Dialog AS-Korut, Komandan Pasifik AS: Jangan Terlalu Optimis
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) diminta untuk tidak terlalu optimis dengan hasil pertemuan tingkat tinggi antara Presiden Donald Trump dengan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un. Sebaliknya, AS harus melakukannya dengan mata terbuka lebar.
Peringatan itu diungkapkan kepala Komando Pasifik AS, Laksamana Harry Harris, saat bertemu dengan Komite Bersenjata Senat AS. Harris yakin AS akan tetap pada pendiriannya yaitu denuklirisasi Semenanjung Korea yang lengkap, dapat diverifikasi dan tidak dapat diubah.
Dia mengatakan ia didorong oleh prospek sebuah pertemuan puncak, namun Korut tetap menjadi ancaman keamanan terbesar di kawasan Asia Pasifik.
"Saya pikir kita tidak bisa terlalu optimis terhadap hasilnya. Kita hanya perlu melihat kemana tujuannya," kata Harris.
"Kami belum pernah berada di posisi di mana seorang presiden - presiden kami - telah bertemu dengan seorang pemimpin Korea Utara, yang pernah ada. Saya tidak tahu bagaimana memprediksi masa depan. Saya pikir kita harus membahasnya dengan mata terbuka lebar," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (15/3/2018).
Trump membuat pengumuman mengejutkan pekan lalu bahwa ia bersedia bertemu dengan Kim Jong-un dalam upaya untuk menyelesaikan krisis rudal nuklir Korut yang mampu menghantam AS.
Trump membuat pernyataan tersebut setelah seorang pejabat Korea Selatan (Korsel) yang bertemu dengan Jong-un pekan lalu mengatakan bahwa ia berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi dan menangguhkan uji coba nuklir dan rudal. Meski begitu, Korut belum memberikan komentar langsung mengenai pertemuan tersebut.
Harris mengatakan bahwa ia yakin Jong-un ingin melihat penyatuan kembali semenanjung Korea di bawah pemerintahannya, dan meminta penghormatan, status serta keamanan melalui kepemilikan senjata nuklir.
Pemerintah Trump mengatakan bahwa mereka lebih memilih solusi diplomatik untuk krisis Korut. Kendati begitu semua opsi ada di atas meja, termasuk opsi militer, dan pejabat telah berbicara mengenai kemungkinan tindakan pencegahan terbatas terhadap Korut.
Dalam kesempatan itu, Harris mengatakan tidak ada strategi bloody noose. "Saya tidak tahu apa itu," katanya.
"Saya dituntut untuk mengembangkan otoritas komando nasional berbagai pilihan melalui spektrum kekerasan, dan saya siap untuk melaksanakan apa pun yang diperintahkan presiden dan komando nasional untuk saya lakukan. Tapi strategi bloody noose tidak terpikirkan," imbuhnya.
"Saya percaya bahwa jika kita melakukan sesuatu di sepanjang wilayah kinetik spektrum konflik, kita harus siap melakukan semuanya. Dan kita siap melakukan semuanya jika diperintahkan oleh presiden," tukasnya.
Harris mengatakan bahwa ia yakin Kim Jong-un akan "melakukan tarian kemenangan" jika AS menarik pasukannya dari Korsel dan Jepang serta membatalkan aliansi tersebut.
Harris juga menuduh Rusia memainkan peran "spoiler" bagi Korut dan berusaha untuk mengacaukan segalanya ketika sampai pada sanksi dan kampanye tekanan maksimum Presiden AS Donald Trump, meskipun Moskow secara resmi mendukung sanksi tersebut.
"Jika sanksi yang diterapkan di Korea Utara terlalu keras terhadap Korea Utara, termasuk sanksi yang diikuti China, saya yakin Rusia akan berusaha mengurangi tekanan rezim sanksi dan kampanye tekanan," kata Harris.
Peringatan itu diungkapkan kepala Komando Pasifik AS, Laksamana Harry Harris, saat bertemu dengan Komite Bersenjata Senat AS. Harris yakin AS akan tetap pada pendiriannya yaitu denuklirisasi Semenanjung Korea yang lengkap, dapat diverifikasi dan tidak dapat diubah.
Dia mengatakan ia didorong oleh prospek sebuah pertemuan puncak, namun Korut tetap menjadi ancaman keamanan terbesar di kawasan Asia Pasifik.
"Saya pikir kita tidak bisa terlalu optimis terhadap hasilnya. Kita hanya perlu melihat kemana tujuannya," kata Harris.
"Kami belum pernah berada di posisi di mana seorang presiden - presiden kami - telah bertemu dengan seorang pemimpin Korea Utara, yang pernah ada. Saya tidak tahu bagaimana memprediksi masa depan. Saya pikir kita harus membahasnya dengan mata terbuka lebar," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (15/3/2018).
Trump membuat pengumuman mengejutkan pekan lalu bahwa ia bersedia bertemu dengan Kim Jong-un dalam upaya untuk menyelesaikan krisis rudal nuklir Korut yang mampu menghantam AS.
Trump membuat pernyataan tersebut setelah seorang pejabat Korea Selatan (Korsel) yang bertemu dengan Jong-un pekan lalu mengatakan bahwa ia berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi dan menangguhkan uji coba nuklir dan rudal. Meski begitu, Korut belum memberikan komentar langsung mengenai pertemuan tersebut.
Harris mengatakan bahwa ia yakin Jong-un ingin melihat penyatuan kembali semenanjung Korea di bawah pemerintahannya, dan meminta penghormatan, status serta keamanan melalui kepemilikan senjata nuklir.
Pemerintah Trump mengatakan bahwa mereka lebih memilih solusi diplomatik untuk krisis Korut. Kendati begitu semua opsi ada di atas meja, termasuk opsi militer, dan pejabat telah berbicara mengenai kemungkinan tindakan pencegahan terbatas terhadap Korut.
Dalam kesempatan itu, Harris mengatakan tidak ada strategi bloody noose. "Saya tidak tahu apa itu," katanya.
"Saya dituntut untuk mengembangkan otoritas komando nasional berbagai pilihan melalui spektrum kekerasan, dan saya siap untuk melaksanakan apa pun yang diperintahkan presiden dan komando nasional untuk saya lakukan. Tapi strategi bloody noose tidak terpikirkan," imbuhnya.
"Saya percaya bahwa jika kita melakukan sesuatu di sepanjang wilayah kinetik spektrum konflik, kita harus siap melakukan semuanya. Dan kita siap melakukan semuanya jika diperintahkan oleh presiden," tukasnya.
Harris mengatakan bahwa ia yakin Kim Jong-un akan "melakukan tarian kemenangan" jika AS menarik pasukannya dari Korsel dan Jepang serta membatalkan aliansi tersebut.
Harris juga menuduh Rusia memainkan peran "spoiler" bagi Korut dan berusaha untuk mengacaukan segalanya ketika sampai pada sanksi dan kampanye tekanan maksimum Presiden AS Donald Trump, meskipun Moskow secara resmi mendukung sanksi tersebut.
"Jika sanksi yang diterapkan di Korea Utara terlalu keras terhadap Korea Utara, termasuk sanksi yang diikuti China, saya yakin Rusia akan berusaha mengurangi tekanan rezim sanksi dan kampanye tekanan," kata Harris.
(ian)