri keistimewaan para pekerja SNCF yang mendapat jaminan tetap bekerja dan pensiun dini. Serikat buruh menolak rencana pemerintah melakukan privatisasi SNCF.

Macron merupakan mantan bankir investasi dan telah menetapkan batas waktu pada musim panas untuk menyelesaikan proses reformasi SNCF.

“Saya tidak memahami mogok kerja itu. Beberapa mengatakan kami ingin merusak layanan publik dan itu jelas salah,” kata Julien Denormandie, menteri muda dalam kabinet pemerintahan Macron, pada BFM TV.

Hanya ada satu dari tujuh kereta cepat TGV yang beroperasi, kemarin. Selain itu, hanya satu dari lima kereta bawah tanah yang beroperasi dengan rute ke Paris.

Serikat buruh berencana mogok kerja dua hari dalam setiap lima hari selama tiga bulan mendatang. “Bukan tujuan kami membuat frustrasi para penumpang kereta. Tujuan kami menemukan jalan keluar perselisihan ini, untuk duduk dan bernegosiasi serta menemukan solusi nyata,” ujar Roger Dillenseger dari serikat buruh UNSA-Railways.

Sebelum mogok kerja terjadi, pemerintah menawarkan konsesi kecil termasuk menunda membuka jaringan SNCF bagi perusahaan asing selama mungkin secara legal dan mencabut rencana mendorong beberapa aspek reformasi itu melalui dekrit.

Meski demikian, tidak dibahas bagaimana utang SNCF sebesar 46 miliar euro itu akan diasumsikan hingga kesepakatan tercapai mengenai tunjangan pegawai. Karena itu, serikat buruh menuduh negosiasi ini dilakukan dengan todongan senjata di kepala mereka.

Menteri Transportasi Prancis Elisabeth Borne diminta memberi keterangan pada partai berkuasa Republic on the Move (LREM) tentang bagaimana mengatasi masalah utang tersebut. “Penting bagi pemerintah mengatakan bagaimana, kapan dan dengan kondisi apa utang SNCF akan diatasi,” ungkap Jean-Baptiste Djebarri, pelapor parlemen untuk reformasi SNCF pada radio Europe 1.

Dalam menghadapi serikat buruh pekerja kereta, Macron ingin mengubah citra saat presiden-presiden sebelumnya gagal melakukan reformasi. Macron juga ingin membangun citra sebagai presiden yang berani dan bertekad memodernisasi ekonomi Prancis.

Hasil perselisihan antara pemerintah dan serikat buruh itu akan menentukan kepresidenan Macron. Serikat buruh telah gagal saat Macron berhasil melakukan liberalisasi regulasi tenaga kerja pada musim gugur lalu. Kini serikat buruh ingin menang dalam pertarungan terbaru.

Gerakan protes lain juga muncul, termasuk yang dilakukan mahasiswa, pekerja publik, pengumpul sampah dan pensiunan yang semuanya menolak agenda reformasi ekonomi dan sosial oleh Macron. Sejauh ini mereka tidak menunjukkan ingin bergabung dalam satu gerakan tunggal yang lebih kuat.

Perselisihan antara pemerintah dan serikat buruh di Prancis tampaknya akan berlangsung dalam waktu lama karena masing-masing pihak bersikeras dengan sikapnya. Kompromi menjadi satu-satunya jalan keluar bagi konflik tersebut.

Berbagai gejolak itu terjadi saat Prancis bersiap memperingati 50 tahun revolusi anti-kemapanan pada Mei 1968 yang mengubah bangsa tersebut. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3911 seconds (0.1#10.140)