Menerobos Kebun Sawit di Sarawak Demi Pendidikan Anak Bangsa
A
A
A
SARAWAK - Gelar pahlawan tanpa tanda jasa mungkin bisa disematkan kepada seorang pria bernama Muhammad Salim. Salim adalah salah satu pengajar di Community Learning Center (CLC) atau pusat belajar di Sarawak, Malaysia.
Salim datang ke Malaysia pada tahun 2009 lalu untuk bekerja di salah satu kebun sawit. Namun, di tengah kesibukannya sebagai pemetik sawit, ia menyempatkan diri untuk membantu membangun CLC di beberapa kebun sawit di Sarawak, dan juga turut mengajar di sana.
Ditemui di sela-sela pembukaan CLC di perkebunan Sachiew, Salim menceritakan sekilas perjuanganya untuk membantu anak-anak TKI mendapatkan pendidikan yang layak.
"Kesulitan yang pertama adakah akses, akses dari tempat saya bertugas ke CLC. Kenapa? karena pertama, saya dulu tidak punya kendaraan. Ketika saya mau ke ladang-ladang lain saya musti numpang ke teman-teman lain yang punya kendaraan," ungkap Salim, Sarawak, Jumat (16/3/2018).
"Kedua, dulu kan saya masih bekerja sebagai TKI, jadi kalau mau keluar mesti minta izin secara resmi kepada pengurus ladang. Ketiga, yang dulu jadi kendalanya itu adalah saya dulu TKI biasa, tidak bisa secara leluasa untuk bergerak kemana-mana," sambungnya.
Sementara itu, ketika ditanya apakah ia mengajar di satu CLC saja, Salim menyatakan ia mengajar di beberapa tempat. "Kalau saya dari 2009 ke banyak tempat, karena saya mobile ke beberapa CLC setiap hari Jumat, Sabtu, Minggu, saya keliling untuk mengajar," tuturnya.
Salim sendiri merupakan satu dari belasan, atau mungkin puluhan orang, di mana sebagian besarnya mungkin adalah TKI yang bekerja di kebun sawit, yang secara tulus membantu memberikan pelajaran kepada anak-anak yang berada di Negeri Jiran itu.
Salim datang ke Malaysia pada tahun 2009 lalu untuk bekerja di salah satu kebun sawit. Namun, di tengah kesibukannya sebagai pemetik sawit, ia menyempatkan diri untuk membantu membangun CLC di beberapa kebun sawit di Sarawak, dan juga turut mengajar di sana.
Ditemui di sela-sela pembukaan CLC di perkebunan Sachiew, Salim menceritakan sekilas perjuanganya untuk membantu anak-anak TKI mendapatkan pendidikan yang layak.
"Kesulitan yang pertama adakah akses, akses dari tempat saya bertugas ke CLC. Kenapa? karena pertama, saya dulu tidak punya kendaraan. Ketika saya mau ke ladang-ladang lain saya musti numpang ke teman-teman lain yang punya kendaraan," ungkap Salim, Sarawak, Jumat (16/3/2018).
"Kedua, dulu kan saya masih bekerja sebagai TKI, jadi kalau mau keluar mesti minta izin secara resmi kepada pengurus ladang. Ketiga, yang dulu jadi kendalanya itu adalah saya dulu TKI biasa, tidak bisa secara leluasa untuk bergerak kemana-mana," sambungnya.
Sementara itu, ketika ditanya apakah ia mengajar di satu CLC saja, Salim menyatakan ia mengajar di beberapa tempat. "Kalau saya dari 2009 ke banyak tempat, karena saya mobile ke beberapa CLC setiap hari Jumat, Sabtu, Minggu, saya keliling untuk mengajar," tuturnya.
Salim sendiri merupakan satu dari belasan, atau mungkin puluhan orang, di mana sebagian besarnya mungkin adalah TKI yang bekerja di kebun sawit, yang secara tulus membantu memberikan pelajaran kepada anak-anak yang berada di Negeri Jiran itu.
(ian)