DPR Setuju Moratorium Pengiriman TKI ke Malaysia

Selasa, 03 April 2018 - 10:14 WIB
DPR Setuju Moratorium Pengiriman TKI ke Malaysia
DPR Setuju Moratorium Pengiriman TKI ke Malaysia
A A A
KUALA KUMPUR - Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan mereka setuju dengan usulan penerapan moratorium sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia. Usulan penerapan moratorium disampaikan langsung oleh Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdi Kirana.

Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menuturkan, sama dengan banyak pihak, pada awalnya pihaknya juga ragu dengan usulan tersebut. Ia menyebut, hal ini dikhwatirkan dapat menambah banyak TKI ilegal yang masuk ke Malaysia.

"Awalnya tadi kita berpikir apakah moratorium tidak menambah jumlat TKI ilegal, tapi ternyata yang dipermaslahkan bukan ilegal atau tidaknya. Ilegal karena biaya untuk merekrut legal yang mahal," ucap Dede saat ditemui di kantor Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Senin (2/4/2018).

Dede lalu menuturkan, untuk mengatasi mahalnya biaya rekrutmen TKI, maka dibutuhkan kerja sama "Government to Government" atau G2G dengan Malaysia. Kerja sama ini nantinya akan menggantikan kerja sama "Bussiness to Bussiness" antara agen di Indonesia dengan agen di Malaysia.

"Resminya melalui G2G dan MoU dua negara. Kalau MoU terus digantung, maka TKI ilegal akan terus ada. Nah ini hubungannya sudah harus Presiden dengan Perdana Menteri di sini dan di follow up oleh kementerian terkait," ungkapnya.

Sebelumnya Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdi Kirana, mengusulkan proses pendaftaran hingga pengiriman TKI ke Malaysia diambil oleh pemerintah. Hal ini menurut Rusdi dilakukan untuk mencegah adanya TKI bodong yang masuk ke Malaysia.

Rusdi menuturkan salah satu penyebab banyaknya TKI ilegal di Malaysia adalah karena adanya permintaan yang tinggi dari publik Malaysia, sedangkan untuk dapat merekrut TKI legal dibutuhkan biaya yang sangat mahal. Oleh karena itu, banyak warga Malaysia yang lebih memilih TKI ilegal dengan alasan harga lebih murah.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini kemudian mengatakan untuk bisa memotong biaya kerjasama "Bussiness to Bussiness" harus dihilangkan, dan diganti ke "Government to Government" dengan Malaysia.

"Kalau ingin benar-benar serius menangani masalah TKI, pemerintahan harus ekslusif dan monopoli. Kita ini bicara soal manusia," cetusnya.

Dirinya menambahkan, posisi para agen ini digantikan oleh perwakilan Indonesia, baik itu KBRI atau KJRI. Dengan KBRI menjadi "agen" maka semua data dari TKI dan majikan akan ada di tangan KBRI, sehingga proses pemantauan dan perlindungan akan lebih mudah dilakukan.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6080 seconds (0.1#10.140)