Indonesia Minta UE Bersikap Adil Terhadap Minyak Sawit
A
A
A
JENEWA - Indonesia menyinggung permasalahan amandemen Renewable Energy Directive (RED) di Uni Eropa (UE) dalam forum formal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Indonesia menilai amandemen RED akan menyebabkan perlakukan yang berbeda antara minyak sawit dengan minyak nabati lainnya.
Menurut delegasi Indonesia, hal tersebut berpotensi menurunkan added value dari minyak sawit. Minyak sawit adalah salah satu komponen biofuel yang dapat berkontribusi terhadap komitmen capaian energi terbarukan UE sekaligus menurunkan konsumsi biofuel.
Dalam kaitan ini, Indonesia mendorong agar UE tidak menerapkan kebijakan yang diskriminatif dan menyesuaikan dengan komitmennya terhadap ketentuan-ketentuan WTO, pernyataan Perwakilan Tetap Indonesia untuk PBB dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (24/3/2018).
Terkait dengan aspek sustainability, Indonesia telah memiliki standardisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang diakui oleh UE. Di Indonesia, setiap pelaku usaha kelapa sawit wajib mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Indonesian Sustainable Palm Oil. Ketentuan ini mengatur mulai dari proses pembenihan sampai dengan tahap produksi agar menghasilkan produk turunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pengembangan minyak kelapa sawit dan produk turunannya turut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia termasuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk memenuhi komitmen Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia.
Sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawit, Indonesia memiliki kepentingan yang besar untuk dapat memastikan keberlanjutan akses pasar minyak kelapa sawit ke seluruh penggunanya termasuk di wilayah UE. UE merupakan salah satu pasar terpenting perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia yang dapat menciptakan trend tersendiri secara global.
Bagi Indonesia minyak kelapa sawit menjadi isu nasional karena merupakan salah satu komoditi unggulan yang memiliki sustainability standard. Selain itu, sebanyak 17 juta lokal menggantungkan mata pencarian utamanya dari perdagangan minyak kelapa sawit.
Berdasarkan data statistik, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke UE mengalami penurunan signifikan dari angka 1,4 milyar Dollar AS ke 895 juta Dollar AS selama periode tahun 2015 – 2017.
Pada Komite Hambatan Teknis Perdagangan WTO, sejumlah anggota WTO lainnya – yaitu Malaysia, Thailand, Kolombia, Kosta Rika, Guatemala dan Nigeria turut menyuarakan concerns serupa dengan Indonesia.
Anggota-anggota WTO tersebut menekankan agar UE dapat mempertimbangkan dan mengedepankan salah satu prinsip utama terkait hambatan perdagangan untuk tidak menerapkan kebijakan yang bersifat more restrictive than necessary untuk mencapai tujuan dari suatu peraturan.
Seluruh anggota WTO yang menyampaikan concerns meminta UE untuk segera menyampaikan perkembangan pembahasan isu-isu di dalam amandemen RED kepada WTO pada pertemuan mendatang.
Menurut delegasi Indonesia, hal tersebut berpotensi menurunkan added value dari minyak sawit. Minyak sawit adalah salah satu komponen biofuel yang dapat berkontribusi terhadap komitmen capaian energi terbarukan UE sekaligus menurunkan konsumsi biofuel.
Dalam kaitan ini, Indonesia mendorong agar UE tidak menerapkan kebijakan yang diskriminatif dan menyesuaikan dengan komitmennya terhadap ketentuan-ketentuan WTO, pernyataan Perwakilan Tetap Indonesia untuk PBB dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (24/3/2018).
Terkait dengan aspek sustainability, Indonesia telah memiliki standardisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang diakui oleh UE. Di Indonesia, setiap pelaku usaha kelapa sawit wajib mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Indonesian Sustainable Palm Oil. Ketentuan ini mengatur mulai dari proses pembenihan sampai dengan tahap produksi agar menghasilkan produk turunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pengembangan minyak kelapa sawit dan produk turunannya turut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia termasuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk memenuhi komitmen Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia.
Sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawit, Indonesia memiliki kepentingan yang besar untuk dapat memastikan keberlanjutan akses pasar minyak kelapa sawit ke seluruh penggunanya termasuk di wilayah UE. UE merupakan salah satu pasar terpenting perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia yang dapat menciptakan trend tersendiri secara global.
Bagi Indonesia minyak kelapa sawit menjadi isu nasional karena merupakan salah satu komoditi unggulan yang memiliki sustainability standard. Selain itu, sebanyak 17 juta lokal menggantungkan mata pencarian utamanya dari perdagangan minyak kelapa sawit.
Berdasarkan data statistik, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke UE mengalami penurunan signifikan dari angka 1,4 milyar Dollar AS ke 895 juta Dollar AS selama periode tahun 2015 – 2017.
Pada Komite Hambatan Teknis Perdagangan WTO, sejumlah anggota WTO lainnya – yaitu Malaysia, Thailand, Kolombia, Kosta Rika, Guatemala dan Nigeria turut menyuarakan concerns serupa dengan Indonesia.
Anggota-anggota WTO tersebut menekankan agar UE dapat mempertimbangkan dan mengedepankan salah satu prinsip utama terkait hambatan perdagangan untuk tidak menerapkan kebijakan yang bersifat more restrictive than necessary untuk mencapai tujuan dari suatu peraturan.
Seluruh anggota WTO yang menyampaikan concerns meminta UE untuk segera menyampaikan perkembangan pembahasan isu-isu di dalam amandemen RED kepada WTO pada pertemuan mendatang.
(ian)