Polisi Sudah Mengawasi Pelaku Penembakan di Florida sejak 2016

Senin, 19 Februari 2018 - 12:43 WIB
Polisi Sudah Mengawasi...
Polisi Sudah Mengawasi Pelaku Penembakan di Florida sejak 2016
A A A
PARKLAND - Nikolas Cruz,19, yang menembak mati 17 orang di sekolah menengah atas (SMA) di Florida telah diinvestigasi polisi dan aparat sejak 2016. Investigasi pada 2016 itu dilakukan setelah dia melukai tangannya dan direkam di video media sosial sambil mengatakan dia ingin membeli senjata. Meski demikian otoritas menyatakan dia telah mendapat cukup dukungan.

Cruz didakwa melakukan pembunuhan massal pada Rabu (14/2/2018) di SMA Marjory Stoneman Douglas, Parkland. Selain menewaskan 17 orang, puluhan orang juga terluka dalam penembakan di SMA itu. Berbagai dakwaan yang diajukan kepadanya dapat mengakibatkan vonis hukuman mati, tapi kejaksaan belum menyatakan apakah mereka menuntut hukuman mati.

Beberapa hari setelah pembunuhan itu, sejumlah pemakaman dan doa bersama digelar di Parkland dan sekitarnya. Kota dengan 32.000 penduduk itu pun tenggelam dalam duka cita atas tragedi tersebut.

Surat kabar The South Florida Sun Sentinel pertama kali melaporkan bahwa video Cruz mengiris tangannya diunggah di jejaring media sosial Snapchat pada September 2016 hingga memicu kekhawatiran aparat penegak hukum dan Departemen Anak dan Keluarga Florida. "Cruz menyatakan dia berencana pergi keluar dan membeli senjata. Tidak diketahui untuk apa dia membeli senjata itu," ungkap laporan tertulis dari pejabat Departemen Anak dan Keluarga Florida setelah para investigator menginterogasi remaja itu dikutip Sun Sentinel.

Harian itu juga melaporkan para investigator akhirnya memutuskan Cruz yang saat itu berusia 18 tahun menerima cukup dukungan dari para profesional kesehatan mental dan dari sekolahnya serta risiko dari kasusnya itu dianggap kecil. Departemen Anak dan Keluarga (DFC) meminta pengadilan merilis berbagai dokumen itu untuk transparansi. DCF menyatakan telah meninjau kembali kondisi terkait kasus 2016.

"Badan kesehatan mental dan dukungan diberikan saat investigasi ini ditutup," kata Menteri DCF Mike Carroll dikutip Reuters.

Polisi Sudah Mengawasi Pelaku Penembakan di Florida sejak 2016


Debat tentang kontrol senjata AS kembali muncul terkait kasus tersebut. Ratusan orang mengikuti pawai di Fort Lauderdale, tempat pelajar dari sekolah itu meminta kebijakan kontrol senjata baru diperketat karena akses mendapatkan senjata sangat mudah di negara bagian itu. Mereka juga menuduh beberapa politisi lebih melindungi lobi senjata dibandingkan anak-anak.

"Karena undang-undang senjata sekarang, orang yang saya tahu, orang yang saya cintai, telah tewas," ujar Delaney Tarr, senior di sekolah tersebut.

Pada pameran senjata yang sedang digelar, para pengunjung menyatakan undang-undang baru tidak akan mencegah pembantaian. Menurut para pengunjung pameran, hak memiliki senjata dilindung Konstitusi AS Amandemen Kedua. Dalam tweet pada Sabtu (17/2/2018), Presiden AS Donald Trump mengkritik Biro Investigasi Federal (FBI) dalam menangani kasus itu. "Sangat sedih FBI mengabaikan semua dari banyak sinyal yang dikirim keluar oleh penembak sekolah Florida. Ini tidak dapat diterima," tweet Trump.

Trump menuduh FBI menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mencoba membuktikan kolusi Rusia dengan tim kampanye Trump pada 2016. FBI pada Jumat (16/2) mengaku gagal menyelidiki peringatan bahwa Cruz memiliki senjata dan ingin membunuh. Orang dekat Cruz menghubungi jalur telepon FBI pada 5 Januari untuk melaporkan kekhawatiran terhadap Cruz, menurut keterangan FBI. Informasi itu tidak dilanjutkan ke kantor FBI di Miami yang menurut para pejabat FBI merupakan kesalahan dalam protokol.

Pengungkapan informasi itu memicu kemarahan warga Parkland dan memicu Gubernur Florida dari Partai Republik Rick Scott mendesak Direktur FBI Christopher Wray untuk mundur. Jaksa Agung AS Jeff Sessions telah memerintahkan peninjauan kembali prosedur FBI setelah penembakan yang menewaskan 14 pelajar dan tiga pegawai sekolah tersebut.

"Trump menelepon para politisi lokal dan para pengelola sekolah dari resor Mar-a-Lago, Florida pada Sabtu (17/2/2018) untuk mengungkapkan duka cita, memberikan dukungan, dan menerima informasi terbaru," ungkap juru bicara Gedung Putih.

Pada Jumat (16/2/2018), Trump mengunjungi para korban selamat dan aparat keamanan yang merespons penembakan itu. Trump dan beberapa pemimpin Republik menyatakan penyakit mental memicu pembantaian itu. Cruz telah dikeluarkan dari SMA itu karena alasan melanggar disiplin. Mantan teman sekelasnya menggambarkan Cruz sebagai sosok yang terasing dan pencipta masalah dengan ketertarikan pada senjata.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0931 seconds (0.1#10.140)