Rusia: AS Tekan Indonesia Batalkan Pembelian Jet Tempur Su-35
A
A
A
MOSKOW - Pemerintah Rusia menuduh kontraktor pertahanan Amerika Serikat (AS) menekan Indonesia untuk membatalkan kontrak pembelian sekitar 11 jet tempur Sukhoi Su-35 Flanker-E. Moskow memuji Indonesia yang tak goyah dengan tekanan tersebut.
Tuduhan ini dilontarkan Vladimir Kozhin, ajudan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk kerja sama militer dan teknis.
Rencananya, 11 unit jet tempur canggih Rusia ini akan dikirim pada 5 Oktober 2018 yang bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kontrak telah ditandatangani dan kami mulai menerapkannya,” kata Kozhin kepada channel Rossiya-24.
Menurutnya, Rusia telah menegosiasikan kesepakatan dengan Indonesia selama dua tahun terakhir meski mendapat tentangan dari AS.
”Kontrak ini disiapkan selama dua tahun, ini adalah kontrak yang rumit, beberapa jet tempur Su-35 modern, dan semuanya telah dipersiapkan,” ujar Kozhin. ”Ketika semuanya sudah siap, mitra Amerika memasuki tempat kejadian dan memberikan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada pihak Indonesia untuk mencegah kontrak ini berlangsung.”
Meskipun demikian, kesepakatan tersebut telah berhasil. ”Kami berterima kasih kepada pimpinan militer dan politik Indonesia atas posisi mereka yang kokoh, yang mereka tidak takut untuk menyatakan secara terbuka, termasuk kepada mitra Amerika,” kata Kozhin, yang dikutip Rabu (14/3/2018).
Indonesia cenderung membuat pilihannya terbuka dan memastikan tidak akan terlalu bergantung pada pemasok manapun. TNI saat ini telah mengoperasikan seri Flanker versi lama termasuk varian Sukhoi Su-27 dan Su-30, namun Indonesia juga mengoperasikan jet tempur F-16 Fighting Falcons dan Northrop F-5s AS buatan Lockheed Martin.
”Indonesia benar-benar menjaga agar pilihannya terbuka karena sorot mata China meningkat dan karena melihat Rusia menjadi lebih aktif dalam konflik dan persaingan internasional,” ujar Sam Bendett, seorang peneliti yang mengkhususkan diri untuk militer Rusia di Center for Naval Analysis kepada The National Interest.
Selain itu, banyak tetangga Indonesia juga memodernisasi peralatan tempur mereka dengan peralatan Barat dan Rusia. ”Tetangga Indonesia seperti Malaysia telah lama melakukan diversifikasi impor senjata mereka untuk memasukkan perangkat keras buatan Rusia,” kata Bendett. ”Misalnya, Malaysia bahkan mengadopsi pesawat Rusia untuk menggunakan bom Amerika.”
Bagi Rusia, yang telah lama ingin menjual perangkat kerasnya setelah berhasil menampilkan senjatanya di Suriah, kesepakatan dengan Indonesia bisa menjadi pembuka penting. ”Kesepakatan ini bisa menjadi pembuka untuk penjualan lebih banyak ke kawasan—seperti penjualan helikopter Mil Rusia dan peralatan lainnya yang diperlukan untuk menjamin keamanan negara tersebut,” kata Bendett.
Pemerintah AS maupun kontraktor pertahanannya belum berkomentar atas tuduhan Rusia ini. Kedua eksportir senjata terbesar di dunia ini terus bersaing menguasai pasar. Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) terbaru menyatakan, AS masih nomor satu sebagai eksportir senjata terbesar di dunia, disusul secara ketat oleh Rusia.
Tuduhan ini dilontarkan Vladimir Kozhin, ajudan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk kerja sama militer dan teknis.
Rencananya, 11 unit jet tempur canggih Rusia ini akan dikirim pada 5 Oktober 2018 yang bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kontrak telah ditandatangani dan kami mulai menerapkannya,” kata Kozhin kepada channel Rossiya-24.
Menurutnya, Rusia telah menegosiasikan kesepakatan dengan Indonesia selama dua tahun terakhir meski mendapat tentangan dari AS.
”Kontrak ini disiapkan selama dua tahun, ini adalah kontrak yang rumit, beberapa jet tempur Su-35 modern, dan semuanya telah dipersiapkan,” ujar Kozhin. ”Ketika semuanya sudah siap, mitra Amerika memasuki tempat kejadian dan memberikan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada pihak Indonesia untuk mencegah kontrak ini berlangsung.”
Meskipun demikian, kesepakatan tersebut telah berhasil. ”Kami berterima kasih kepada pimpinan militer dan politik Indonesia atas posisi mereka yang kokoh, yang mereka tidak takut untuk menyatakan secara terbuka, termasuk kepada mitra Amerika,” kata Kozhin, yang dikutip Rabu (14/3/2018).
Indonesia cenderung membuat pilihannya terbuka dan memastikan tidak akan terlalu bergantung pada pemasok manapun. TNI saat ini telah mengoperasikan seri Flanker versi lama termasuk varian Sukhoi Su-27 dan Su-30, namun Indonesia juga mengoperasikan jet tempur F-16 Fighting Falcons dan Northrop F-5s AS buatan Lockheed Martin.
”Indonesia benar-benar menjaga agar pilihannya terbuka karena sorot mata China meningkat dan karena melihat Rusia menjadi lebih aktif dalam konflik dan persaingan internasional,” ujar Sam Bendett, seorang peneliti yang mengkhususkan diri untuk militer Rusia di Center for Naval Analysis kepada The National Interest.
Selain itu, banyak tetangga Indonesia juga memodernisasi peralatan tempur mereka dengan peralatan Barat dan Rusia. ”Tetangga Indonesia seperti Malaysia telah lama melakukan diversifikasi impor senjata mereka untuk memasukkan perangkat keras buatan Rusia,” kata Bendett. ”Misalnya, Malaysia bahkan mengadopsi pesawat Rusia untuk menggunakan bom Amerika.”
Bagi Rusia, yang telah lama ingin menjual perangkat kerasnya setelah berhasil menampilkan senjatanya di Suriah, kesepakatan dengan Indonesia bisa menjadi pembuka penting. ”Kesepakatan ini bisa menjadi pembuka untuk penjualan lebih banyak ke kawasan—seperti penjualan helikopter Mil Rusia dan peralatan lainnya yang diperlukan untuk menjamin keamanan negara tersebut,” kata Bendett.
Pemerintah AS maupun kontraktor pertahanannya belum berkomentar atas tuduhan Rusia ini. Kedua eksportir senjata terbesar di dunia ini terus bersaing menguasai pasar. Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) terbaru menyatakan, AS masih nomor satu sebagai eksportir senjata terbesar di dunia, disusul secara ketat oleh Rusia.
(mas)