AS Cs Usir 100 Lebih Diplomat Moskow, Ini Reaksi Rusia
A
A
A
NEW YORK - Inggris dibela Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dalam perseteruannya dengan Rusia terkait tuduhan serangan racun terhadap mantan agen ganda Moskow Sergei Skripal di Salisbury. Lebih dari 100 diplomat Moskow di berbagai negara sudah dinyatakan diusir.
Australia menjadi negara terbaru yang bergabung membela Inggris dengan mengusir dua diplomat Rusia. Sebelumnya, 16 negara Uni Eropa, Kanada, Ukraina, Norwegia dan Albania juga membela London dengan melakukan tindakan serupa.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan AS dan sekutunya sudah terang-terangan memusuhi Moskow.
"Persahabatan (AS) ini melawan Rusia, tidak diragukan lagi, atas kasus yang semakin jauh, semakin banyak rincian yang suram. Tidak ada kasus, jadi untuk (apa) berbicara. Ada putusan yang dibuat tanpa investigasi," kata Nebenzia.
Dia mencatat bahwa permintaan Rusia untuk informasi tentang penyelidikan dugaan serangan racun itu telah diabaikan London. Padahal, penyelidikan itu penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Salisbury pada 4 Maret 2018 lalu.
"Semakin kita lanjut, semakin banyak pertanyaan muncul, termasuk dari saya. Apa yang terjadi sebelumnya, apakah insiden Salisbury mendahului pengusiran para diplomat Rusia, atau apakah keputusan untuk mengusir diplomat Rusia mendahului insiden Salisbury?," tanya Nebenzia, Selasa (27/3/2018).
Nebenzia mengatakan bahwa pengusiran terhadap para diplomat negaranya akan menjadi "pukulan" bagi misi diplomatik. "Tapi, saya pikir kami akan memobilisasi," ujarnya.
Dia secara khusus menyalahkan Washington yang menyalahgunakan kekuasaannya sebagai tuan rumah markas besar PBB yakni New York untuk mengusir 12 staf dari misi Rusia di PBB. Ke-12 pejabat itu bagian dari 60 diplomat Rusia yang harus hengkang dari AS.
"Pengusiran para diplomat Rusia serta langkah-langkah tidak ramah lainnya baru-baru ini, seperti pembatasan akses ke properti diplomatik Rusia, penolakan visa kepada staf misi dan lainnya, dapat dilihat sebagai tindakan AS menyalahgunakan hak-hak dan keistimewaannya sebagai negara tuan rumah," paparnya.
Sebelumnya, Gedung Putih mengonfirmasi keputusan Trump soal perintah hengkang untuk 60 utusan Moskow. ”Amerika Serikat mengambil tindakan ini bersama dengan sekutu dan mitra NATO kami di seluruh dunia sebagai tanggapan terhadap penggunaan senjata kimia kelas militer Rusia di tanah Kerajaan Inggris, yang terbaru dalam pola kegiatan destabilisasi yang sedang berlangsung di seluruh dunia,” bunyi pernyataan Gedung Putih, yang dikutip Reuters.
Gedung Putih anggap 12 utusan Moskow di PBB sebagai mata-mata yang berbahaya bagi keamanan nasional AS.
”Tindakan hari ini membuat Amerika Serikat lebih aman dengan mengurangi kemampuan Rusia untuk memata-matai orang Amerika dan melakukan operasi rahasia yang mengancam keamanan nasional Amerika. Dengan langkah-langkah ini, Amerika Serikat, sekutu dan mitra kami menjelaskan kepada Rusia bahwa tindakannya memiliki konsekuensi,” lanjut Gedung Putih.
“Amerika Serikat siap bekerja sama untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan Rusia, tetapi ini hanya bisa terjadi dengan perubahan perilaku pemerintah Rusia.”
Australia menjadi negara terbaru yang bergabung membela Inggris dengan mengusir dua diplomat Rusia. Sebelumnya, 16 negara Uni Eropa, Kanada, Ukraina, Norwegia dan Albania juga membela London dengan melakukan tindakan serupa.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan AS dan sekutunya sudah terang-terangan memusuhi Moskow.
"Persahabatan (AS) ini melawan Rusia, tidak diragukan lagi, atas kasus yang semakin jauh, semakin banyak rincian yang suram. Tidak ada kasus, jadi untuk (apa) berbicara. Ada putusan yang dibuat tanpa investigasi," kata Nebenzia.
Dia mencatat bahwa permintaan Rusia untuk informasi tentang penyelidikan dugaan serangan racun itu telah diabaikan London. Padahal, penyelidikan itu penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Salisbury pada 4 Maret 2018 lalu.
"Semakin kita lanjut, semakin banyak pertanyaan muncul, termasuk dari saya. Apa yang terjadi sebelumnya, apakah insiden Salisbury mendahului pengusiran para diplomat Rusia, atau apakah keputusan untuk mengusir diplomat Rusia mendahului insiden Salisbury?," tanya Nebenzia, Selasa (27/3/2018).
Nebenzia mengatakan bahwa pengusiran terhadap para diplomat negaranya akan menjadi "pukulan" bagi misi diplomatik. "Tapi, saya pikir kami akan memobilisasi," ujarnya.
Dia secara khusus menyalahkan Washington yang menyalahgunakan kekuasaannya sebagai tuan rumah markas besar PBB yakni New York untuk mengusir 12 staf dari misi Rusia di PBB. Ke-12 pejabat itu bagian dari 60 diplomat Rusia yang harus hengkang dari AS.
"Pengusiran para diplomat Rusia serta langkah-langkah tidak ramah lainnya baru-baru ini, seperti pembatasan akses ke properti diplomatik Rusia, penolakan visa kepada staf misi dan lainnya, dapat dilihat sebagai tindakan AS menyalahgunakan hak-hak dan keistimewaannya sebagai negara tuan rumah," paparnya.
Sebelumnya, Gedung Putih mengonfirmasi keputusan Trump soal perintah hengkang untuk 60 utusan Moskow. ”Amerika Serikat mengambil tindakan ini bersama dengan sekutu dan mitra NATO kami di seluruh dunia sebagai tanggapan terhadap penggunaan senjata kimia kelas militer Rusia di tanah Kerajaan Inggris, yang terbaru dalam pola kegiatan destabilisasi yang sedang berlangsung di seluruh dunia,” bunyi pernyataan Gedung Putih, yang dikutip Reuters.
Gedung Putih anggap 12 utusan Moskow di PBB sebagai mata-mata yang berbahaya bagi keamanan nasional AS.
”Tindakan hari ini membuat Amerika Serikat lebih aman dengan mengurangi kemampuan Rusia untuk memata-matai orang Amerika dan melakukan operasi rahasia yang mengancam keamanan nasional Amerika. Dengan langkah-langkah ini, Amerika Serikat, sekutu dan mitra kami menjelaskan kepada Rusia bahwa tindakannya memiliki konsekuensi,” lanjut Gedung Putih.
“Amerika Serikat siap bekerja sama untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan Rusia, tetapi ini hanya bisa terjadi dengan perubahan perilaku pemerintah Rusia.”
(mas)